Wisata Budaya di Situs Pekuburan Londa
Sulawesi Selatan selalu memesona, Tanah Angin mamiri ini terdiri dari beragam suku dan budaya dengan potensi wisata yang sangat besar, salah satunya Tana Toraja. Dengan menempuh 8-9 jam perjalanan darat dari Makassar untuk tiba di Objek Wisata Tana Toraja, sepanjang perjalanan voyagers disajikan pemandangan indah yang menyejukkan mata.
Selain dikenal dengan alamnya yang indah, Toraja juga terkenal dengan masyarakatnya yang masih menjunjung tinggi adat istiadat. Tercermin dari rumah adat Tana Toraja, Tongkonan. rumah adat yang berfungsi sebagai rumah tinggal masyarakat Toraja yang dimiliki turun temurun oleh keluarga. Tongkonan milik bangsawan Toraja dicirikan dengan beragam ukiran. Makna dari ukiran tersebut adalah hubungan antara masyarakat Toraja dan pencipta. Sementara kepala dan tanduk kerbau yang terpampang gagah di depan rumah menunjukkan derajat dan kedudukan keluarga yang tinggal di rumah tersebut. Semakin banyak tanduk kerbau yang terpampang di Tongkonan maka semakin tinggi pula derajatnya.
Toraja juga dikenal dengan tradisi upacara kematian. Mayat diawetkan, disimpan di dalam peti dan diletakkan di tebing-tebing atau Goa. Di pemakaman Londa, Desa Sadan Uai, Kecamatan Sanggalangi menyimpan sejarah pemakaman suku Toraja bermarga Tongkele. Mayat yang berada di sini usianya sudah ratusan tahun. Londa menjadi saksi dari peleburan agama dan budaya yang tetap berjalan beriringan.
Menurut Martin, salah seorang pengelola objek wisata Londa, kuburan di Londa ini hanya terdiri dari 1 rumpun keluarga. Dari 1 rumpun keluarga itu terbagi menjadi 3 tingkat kuburannya. Semakin tinggi tempat kuburannya maka semakin tinggi pula derajat keluarga tersebut. Dalam masyarakat Toraja, perbedaan strata sosial memang sudah ada sejak dulu hingga sekarang.
Salah satu cerita cukup menarik lainnya yang ada di Londa yaitu cerita percintaan sepasang kekasih yang bagaikan Romeo dan Juliet. Jadi di dalam goa terdapat peti jenazah sepasang kekasih yang bunuh diri bersama akibat cinta mereka tidak direstui. Alasan cinta mereka tidak direstui oleh keluarga karena setelah dirunut silsilah keluarganya, mereka berdua bisa dibilang masih saudara sepupu. Tapi apa daya ketika cinta sudah berbicara, norma-norma adat pun dilanggar dan mereka lebih memutuskan untuk mati bersama dari pada hidup namun perasaan haruus berpisah.
Jangan heran juga kalau voyagers melihat banyak puntung rokok yang berserakan di sekitar tulang belulang jenazah yang ada di Goa tersebut. Itu adalah salah satu cara masyarakat di sana untuk ‘menjaga’ mereka yang sudah meninggal. Yang diberikan rokok berarti semasa hidupnya dulu jenazah tersebut sangat suka menghisap rokok sehingga meskipun sudah mati pun mereka masih diberikan rokok untuk ‘menjaga’ mereka. Sedikit terdengar aneh memang tapi ya begitulah kepercayaan yang ada di sana.
Selama berkunjung ke Londa, voyagers hanya bisa berkeliling di makam yang berada di tingkat paling bawah atau paling rendah. Meskipun begitu, dari luar goa voyagers tetap bisa melihat lokasi dari makam yang ada di tingakatan lebih atas namun tidak bisa untuk masuk ke sana. Selain karena makam yang berada di tingkat kedua dan ketiga tempatnya sangat tinggi, tangga yang digunakan untuk ke tingkatan tersebut sudah mulai lapuk. Tangga tersebut baru akan diperbarui kembali ketika ada golongan bangsawan yang meninggal dan harus dimakamkan di tingkatan tersebut.
