Pengalaman Tak Terlupakan Menjadi Orang Takpala
Usai berbincang cukup lama mengenai Desa Adat Takpala yang sangat tradisional dan masih benar-benar menjaga keasliannya ini, Pak Martin, penjaga Desa Adat Takpala, lantas meminta saya, Billy, Monika, dan Chris, untuk berjalan ke salah satu sisi rumah yang berbatasan langsung dengan tembok batu. Di ruang sempit antara rumah dan tembok batu inilah nantinya kami akan berubah menjadi orang yang berbeda, orang Jakarta tapi rasa orang Takpala. Ada kebanggaan tersendiri ketika bisa diterima di suatu tempat dan menjadi bagian dari tempat tersebut. (Kisah sebelumnya mengenai Desa Takpala bisa dibaca DI SINI)
Dengan langkah pelan, dari sisi yang berlawanan dari tempat kami berdiri, seorang mama terlihat membawakan beberapa kain tenun adat beserta asesoris lainnya dalam sebuah kotak kayu. Perlengkapan itulah yang nantinya akan kami kenakan di badan kami. Bayangan akan kegagahan ketika memakai kain adat dan berdandan ala orang Takpala pun langsung langsung terbayang. Rasanya ingin cepat-cepat proses make over ini selesai.
“Lepas semua yang ada di badan kalian. Tinggalkan hanya celana dalam saja.” Perintah Pak Martin tegas dengan suaranya yang lantang kepada saya, Chris dan Billy. Sebagai korban pertama, Chris pun langsung menuruti apa yang Pak Martin minta. Saya dan Billy waktu itu bertugas sebagai seksi dokumentasi. Kan sayang banget kalau proses pemasangan kain ini tidak didokumentasikan.
Pak Martin lalu mengambil selembar kain berwarna hitam yang disebut dengan Noang dan meletakkannya di pundak kanan Chris yang sedang memasuki proses setengah telanjang. Penuh keterampilan, kain tersebut dibagi sama panjang dan kemudian dibiarkan menjuntai dari bahu kanan. Selanjutnya kain itu dibentuk sedemikian rupa agar menutupi badan. Untuk membuat kain tersebut kokoh dan tidak copot selama digunakan, sebuah sabuk dari kulit kayu dipasangkan di pinggang Chris.
Di belakang Chris, Monik pun juga tak kalah sibuk diubah penampilannya oleh mama yang tadi membawa perlengkapan kami. Karena wanita, proses melepas bajunya dilakukan di dalam sarung besar yang dipegang dan diawasi langsung oleh sang mama, bukan di toilet atau kamar ganti.
Usai membuka bajunya, Monik pun diminta untuk mengikat kain tentun hitam yang disebut keng dari dadanya dan membiarkan kain tersebut menggantung hingga kakinya. Proses pemasangan kain selanjutnya, agar sesuai dan terlihat seperti wanita Takpala, dilanjutkan oleh sang mama. Dengan cekatan, ia membebat badan monik dengan kain tenun dan menyilangkannya di bagian dada. Proses akhirnya pun hampir sama, yaitu memasangkan sabuk dari kulit kayu yang disebut dengan Fok. Hanya saja untuk wanita, sabuknya lebih kecil dan dipasang tepat di bawah dada.
Atribut Pria Takpala
Setelah kain terpasang dengan rapi di badan, tahapan selanjutnya adalah pemasangan asesoris pelengkap guna membuat tampilan lebih sempurna. Untuk laki-laki, asesoris pertama yang dipasang adalah ikat kepala dari kain tenun. Kain tersebut dililitkan dan diikat di kepala bagian belakang. Jika sudah, mahkota dari bulu ayam yang berbentuk seperti trisula akan dipasangkan di kepala yang sudah terpasang ikat kepala.
Bulu ayam pada mahkota laki-laki ini dikenal dengan nama Kiti-kiti, yang melambangkan kejantanan laki-laki. Rupanya, banyaknya cabang bulu ayam pada mahkota itu menentukan peran yang dimainkan oleh laki-laki dalam sebuah peperangan. Sayangnya, saya tidak tahu secara detil peran apa saja yang ada ketika berperang dan disimbolkan dengan berapa banyak cabang peran-peran tersebut. Tapi yang pasti, laki-laki Takpala memang terlihat gagah usai menggunakan kiti-kiti ini.
