Trail Run Perdana: Sentul – Desa Cisadon
Hari belum terang, matahari juga belum bersinar garang, suara ayam berkokok pun belum terdengar lantang, tapi rombongan pemuda yang haus akan adrenalin sudah berkumpul dan siap untuk berpetualang. Tepat jam 05:00 WIB di hari minggu yang cerah, 13 pemuda sudah berkumpul dan membagi diri ke dalam 3 mobil. Dari daerah Alam Sutera, mereka bertolak langsung ke arah Sentul. Kekuatan fisik mereka, terutama kaki, akan diuji untuk berlari dari daerah Sentul ke Desa Cisadon yang berlokasi di Karang Tengah, Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat.
Ada banyak alasan yang membuat kami berangkat pagi-pagi sekali menuju Sentul dari Tangerang dan alasan itu berkaitan satu dengan lainnya. Alasan pertama adalah jarak Tangerang-Sentul yang tak bisa dibilang dekat. Bila berangkat terlalu siang, jalan tol yang katanya bebas hambatan pun tak lagi bisa dipercaya.
Jika sudah terjebak kemacetan yang laknat, waktu lari akan semakin siang dan tenaga yang diperlukan untuk melawan sang surya akan semakin besar. Belum lagi kalau sudah agak siang, kami (para pelari) harus berbagi rute dengan para pengendara motor trail, yang suara knalpotnya berisik dan laganya seperti penguasa jalanan. Demi menghindari hal-hal itulah, kami sepakat untuk berangkat pagi sekali.
Setibanya di area parkir yang tak terlalu luas di daerah Sentul , usai menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, kami pun mempersiapkan diri kami masing-masing. Pakaian dan sepatu yang nyaman, vest dan botol air sebagai salah satu bentuk pengamanan, smart watch yang terikat rapi di pergelangan tangan, semua kami persiapkan. Tak lupa kami juga melakukan pemanasan, agar badan ini siap menghadapi keekstreman jalan.
- Baca Juga: One Day Trip ke Gunung Batu
Oh ya, kegiatan yang akan kami lakukan di sini disebut dengan trail run. Tidak seperti lari yang biasa di lakukan di jalan beraspal, trail run merupakan sebuah olahraga lari dengan hutan, gunung atau bukit sebagai medannya. Umumnya jalurnya adalah tanah dan batu dengan tingkat kecuraman yang bervariasi.
Lokasi Parkir – Rumah Pohon
Rute dari lokasi kami memarkirkan kendaraan menuju Desa Cisadon kurang lebih 7,5 km jaraknya. Jadi kalau bolak-balik, panjang jalur yang harus kami lalui adalah 15 km. Perjalanan 15 km itu dimulai dengan rute yang langsung menanjak. Sudut elevasinya kurang lebih berkisar antara 30º-70º.
Kondisi jalan pun masih cukup nyaman untuk dilalui kendaraan bermotor. Batu-batu tersusun cukup rapi untuk memanjakan roda-roda sepeda motor yang melaluinya, meskipun tidak teraspal. Pepohonan pun menjadi teman setia di kiri dan kanan jalan.
Namun jalur awal ini adalah jalur yang mungkin paling berat. Tanjakan terpanjang ada di rute ini. Kalau kalian bisa melewati jalur ini, jalur sisanya akan lebih mudah. Penderitaan kalian baru akan berakhir saat menemukan sebuah rumah pohon di sisi kanan jalan. Rumah pohon tersebut adalah check point pertama.
Dari rumah pohon itu, kalian bisa melihat pemandangan hijau yang memberikan ketenangan. Sentul yang berada di bawah sana terlihat sedikit dari rumah pohon ini, yang memang lokasinya sudah mulai naik ke atas bukit. Kalian bisa menggunakan rumah ini untuk beristirahat sejenak.
Rumah Pohon – Pohon Jomlo
Usai dirasa cukup istirahatnya, kami pun melanjutkan lari kembali. Kali ini jalurnya adalah tanah dengan sedikit batu yang tak merata. Masih menanjakkah jalurnya? Tentu saja. Hanya saja kali ini cukup banyak bonusnya (dibaca: jalan yang rata atau menurun).
