Budget & Travel Itinerary Share Cost Latimojong
Libur Lebaran kemarin, Daily Voyagers bersama beberapa orang teman berkesempatan untuk menjelajah sebagian kecil dari wilayah Sulawesi Selatan yaitu Makassar, Enrekang dan Toraja. Tujuan utama kami kala itu adalah untuk mendaki salah satu gunung dari 7 Summits Indonesia, Gunung Latimojong. Sedangkan tujuan pelengkapnya adalah jalan-jalan sedikit di Makassar dan Toraja setelah selesai melakukan pendakian (Pelengkap ini tidak wajib ya, kalau dapat ya syukur tapi kalau tidak ya tidak apa-apa).
Berikut ini Daily Voyagers bagikan rincian kegiatan yang kami lakukan dan rincian biaya yang kami habiskan pada perjalanan kami yang menghabiskan waktu 6 hari 5 malam:
Rincian Kegiatan
Hari Pertama
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
21:45 WIB - 01:00 WITA | Perjalanan dari CGK menuju UPG |
02:26 - 08:10 | Perjalanan dari Bandara Sultan Hasanuddin menuju Base Camp Lembayung di Baraka, Enrekang. |
08:30 - 12:00 | Sarapan dan belanja keperluan untuk tracking di Pasar Baraka |
12:00 - 14:30 | Perjalanan dari Base Camp Lembayung menuju Desa Latimojong |
14:30 - 16:15 | Makan siang dan istirahat sebentar |
16:15 - 16:30 | Perjalanan ke rumah Ambe Simen untuk bermalam |
16:30 - 24:00 | Acara Bebas |
24:00 | Istirahat |
Perjalanan kami mulai dari Bandara Internasional Soekarno Hatta menuju ke Bandara Sultan Hasanuddin. Waktu penerbangan yang kami pilih saat itu adalah di hari kedua lebaran dan jamnya pun jam paling malam. Kenapa seperti itu? Pertama, agar memberikan kesempatan kepada teman-teman untuk berhari raya terlebih dahulu sebelum berpamitan dan mendapat restu orang tua untuk melakukan pendakian ke Gunung Latimojong (biar gak dibilang anak durhaka). Kedua, agar tiba di Baraka itu pagi hari dan kami bisa memanfaatkan waktu perjalanan Makassar – Baraka untuk tidur (di mobil).
Setibanya di Bandara jam 01:00 WITA, kami pun saling menunggu dan berkoordinasi untuk pendakian nanti. Maklum saja, peserta pendakian kemarin bukan hanya dari Jakarta tetapi ada juga yang dari Surabaya, bahkan ada yang baru bergabung saat di bandara itu. Setelah saling berkenalan dan berbincang seadanya, kamipun bertolak ke Base Camp Lembayung di Baraka, Enrekang dengan menggunakan Elf yang sudah kami sewa sebelumnya. Perjalanan Makassar – Baraka memakan waktu kurang lebih 6 jam. *kemudian hening karena semua tertidur*
Sinar matahari pagi yang masuk ke dalam mobil melalui jendela pun membangunkan kami. Sebelum tiba di Base Camp Lembayung, voyagers akan melewati Pasar Baraka. Nah kalian bisa memanfaatkan moment ini untuk berbelanja kebutuhan selama pendakian seperti sayur, gas, spiritus, obat-obatan & beberapa keperluan lainnya. Tidak beruntungnya kami pada waktu itu adalah kami datang pada saat masih nuansa Lebaran, Pasar Baraka masih tutup dan tidak ada tanda-tanda aktivitas jualan di situ.