Berikutnya, Chris diminta mengambil senjata yang dulunya digunakan untuk berperang, seperti parang dan anak panah. Kedua senjata tersebut lalu diselipkan pada ikat pinggang kayu yang sudah terpasang di badan. Ada yang menarik dari anak panah yang digunakan oleh orang Takpala.
Pertama, bahan yang digunakan untuk anak panah tersebut adalah besi. Serunya lagi, bagian mata anak panah ini bentuknya tidak biasa. Ujungnya dibuat pahatan bergerigi, dengan tujuan ketika anak panah itu tertancap di tubuh lawan, maka anak panah tersebut akan sulit untuk dicabut. Seandainya bisa tercabut pun, minimal daging-daging di dalamnya akan terkoyak sebagai akibat dari gerigi tajam yang ada pada mata anak panah. Bisa membayangkannya?
Atribut berikutnya adalah perisai dari kulit kerbau. Perisai ini konon katanya mampu menahan peluru lho. Dan cara memasangnya adalah dengan menyilangkan di punggung. Terakhir, penggunaan kalung dari kulit kerang semakin menambah kegagahan Chris sebagai orang Takpala.
Atribut Wanita Takpala
Atribut pada wanita Takpala sedikit lebih simple dari yang pria. Di bagian bawah, lebih tepatnya pada pergelangan kaki, dipasangkan gelang kaki dari kuningan yang biasa disebut Lasing. Gelang kaki ini ada banyak, sehingga ketika Monika berjalan, akan terdengar bunyi gemerincing akibat gelang kaki yang bergoyang dan saling beradu. Tak mau kalah dengan bagian kaki, pergelangan tangan Monika pun dihias dengan gelang hasil keterampilan warga di sini.
Di bagian kepala, dipasangkan juga semacam mahkota dari kulit bambu sebagai pemanis. Atribut terakhir guna membuat Monika berubah menjadi nona Takpala adalah penggunaan tas kecil dari bambu bernama Fulak. Tas kecil ini umumnya digunakan untuk meletakkan sirih dan pinang. Kalian tahu sendiri kan kalau sirih pinang itu makanan wajib bagi orang NTT. Fulak menjadi atribut yang ada, tidak hanya pada wanita, tapi juga pria Takpala.
100% Menjadi Orang Takpala
Kain sudah terpasang di badan dengan rapi. Atribut lainnya juga sudah menempel pada tempatnya masing-masing. Chris dan Monik pun sudah resmi menjadi orang Takpala. Tak ingin ketinggalan, saya dan Billy pun segera meminta untuk diubah juga. Tak butuh waktu lama bagi Pak Martin untuk mengubah saya dan Billy. Dalam waktu kurang dari 10 menit, sentuhan tangannya yang cekatan sudah mampu membuat saya dan Billy berubah seperti Chris.
Momen selanjutnya pun kami gunakan untuk mencoba berjalan mengelilingi area kecil di Desa Takpala. Bajunya nyaman banget, buat bergerak pun sangat mudah. Dengan bantuan Pak Martin, kami pun mengabadikan momen seru sebagai orang Takpala ini. Puas rasanya bisa menjadi orang Takpala.
Tak sia-sia penyusunan rencana perjalanan ke Alor yang saya lakukan selama 6 bulan. Akhirnya, kesampaian juga mimpi saya untuk berkunjung ke Desa Takpala ini. Bukan hanya berkunjung, bahkan saya berkesempatan menjadi orang Takpala dengan baju adat kebanggaan mereka.
Terima kasih Alor. Terima kasih Desa Takpala.
Tambahan
- Biaya untuk mengenakan pakaian dan atribut orang Takpala ini adalah Rp 350.000. Rincian lengkap mengenai biaya perjalanan saya selama di Alor bisa dibaca DI SINI.
Belief that your tribe is good and other tribes are evil is what everyone thought for most of human history.
–Ben Domenech