Lari menuju Desa Cisadon ini bisa dibilang cukup nyaman. Kalau kalian kehabisan air atau butuh cemilan, beberapa warga yang tinggal di sana membuka semacam warung sederhana yang bisa kalian gunakan untuk jajan dan beristirahat. Saat berlari dari Rumah Pohon, kalian akan menemukan warung pertama di sisi kiri jalan.
Pemberhentian selanjutnya adalah Pohon Jomlo. Sebenarnya ada beberapa pohon lainnya di sana, hanya saja yang cukup besar dan berdiri agak berjarak adalah pohon yang satu ini, yang kemudian saya beri nama pohon Jomlo. Di depan pohon ini, pemandangan hijau luas membentang. Kontur perbukitan yang saling mengisi satu sama lain mulai nampak dari sini.
Kami menyempatkan waktu sekitar 5 menit di Pohon Jomlo ini untuk beristirahat dan melihat pemandangan yang jarang kami temukan di ibu kota ini.
Pohon Jomlo – Bangku Taman
Dari Pohon Jomlo, kami berangkat menuju pemberhentian selanjutnya yang saya sebut dengan Bangku Taman. Saya tidak tahu apa nama daerah tersebut, hanya saja area tersebut merupakan area dengan tanah kosong yang luas dan di tengahnya ada sebuah bangku yang terbuat dari pohon yang cukup besar.
Saat menuju ke area Bangku Taman ini, kami melewati area hutan yang diubah oleh warga menjadi area perkebunan. Pepohonan yang ada dipangkas dan rerumputan yang mengganggu dihancurkan dengan cara dibakar. Sepanjang perjalanan, area di sebelah kanan merupakan tebing, tak terlalu banyak yang bisa dinikmati di sisi kanan ini. Sedangkan area sebelah kiri adalah area terbuka dengan pepohonan besar yang menghiasinya.
Bangku Taman – Warung
Dari area bangku taman ini, perjalanan selanjutnya akan lebih berat. Selain tetap menanjak, jalurnya kini lebih berliku dan dipenuhi oleh bebatuan, yang kalau tidak hati-hati melangkah di atasnya, maka kami bisa terpleset. Namun untungnya jalur yang dipenuhi batu itu hanya sekitar 200 meter saja. Setelah itu, jalurnya kembali berubah menjadi tanah. Sebelum memasuki area berbatu itu, kalian akan melewati semacam sungai kecil yang airnya bersumber dari mata air.
Ada satu area yang saya suka saat menuju pemberhentian selanjutnya. Area tersebut merupakan sebuah jalan yang memang sengaja dibuat dengan membelah area perbukitan yang ada. Tanah kurang lebih setebal ±3 meter disingkirkan untuk membuat jalur.
Berlari sejauh 1 km, kami pun tiba di pemberhentian selanjutnya yaitu warung kedua. Kami hanya berhenti sebentar untuk membeli air guna mengisi ulang botol kami yang mulai habis isinya karena kami minum. Sebenarnya mie instan dengan berbagai varian rasa sudah memanggil dari dalam warung itu, tapi kami harus tetap kuat menahan godaan tersebut dan tetap melanjutkan perjalanan.
Warung – Desa Cisadon
Warung kedua ini adalah pemberhentian terakhir kami sebelum tiba di Desa Cisadon. Jalurnya kini agak sedikit unik. Di area awal, jalurnya masih tanah dan menanjak. Matahari sulit menembus jalur yang kami gunakan untuk berlari karena memang pepohonan tumbuh di sisi kiri dan kanan jalan dan membentuk semacam atap yang melindungi kami.
Namun beberapa ratus meter berikutnya, area menjadi terbuka kembali. Hal ini disebabkan karena pepohonan hanya berada di sisi kanan. Pohon-pohon di sisi sebelah kiri sudah dibabat habis oleh warga, yang lagi-lagi akan menggunakan lahan tersebut untuk area perkebunan. Bebatuan memenuhi jalur ini dan ukurannya pun kini besar-besar.
Melewati area yang berubah fungsi menjadi lahan perkebunan itu, jalurnya sudah mulai menurun. Jika kalian melihat bukit di sebelah kanan, maka Desa Cisadon sudah tidak jauh lagi. Sebelum tiba di Desa Cisadon, kalian akan melewati area hutan bambu. Nah, di sini areanya sedikit adem karena memang bambu-bambunya tinggi sekali dan sedikit menahan laju sinar mentari yang berusaha menyentuh kulit kami.