Voyagers juga mungkin bingung melihat peti-peti jenazah yang sudah puluhan atau ratusan tahun berada di sana kok masih terlihat kokoh dan kuat. Itu bisa terjadi karena keluarga dari pihak yang meninggal tersebut telah mengganti peti yang lama dengan peti yang baru. Nah, ternyata untuk mengganti peti yang lama dengan peti yang baru itu tidak hanya dilakukan begitu saja lho voyagers, mereka harus melakukan upacara adat terlebih dahulu dimana upacara tersebut bisa memakan biaya yang tidak sedikit. Ingat ya ini ritual ganti peti jenazah, bukan ganti baju jenazah atau yang biasa disebut Ma’nene seperti yang ada di Baruppu.
Goa tempat peti-peti jenazah diletakkan itu cukup gelap, jadi kalau voyagers ingin masuk ke dalamnya tanpa menggunakan guide lokal, voyagers hanya perlu membawa senter saja. Tapi saran dari Daily Voyagers sih kalian lebih baik menyewa guide.
Kenapa sewa guide? Pertama, karena guide tersebut membawa petromax sebagai media untuk menerangi voyagers di dalam gua. Kesannya senter memang lebih modern bila dibandingkan dengan petromax tapi nuansa dan sinar yang dikeluarkan petromax ‘lebih horror’ bila dibandingkan dengan cahaya lampu senter. Kedua, dari guide tersebut juga voyagers bisa mendengar banyak cerita seputar situs pekuburan tersebut dan kalau voyagers ada pertanyaan bisa langsung ditanyakan pada guide tersebut. Sayang banget kan kalau sudah berwisata jauh-jauh lalu cuma dapat gambar tapi gak tau cerita-cerita yang ada di tempat tersebut?
Londa lokasinya tidak terlalu jauh dari pusat kota Rantepao, hanya sekitar 7 Km dan dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui Jl. Poros Makale-Rantepao. Cukup dengan menggunakan aplikasi Navigasi yang ada di smartphone voyagers semua, ketikkan Londa sebagai kata kunci pada destinasi maka voyagers akan langsung diarahkan ke lokasi situs pekuburan Londa. Navigasi tersebut sudah terbukti akurat karena Daily Voyagers sudah mencobanya 🙂
Rata-rata pengunjung yang datang per harinya ke Londa bisa mencapai 100 orang. Jumlah tersebut hanya berlaku di hari biasa, karena ketika akhir pekan dan liburan jumlah pengunjungnya bisa mencapai 2-3x lipat. Nah untuk voyagers yang mau berkunjung ke tempat ini, kalian bisa membayar uang masuk sebesar Rp 10.000/orang. Untuk voyagers yang membawa kendaraan tidak perlu khawatir, tempat parkir di objek wisata ini juga cukup luas kok. Oh iya, biaya sewa guide itu Rp 30.000 ya dan saat voyagers selesai membeli tiket masuk, voyagers akan langsung ditawari ingin menggunakan jasa guide atau tidak, jadi gak perlu bingung untuk cari dimana jasa sewa guide-nya.
Sebagai salah satu objek wisata yang terkenal dan populer, bisa dikatakan Londa dikelola dengan cukup baik. Hal tersebut tidak lepas dari kepedulian warga sekitar yang benar-benar menjaga situs warisan budaya ini dan kerja sama yang harmonis dengan pemerintah. Situs bersejarah ini bukan hanya menjadi konsumsi warga lokal saja tetapi sudah banyak warga Internasional yang juga mengakui dan menikmati ‘keangkeran’ tempat ini.
Jaga terus ya warisan budaya ini. Happy Traveling 🙂
The real voyage of discovery consists not in seeking new landscapes, but in having new eyes.
–Marcel Proust