Setibanya di Base Camp Lembayung, kami disambut oleh Bapak Dadang. Ternyata Pak Dadang ini menjadikan rumahnya sebagai sekretariat bagi Kelompok Pecinta Alam Lembayung. Pak Dadang ini memang suka membantu para pendaki yang ingin mendaki Gunung Latimojong. Dari Pak Dadang inilah kami juga mendapatkan kontak dari Jeep yang akan membawa kami dari Baraka ke Desa Karangan, Desa Terakhir sebelum melakukan pendakian. Pak Dadang ini orangnya baik banget, dia membuka rumahnya lebar-lebar untuk kami. Bahkan dia sempat bertanya, “Apa lagi logistik yang kurang? biar nanti kami coba belikan”. Di rumah Pak Dadang ini pula kami meninggalkan barang bawaan kami yang tidak perlu untuk kami ambil lagi nanti pasca melakukan pendakian.
Sembari menunggu Jeep yang kami sewa datang, kami berkeliling Desa Baraka dengan harapan bisa sarapan dan mencari beberapa barang bawaan yang tidak bisa kami beli di Pasar Baraka. (Lagi-lagi) karena masih dalam suasana Lebaran, tidak ada warung makan yang buka dan seandainya buka pun pasti agak siang. Setelah berjalan beberapa menit, alhamdulilah akhirnya ada warung makan yang buka dan ada warung juga di dekat rumah makan tersebut.
Setelah kami kembali dari sarapan, Jeep pun sudah datang. Semua carrier segera diangkat dan ditata di depan kap mobil dan dibagian atap mobil. Coba saja ayangkan kami ber-15 ditambah 1 driver dan 1 navigator harus berada dalam Jeep tersebut. Setelah pamit kepada Pak Dadang, kamipun berangkat menuju Karangan. Perjalanan yang memakan waktu 3 jam itu jalannya hanya bagus di bagian awal saja, memasuki bagian akhir maka jalan akan bergelombang dan berkelok-kelok. Kita benar-benar membelah gunung.
Setibanya di Desa Latimojong, semua Carrier kami turunkan dan kami pun memutuskan untuk makan siang di warung tempat dimana kami tepat diturunkan. Puas makan siang, kami beristirahat sejenak untuk menurunkan nasi dan lauk yang masih sedikit tertinggal di kerongkongan agar semua masuk ke dalam usus ini dan diolah dengan baik di bagian tersebut. Setelah sudah dirasa kuat untuk berjalan, kami pun membawa carrier kami masing-masing ke rumah Ambe Simen, salah satu rumah yang ada di Karangan. Di rumah Ambe Simen inilah kami bermalam sebelum melanjutkan pendakian kami keesokan harinya.
Hari Kedua
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
06:00 - 07:30 | Bangun Pagi, Sarapan dan kemudian siap-siap untuk memulai pendakian |
07:50 - 09:30 | Perjalanan dari rumah Ambe Simen menuju Pos 1 |
10:00 - 12:00 | Perjalanan dari Pos 1 menuju Pos 2 |
12:00 - 14:00 | Istirahat di Pos2 dan makan siang |
14:00 - 14:55 | Perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 3 |
14:55 - 16:00 | Perjalanan dari Pos 3 menuju ke Pos 4 |
16:00 - 18:00 | Perjalanan dari Pos 4 ke Pos 5 |
18:00 - 18:30 | Tiba di Pos 5, Bangun tenda dan rapi-rapi barang |
18:30 - 20:00 | Makan Malam |
20:00 | Acara Bebas dan Istirahat |
Bangun pagi, tidak pakai mandi namun yang pasti perut tidak akan lupa untuk diisi. Sarapan pagi itu disediakan oleh istri Ambe Simen *terima kasih ibu*. Usai makan, kami pun berpamitan. Carrier yang sudah kami atur rapi lalu kami angkat dan kami lekatkan di pundak kami masing-masing. Pendakian Latimojong yang sebenarnya pun kami mulai.
Dari rumah Ambe Simen sampai ke pos 1 kami lalui dengan tidak ada halangan yang begitu berarti karena jalur yang kami lewati masih merupakan jalur yang biasa dilalui warga untuk berkebun. Selanjutnya perjalanan ke pos 2, di pos 2 kami ini memutuskan untuk masak dan makan siang. Salah satu faktor yang membuat kami memutuskan masak di tempat ini adalah karena pertu yang sudah lapar, tempatnya yang nyaman (terlindung dari hujan) dan dekat dengan sumber air.