Sebuah gapura bertuliskan “Selamat Datang di Cisadon” menjadi tanda kalau kami sudah tiba di titik akhir.
Desa Cisadon
Alasan pemilihan rute Sentul-Desa Cisadon adalah karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta dan letak Desa Cisadon yang berada di tengah bukit-bukit yang cantik. Meskipun letaknya yang tidak begitu jauh dari Jakarta, namun keadaan yang kontras begitu terasa Di Desa Cisadon. Tidak ada bangunan pencakar langit di sini. Rumah dengan 2 tingkat dan terbuat dari kayu adalah bangunan paling mewah di sini.
Keheningan dan ketenangan menjadi salah satu kekuatan utama dari Desa Cisadon, disamping desanya yang hijau. Di tengah desa, ada kolam buatan yang cukup luas. di atas kolam tersbeut, terlihat beberapa angsa asyik berenang secara berkelompok. Di samping kolam tesebut, berdiri sebuah surau sederhana dengan tembok kayu berwarna hijau. Dari gerbang, kami melangkah pelan melewati surau dan kolam tersebut, untuk akhirnya benar-benar berhenti di sebuah warung sederhana.
Berlari selama 2 jam sejauh 7,47 km rupanya benar-benar menguras tenaga kami. Kalori yang terbuang rasanya sudah cukup banyak. Guna mengisi tenaga untuk kembali ke titik awal, kami pun dengan cepat memesan makanan yang dijual disitu. Menunya sederhana saja, yaitu nasi dengan tempe orek serta daging.
Namun tidak semua orang memesan menu tersebut. Kenikmatan mie instan rebus masih sulit untuk ditolak. Sebagian pun akhirnya ada yang lebih memilih untuk memesan mie instan. Namun tetap saja ada yang beraliran sesat, yaitu yang mengkombinasikan antara mie instan dan nasi. Mungkin penganut aliran sesat ini perlu banyak sekali karbohidrat.
Dengan sambil menikmati menu kami masing-masing, kami pun meresapi setiap momen di Desa Cisadon yang sederhana namun memesona ini.
Pasca Trail Run
Di jalur awal, sebenarnya kami melewati tanah milik Pak Prabowo yang sangat luas. Tanah yang luas tersebut oleh Pak Prabowo dibuat menjadi peternakan sapi dan area perkebunan hidroponik. Sebelum kembali ke lokasi parkir dan kembali ke Tangerang, kami mampir sebentar ke area peternakan sapi yang bernama Garuda Farm.
Rupanya, di sini kami tidak hanya bisa melihat sapi yang diternakkan, tapi juga bisa membeli susu segar dari sapi-sapi ini. Saya lupa harga per liternya berapa, tapi masih masuk dalam kategori murah (<Rp 50.000). Kami pun tak mau kehilangan kesempatan untuk menyesapi susu segar tersebut. Dengan patungan, kami sukses membeli dan menghabiskan beberapa liter dari susu segar tersebut.
******
Itu tadi sedikit cerita dari trail run pertama saya. Meskipun rutenya cukup panjang dan sukses membuat lutut saya sakit, tapi saya bisa katakan kalau jalur ke Desa Cisadon ini sangat cocok bagi kalian para trail runner pemula. Dan trail run perdana ini sukses membuat saya ingin mencoba olahraga ini lagi.
Kalau kalian, sudah pernah mencoba trail running atau belum?
Tambahan
Tidak ada biaya untuk masuk lari ke Desa Cisadon ini, yang ada hanyalah biaya parkir kendaraan saja.- Di area parkir, tersedia juga kamar mandi untuk bilas dan atau mengganti pakaian. Kalau belum berubah, tarifnya Rp 2.000/per orang.
Update 11 Juli 2020
- Ada biaya masuk sebesar Rp 5.000/orang. Tarif masuk tersebut akan diminta ketika kalian melewati sebuah portal yang dijaga beberapa warga.
- Jalurnya semakin diperbesar dan sepertinya sedang dilakukan perbaikan jalan.
Of all the paths you take in life, make sure a few of them are dirt
–John Muir