Selesai makan siang, kami kembali rapi -rapi dan bergegas menuju pos 3. Pos 2 menuju pos 3 merupakan rute terpendek dari sekian banyak rute yang ada, namun rute ini juga merupakan rute yang paling terjal. Perjalanan dari satu pos ke pos di Gunung Latimojong ini benar-benar menguras tenaga karena tidak ada “bonus” alias jalur datarnya. Pos 3 ke pos 4 pun bisa kami lalui. Saat hari sudah memasuki malam, kami sudah berhasil tiba di pos 5 dan membangun tenda. Malam itu pun berakhir dengan malan malam yang dilanjutkan dengan istirahat cepat karena keesokan harinya kami harus berangkat pagi-pagi benar.
Hari Ketiga
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
02:45 - 03:00 | Bangun pagi kemudian siap-siap untuk summit |
03:00 - 04:30 | Perjalanan dari Pos 5 menuju Pos 6 |
04:30 - 07:00 | Perjalanan dari Pos 6 menuju pos 7 |
07:30 - 09:00 | Perjalanan dari Pos 7 menuju Puncak Rante Mario |
11:00 - 12:00 | Perjalanan kembali dari Puncak Rante Mario menuju Pos 7 |
12:00 - 14:00 | Perjalanan dari Pos 7 menuju Pos 6 |
14:00 - 15:00 | Perjalanan dari Pos 6 menuju Pos 5 |
15:00 - 17:00 | Istirahat |
17:00 - 20:00 | Masak dan dilanjutkan dengan makan malam |
20:00 | Acara Bebas dan Istirahat |
Jam 02:45 WITA kami sudah harus bangun karena jam 03:00 WITA kami sudah harus berangkat untuk menuju Puncak Rante Mario. Pertimbangan kami berangkat pagi sekali saat itu karena kemungkinan besar kami akan tiba di puncak dalam 7 jam. Jadi kalau berangkat lebih siang maka yang kami takutkan adalah kondisi yang terlalu panas di Puncak. Tidak banyak yang bisa dilihat dari pos 5 menuju pos 6 karena kondisinya yang memang masih sangat gelap. Dari Pos 6 ke Pos 7 kami mulai melihat hutan lumut. Hutan lumut ini terbentuk karena memang suhu yang cukup rendah di sini dan sinar matahari jarang sampai ke tempat ini.
Pos 7 merupakan salah satu pos yang bisa digunakan untuk membuka tenda, hanya saja luasnya tidak sebesar yang ada di pos 5. Saat kami tiba, ada cukup banyak pendaki yang “bermukim” di pos 7 ini. Setibanya di Pos 7, kami menyangka kalau kami sudah akan tiba di puncak dalam waktu maksimal 15 menit, namun kenyataannya lain. Berkali-kali kami harus “dibohongi” oleh jalur ini dan juga para pendaki yang selalu mencoba menyemangati dengan kalimat “Ayo mas/mbak, tinggal sedikit lagi”. Dari Pos 7 sampai ke puncak Rante Mario ternyata membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam.
Langkah kaki pun semakin semangat setelah kami melihat sebuah batu berbentuk balok panjang yang berdiri vertikal. Itulah penanda yang dibuat untuk menunjukkan puncak tertinggi dari Gunung Latimojong. Setibanya di puncak, segala lelah pun hilang seketika. Bersyukurnya kami saat itu karena cuaca cerah yang Tuhan berikan dari mulai Rumah Ambe Simen hingga tiba di Puncak Rante Mario. Padahal menurut warga sekitar, Gunung Latimojong adalah salah satu gunung yang hampir setiap harinya hujan. Kami memang benar-benar beruntung saat itu.
Langit biru dan awan putih berpadu indah sebagai latar dari foto-foto yang kami ambil di Puncak Rante Mario itu. Setelah puas berfoto dan bersyukur, kam pun kembali turun. Proses turun ini lebih cepat, kira-kira setengah kali dari waktu kami berangkat. Setibanya di Pos 5, rombongan pun terbagi 2, Rombongan yang tetap stay dan rombongan yang mau langsung turun kembali. Daily Voyagers ikut dengan 5 orang lainnya dalam rombongan yang tetap stay karena ingin menikmati keindahan malam di Gunung Latimojong sekali lagi (alasan sebenarnya sih karena lutut yang sudah gemetar saat tiba di pos 5 sehingga tidak kuat lagi kalau harus dipaksa langsung turun). 6 orang yang tergabung dalam rombongan yang ingin turun pun berpamitan, kami pun langsung beristirahat sejenak.
Kurang lebih pukul 17:00 WITA kami pun bangun dan bergegas masak untuk makan malam. Malam cukup cerah saat itu sehingga kami (rombongan stay) bisa makan malam dengan cukup makan. Seperti manusia pada umumnya, sehabis makan kami kekenyangan dan kantuk kembali datang menyerang. Beres mencucui nesting dan piring yang kami gunakan, kami lanjut tidur di tenda kami masing-masing.
Hari Keempat
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
07:00 - 09:00 | Bangun Pagi, Masak dan kemudian sarapan |
09:10 - 10:00 | Gulung Tenda, Packing dan persiapan untuk turun. |
10:00 - 12:00 | Perjalanan dari Pos 5 menuju Pos 4 |
12:00 - 13:00 | Perjalanan dari Pos 4 menuju Pos 3 |
13:00 - 14:00 | Perjalanan dari Pos 3 menuju Pos 2 |
14:00 - 14:30 | Istirahat di Pos 2 |
14:30 - 16:00 | Perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 1 |
16:00 - 17:00 | Perjalanan dari Pos 1 kembali ke rumah Ambe Simen |
17:00 - 19:00 | Mandi, Makan Malam dan rapi-rapi barang |
19:00 - 24:00 | Acara bebas kemudian istirahat |
Kami bangun agak siang pada hari keempat ini karena kami mengira perjalanan akan lebih cepat dan lebih santai. Setelah sarapan dan packing, kami pun bergegas turun untuk menuju ke Rumah Ambe Simen untuk menemui beberapa teman kami yang sudah tiba lebih dulu. Waktu perjalanan yang seharusnya lebih cepat berubah menjadi sama saja karena hujan yang menyertai kami sepajanjang perjalanan. Kami harus berjalan ekstra hati-hati agar tidak tergelincir karena kini jalur yang kami lalui berubah dari terjal menjadi curam.
Dari Pos 5 menuju ke Pos 1, kami berhenti sejenak di Pos 2 untuk menikmati aliran air sungai dan berhenti di Pos 1 untuk makan siang. Di Pos 3 itu ada signal telepon, salah seorang dari kami sempat menelpon pihak Ambe Simen untuk menanyakan status teman-teman kami yang sudah sampai, menelpon pihak Jeep untuk menananyakan apakah Jeep-nya sudah siap menjemput atau belum dan juga minta untuk dijemput oleh pihak Ambe Simen karena ada 2 orang dari kami yang sudah cukup kelelahan.
Setelah berjalan turun sedikit dari Pos 1, benar saja ada salah seorang Anak Ambe Simen yang menjemput kami dengan motornya yang sudah dimodifikasi agar kuat melewati jalur ini. Jasa ojeg Latimojong ini dipatok dengan harga Rp 50.000 sekali jalan. Sensasinya luar biasa menuruni gunung dengan ojeg ini, dibutuhkan keahlian yang tinggi karena salah sedikit saja maka bisa-bisa kami terjun bebas ke jurang yang ada di kiri atau kanan kami.
Sesampainya kami semua di Ambe Simen, kami bergegas untuk kembali pulang ke Baraka dengan menggunakan Jeep sewaan kami. Namun sepertinya ada keslahan komunikasi antara kami dan pihak jeep sehingga jeep tersebut tidak menjemput kami malam itu. Kami sudah berusaha menelpon namun tidak ada jawaban. Karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk turun ke Baraka, kami menginap 1 malam lagi di rumah Ambe Simen. Kami harus menunda keberangkatan hingga esok pagi.
Salah satu bukti kalau kamu udah berhasil tiba di Gunung Latimojong adalah kamu mempunyai gelang atau cincin dari rotan yang terpasang di pergelangan atau jarimu. Gelang atau cincin rotan ini bisa kamu beli di rumah Ambe Simen. Yang seru adalah gelang atau cincin rotan ini langsung dianyam di tangan kamu. Salah satu anak Ambe Simen yang bernama Gunawan sangat mahir menganyam rotan ini.
Setelah mendapatkan gelang rotan tersebut, kami lanjut sebentar untuk ngobrol-ngobrol seputar pengalaman pendakian kami kepada Ambe Simen. Tak lama setelah itu, mata kami perlahan mulai mengantuk dan kami pun bersiap-siap untuk tidur.
Hari Kelima
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
07:00 - 09:00 | Bangun Pagi, Masak dan kemudian sarapan |
09:00 - 12:00 | Perjalanan dari Desa Latimojong kembali ke Base Camp Lembayung, Baraka. |
13:00 - 15:00 | Perjalanan dari Baraka menuju Toraja |
15:00 - 17:00 | Bermain dan berbelanja di Kete' Kesu |
17:00 - 17:20 | Perjalanan dari Kete' Kesu menuju ke Kota Rantepao |
17:20 - 18:30 | Makan di Warung Muslim Surabaya di sebelah Masjid Raya Rantepao |
18:30 - 19:30 | Sholat kemudian berbelanja Kopi di Salu Sopai |
20:00 - 05:00 | Perjalanan dari Rantepao kembali ke Makassar |
Saat kami terbangun, sarapan sudah kembali tersedia untuk kami. Meskipun hanya menu sederhana, tapi kenikmatannya itu juara. Perut sudah terisi dan kami pun berpamitan kepada Ambe Simen dan keluarga yang sudah sangat baik terhadap kami selama beberapa hari. Kalau ada perjumpaan maka ada juga perpisahan dan jam 09:00 WITA itulah yang menjadi waktu perpisahan kami. Jeep sudah menunggu kami di lapangan Desa Karangan.
Perjalanan kembali ke Baraka memakan waktu 3 jam. Setibanya di Baraka, kami langsung mengambil beberapa barang yang sempat kami titipkan di Rumah Pak Dadang. Kami kembali bergegas, kali ini menuju Toraja, bukan dengan Jeep melainkan dengan Elf yang kami gunakan saat kami menuju ke Baraka dari bandara.
Setibanya di Toraja, waktu sudah menunjukkan pukul 15:00 WITA. Sudah tidak banyak tempat yang bisa kami jelajah sore itu. Kesalahan komunikasi dengan pihak Jeep 1 hari yang lalu memang menyita banyak waktu kami. Seharusnya di hari kelima ini kami bisa berkeliling banyak tempat di Toraja, namun jadinya kami hanya bisa berkunjung ke satu tempat. Kete’ Kesu adalah satu-satunya tempat wisata yang bisa kami kunjungi. Di Kete’ Kesu ini kita bisa melihat banyak Tongkonan (Rumah Adat Toraja) dan beberapa jenis makam yang terletak beberapa meter di belakang Tongkonan-tongkonan tersebut.
Selesai bermain di Kete’ Kesu, kami tidak langsung kembali ke Makassar. Kami mampir sebentar ke Rantepao, Ibu kota dari Kabupaten Toraja Utara. Di sana kami mampir ke Masjid Raya Rantepao. Tujuan pertamanya adalah untuk Sholat Maghrib dan kemudian dilanjutkan makan malam di Rumah Makan Muslim yang terletak di sebelah Masjid Raya. Maklum saja, tidak banyak rumah makan halal di Toraja.
Usai makan, kami menyempatkan diri untuk mampir ke Toko Kopi Salu Sopai. Letaknya ada di belakang Pasar Rantepao, tidak begitu jauh dari Masjid Raya Rantepao. Belum lengkap rasanya kalau berkunjung ke Toraja tapi tidak membawa Kopi Toraja sebagai buah tangan. Belanja kopi itu menjadi aktivitas terakhir kami malam itu, selanjutnya kami tertidur di sepanjang perjalanan kami kembali ke Makassar dari kota Rantepao.
Hari Keenam
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
05:00 | Tiba di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar |
05:00 - 06:30 | Nganggur di Bandara |
06:30 - 07:00 | Perjalanan dari Bandara menuju Coto Nusantara |
07:00 - 08:00 | Sarapan |
08:00 - 08:15 | Jalan kaki dari Coto Nusantara ke Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) |
08:15 - 11:00 | Main-main di Fort Rotterdam |
11:00 - 11:15 | Perjalanan dari Fort Rotterdam menuju Kios Megaria |
11:15 - 12:15 | Santap siang di Kios Megaria |
12:15 - 12:30 | Perjalanan dari Kios Megaria ke Pantai Losari |
12:30 - 13:00 | Main-main di Pantai Losari |
13:00 - 13:10 | Jalan kaki dari Pantai Losari ke Sentra oleh-oleh di Jalan Somba Opu |
13:10 - 14:00 | Belanja Oleh -Oleh |
14:00 - 14:10 | Makan Es Putar Shandi di Jalan Somba Opu |
14:10 - 14:40 | Perjalanan kembali ke Bandara |
14:40 - 15:00 | Tiba di Bandara kemudian Mandi |
15:00 - 17:00 | menunggu pesawat dan Adios Sulawesi Selatan |
Jam 5:00 WITA kami tiba di Bandara Sultan Hasanuddin setelah menempuh perjalanan darat kurang lebih 9 jam. Itulah akhir dari perjalanan pendakian Gunung Latimojong dan kunjungan singkat ke Toraja. Sharecost sudah resmi berakhir di sini. Para peserta yang tergabung di grup ini sudah bisa berjalan sendiri-sendiri sekarang.
Daily Voyagers bersama 3 orang lainnya memutuskan untuk tetap pergi bersama. Tujuan kami adalah wisata Kuliner dan belanja oleh-oleh di Makassar. Seperti kita tahu di Makassar itu banyak sekali makanan yang enak-enak seperti Es Pisang Ijo, Pisang Epe, Coto, Palubutung, Es Putar, Kacang Disko, Palu Basa, baje Canggoreng, Jalangkote dan hidangan- hidangan lainnya. Namun bayang-bayang makanan tersebut harus tetap tertahan dalam pikiran selama kurang lebih satu setengah jam sebelum akhirnya kami berangkat.
Tujuan pertama kami setelah waktu menunjukkan 06.30 WITA adalah Coto Makassar Nusantara yang ada di Jl. Nusantara. Dari bandara kami menggunakan jasa salah satu taksi online yang kami pesan lewat aplikasi. Menurut penuturan beberapa orang, Coto Nusantara ini merupakan Coto paling laris di Makassar. Hal tersebut ternyata bukan omong kosong, ketika kami tiba di sana jam 07:00 WITA, tempat tersebut sudah ramai dikerubungi pembeli. Kami mendapat meja yang berada di lantai 2.
Cukup kenyang dan cukup puas setelah menyantap Coto Daging, kami pun pergi menuju Benteng Ujung Pandang atau yang lebih dikenal dengan nama Fort Rotterdam. Jaraknya kurang lebih hanya 10 menit dengan berjalan kaki. Di benteng yang dibangun oleh kerajaan Gowa inilah kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk berkeliling benteng, mengunjungi museum dan beristirahat di bawah pohon yang cukup rindang. Karena tujuan utama kami untuk wisata kuliner, maka momen di Fort Rotterdam ini kami gunakan untuk menetralkan isi perut kami yang cukup kenyang oleh Coto tadi.
Dari Fort Rotterdam kami beranjak menuju Kios Megaria yang ada di Jl. Gunung Latimojong. Jaraknya yang nanggung antara jauh dan tidak terlalu jauh membuat kami (lagi-lagi) menggunakan jasa taksi online. Ada apa sih di Kios Megaria? di tempat ini kami ingin menyantap Es Pisang Ijo. Menurut kabar burung yang berkembang, Es Pisang Ijo di tempat inilah yang paling maknyus.
Saat kami ingin melangkah keluar dari Kios Megaria, kami melihat ada Jalangkote. Kami pun tidak jadi pergi dan kembali duduk. Kalau di Pulau Jawa, Jalangkote ini kita kenal dengan nama Pastel. Yang membedakan Jalangkote dengan Pastel adalah kulitnya dan bumbunya. Kalau Pastel kulitnya lebih tebal dan biasa disantap dengan cabe rawit, sedangkan Jalangkote kulitnya lebih tipis dan biasa disantap dengan sambal cair campuran cuka dan cabai.
Dari Kios Megaria, kami berniat untuk membeli oleh-oleh di Somba Opu. Namun karena letak Somba Opu dan Pantai Losari itu sangat dekat, akhirnya kami memutuskan untuk ke Pantai Losari terlebih dahulu. Makanan yang masuk di Kios Megaria membuat kami kekenyangan dan sulit berjalan, alhasil kami menggunakan jasa taksi online (lagi) untuk menuju Pantai Losari. Tidak banyak hal yang kami lakukan di Pantai Losari selain berfoto dengan Landmark pantai ini yaitu tulisan “Pantai Losari ” dan tulisan warna-warni “City of Makassar”.
Dari tempat “City of Makassar”, kami kembali berjalan kaki menuju Jl. Somba Opu. Sepanjang jalan ini merupakan pusat oleh-oleh, kalian bisa pilih toko yang pas buat kalian. Oleh-oleh favorit dari Makassar adalah Minyak Tawon dan Kacang Disko. Sedangkan untuk minuman voyagers bisa mencoba untuk membeli Sari Buah Markisa.
Oleh-oleh sudah aman, sekarang waktunya kembali ke bandara. Sebelum kami memesan kembali taksi online untuk mengantar kami ke bandara, kami melihat ada seorang penjual es putar. Kami pun menghampiri dan mencoba es putar ini, Es Putar Shandy namanya. Es putar ini enak banget dan kalian wajib coba kalau mampir ke Jl. Somba Opu ini. Semua bahannya alami dan diracik sendiri oleh sepasang suami istri.
Perjalanan kami ke bandara ditemani dengan dinginnya dan lezatnya Es Putar Shandi. Setibanya di bandara, kami sadar kalau kami belum mandi sejak kemarin. Maka sebelum naik ke pesawat, kami menyempatkan diri untuk mandi di shower room yang sudah disediakan oleh pihak bandara. Shower Room ini GRATIS lho.
Mandi di bandara adalah aktivitas terakhir kami di Tanah Sulsel. Kami menaiki pesawat dengan perasaan senang karena bisa menjelajah tanah yang kaya akan alam dan budaya-nya ini. Terima kasih Sulsel, terima kasih Makassar, terima kasih Toraja, terima kasih Enrekang dan terima kasih Latimojong.
Rincian Biaya
Dari banyaknya aktivitas yang dilakukan di atas, berikut ini adalah rincian biaya dari kegiatan-kegiatan tersebut:
Keterangan:
- Rincian biaya di atas belum termasuk tiket pesawat pp dari dan ke kota asal.
- Rincian biaya di atas tidak termasuk sarapan saat tiba di Baraka, makan saat tiba di Dusun Karangan, makan selama di Toraja, belanja oleh-oleh dan biaya foya-foya lainnya.
- Rincian biaya di atas hanya hari 1-5, tidak termasuk hari ke 6.
- Logistik adalah keperluan untuk bersama yang dibeli bersama-sama.
- 11 orang adalah peserta yang ikut dari Bandara Sultan Hasanuddin sampai berpisah kembali di Bandara Sultan Hasanuddin
- 1 orang adalah peserta yang hanya ikut dari Bandara Sultan Hasanuddin, melakukan pendakian sampai turun kembali di Rumah Ambe Simen.
- 3 orang adalah peserta yang hanya ikut dari Bandara Sultan Hasanuddin sampai berangkat ke Dusun Karangan dengan menggunakan Jeep.
- Sisa biaya hanya dibagi kepada 11 peserta yang mengikuti perjalanan dari bandara sampai kembali lagi ke bandara.
- Harga sewa jeep tersebut adalah harga sewa untuk PP (Baraka →Karangan→Baraka).
- Rincian biaya sewa elf adalah sebagai berikut:
Saran
- Untuk mengurangi miss communication yang terjadi saat penjemputan dari Dusun Karangan menuju Baraka dengan pihak Jeep (seperti yang kami alami), voyagers bisa menelpon pihak Jeep untuk mengkonfirmasi jam berapa kira2 akan dijemput. Beberapa pos yang terdapat signal telepon diantaranya adalah Pos 3, Pos 1 dan rumah Ambe Simen.
- Agar voyagers memiliki lebih banyak waktu di Toraja dan atau Makassar, kalian bisa sedikit memodifikasi Itinerary yang kami punya. Seperti misalnya voyagers bisa langsung turun ke rumah Ambe Simen di hari ketiga sehingga pada pagi hari (hari keempat) voyagers bisa langsung turun ke Baraka untuk bertolak ke Toraja.
Kalau hal tersebut masih dianggap terburu-buru, voyagers bisa turun di hari keempat dan dijemput di hari itu juga oleh jeep ke Baraka sehingga keesokan harinya (hari kelima) voyagers bisa berangkat pagi-pagi benar dari Baraka ke Toraja. - Waktu yang paling pas menurut Daily Voyagers untuk menikmati pendakian ini adalah 3 hari 2 malam. 2 hari 1 malam pun sebenarnya bisa, namun menurut Daily Voyagers hal tersebut terlalu cepat.
- Apabila ada kekurangan suatu hal seperti mau cari barengan untuk Jeep ke Baraka karena rombongan kalian hanya 3 orang, ingin beli kompor karena lupa membawanya atau beberapa masalah lain seputar pendakian, voyagers bisa berkoordinasi dengan Pak Dadang untuk melengkapi kekurangan tersebut. Biasanya beliau punya solusi untuk beberapa masalah tersebut.
- Voyagers juga bisa menggunakan base camp Lembayung (rumah Pak Dadang) sebagai tempat untuk bermalam atau sekedar untuk beristirahat selama di Baraka.
- Apabila voyagers membutuhkan porter atau penunjuk jalan untuk melakukan pendakian di Gunung Latimojong, voyagers bisa langsung meminta kepada Ambe Simen. Kalau Ambe Simen tidak sedang membawa orang, biasanya dia yang akan langsung mengantar. Namun kalau dia sedang sibuk, masih ada anak-anaknya yang bisa membawa kalian. Untuk biaya, silahkan didiskusikan langsung dengan Ambe Simen.
- Silahkan bertanya kepada warga Dusun Karangan dimana letak rumah Ambe Simen apabila voyagers belum tau lokasi rumahnya saat tiba di Dusun Karangan.
- Saat berjalan-jalan di Makassar, lebih baik menggunakan jasa taksi online dibanding sewa mobil. Meskipun jaraknya dekat dan biayanya hanya kecil (misal Rp 9.000 sekali jalan), order kita akan tetap diambil oleh mereka.
Kontak
- Pak Dadang (Base Camp Lembayung) →081354976976
- Sewa Elf →082332933272
- Bapak Ira Jeep Latimojong→085394710092
- Bapak Iwan Jeep Latimojong→082194186773
Terima Kasih
I believe that the greatest gift you can give your family and the world is a healthy you.— Joyce Meyer