Itinerary Melali ke Bali Selama Pandemi (Bagian 1)
Melali ke Bali – Masa pandemi ini masa yang menghadirkan polemik di dunia traveling. Di satu sisi, kita harus mengurungkan niat untuk melakukan perjalanan karena virus yang sedang menyebar dan “belum ada obatnya”. Namun di lain sisi, saat pandemi ini adalah saat yang paling tepat juga untuk traveling dengan ‘memanfaatkan ketakutan’ para pelancong lainnya. Bagi kalian traveler yang mendamba ketenangan, traveling di masa pandemi adalah ‘saatnya’ karena tempat wisata umumnya sangatlah sepi dan cenderung ‘aman’.
Berselang 5 bulan sejak diumumkannya COVID19 menyerang Indonesia, akhirnya saya memutuskan untuk kembali melakukan perjalanan. Saya mengambil resiko untuk tertular penyakit ini dan lebih mementingkan tingkat kewarasan saya yang sudah nyaris menuju gila karena terus menerus berada di rumah. Dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, akhirnya Agustus 2020 kemarin saya memutuskan untuk pergi ke Bali selama 10 hari. Dan kalian tau? Bali sepi buanget. Berikut ini itinerary yang saya lakukan saat menjelajah Bali yang sepi itu.
Melali Ke Bali Hari Pertama
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
10:30 - 11:30 (WIB) | Perjalanan ke Bandara CGK |
13:15 (WIB) - 16:10 (WITA) | Perjalanan dari CGK ke DPS |
16:10 - 18:00 | Check out dari bandara dan perjalanan menuju Villa Thyke Seminyak |
18:00 - 19:00 | Rapi-rapi di villa |
19:00 - 19:15 | Perjalanan ke Naughty Nuri's Warung Seminyak |
19:15 - 21:15 | Makan malam di Naughty Nuri's Seminyak |
21:15 - 21:20 | Perjalanan ke Pepito Seminyak |
21:20 - 21:30 | Belanja keperluan villa di Pepito |
21:30 | Kembali ke Penginapan dan Beristirahat |
Akhirnya saya melali (jalan-jalan) lagi ke Bali. Berawal dari sebuah pernikahan teman yang harus diundur tapi tiket perjalanan ke Bali sudah terlanjur dibeli, dimulailah petualangan selama 10 hari di Bali ini. Bersama 9 orang teman, saya berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju ke Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Perjalanan menggunakan pesawat di masa pandemi ini agak berbeda. Sebelum check in di Soetta, ada beberapa tahapan pemeriksaan tambahan yang harus dilakukan, seperti pemeriksaan suhu tubuh, eHAC, surat yang menyatakan negatif COVID, dan barulah penumpang bisa melakukan check in. Begitu sampai di Bali, proses yang sama pun dilakukan sebelum bisa keluar dari bandara. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama, jadi persiapkan waktu kalian dengan benar ya. Bagaimana proses di bandara selama masa pandemi bisa kalian baca DI SINI.
Setibanya di Bali, kami disambut oleh kesunyian. Bali yang biasanya menjadi daerah tersibuk dan paling ramai akan kunjungan wisatawannya, kini kosong seperti kota Chernobyl. Dengan sangat leluasa kami memacu mobil (yang sudah kami pesan sebelumnya) menuju villa di daerah Seminyak yang bernama Villa Thyke. Itulah villa yang kami pesan sebagai tempat kami bermalam selama 4 hari.
Selain berdampak pada tempat wisata yang sepi, pandemi COVID yang sudah menyerang sejak Maret ini membuat beberapa penginapan mahal membanting harganya-habis-habisan. Bukan keuntungan lagi yang sang owner kejar. Sekadar menutupi biaya operasional pun sudah cukup bagi mereka. Seperti villa yang kami sewa ini. Dari yang biasanya seharga $300/malam, berubah menjadi $100/malam. Murah sekali, kan?
Begitu tiba, kami pun bersantai sebentar di villa dengan sebuah kolam mini di tengahnya. Desain bangunannya begitu cantik, ukurannya cukup gigantik, penempatan kamarnya begitu apik, nuansanya menarik, barang-barang didalamnya begitu minimalis dan eksotik. Sungguh sebuah keindahan yang tak bisa ditampik.
Namun kami tak bisa berlama-lama di perjumpaan kami yang pertama ini. Perut yang sudah tak terisi dari siang sudah mulai mengamuk. Kami pun akhirnya bertolak menuju Naughty Nuri’s Seminyak yang lokasinya tidak jauh dari penginapan kami. Buat kalian yang mencari atau memburu olahan daging babi paling nikmat di Bali, kalian harus mampir ke Naughty Nuri’s Seminyak.
Signature Dish dari Naughty Nuri’s Seminyak adalah Pork Ribs-nya. Iga Babi yang disajikan di sini sudah ditaburi dengan bumbu spesial yang telah hadir sejak tahun 1995. Dagingnya lembut, tulangnya lunak, pedas bumbunya pas, pokoknya recommended banget hidangan babi yang satu ini untuk kalian para pecinta daging babi. Di masa pandemi ini, Naughty Nuri’s Seminyak memberikan diskon bagi para pengunjungnya. Iga Babi yang biasa dijual dengan harga Rp 130.000/porsi, kini bisa ditebus dengan hanya Rp 80.000/porsi. Sudah murah, enak pula.
Puas mengisi perut di Naughty Nuri’s Seminyak, kami pun berniat kembali ke penginapan, mengingat hari itu sudah cukup malam. Namun sebelum kembali ke penginapan, kami terlebih dahulu mampir ke Pepito untuk membeli beberapa kebutuhan, seperti minuman, cemilan, obat-obatan dan beberapa kebutuhan lainnya. Untuk kalian yang belum tahu Pepito, tempat ini merupakan sebuah toko waralaba seperti Alfam*rt dan atau Indom*ret.
Perut sudah kenyang dan beberapa kebutuhan sudah terbeli, kami pun kembali ke penginapan untuk beristirahat. Petualangan sebenarnya di Bali baru akan dimulai esok hari.
Melali ke Bali Hari Kedua
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
08:30 - 10:00 | Bangun pagi dan santai-santai di villa |
10:00 - 10:15 | Perjalanan dari villa ke Warung Babi Guling Pak Malen |
10:15 - 11:15 | Sarapan Babi Guling Pak Malen |
11:15 - 12:30 | Perjalanan ke Pantai Suluban |
12:30 - 15:00 | Berjemur dan main ari di Pantai Suluban |
15:00 - 16:30 | Santai di Single Fin |
16:30 - 17:00 | Perjalanan ke Menega Cafe untuk Sunsetan dan makan malam |
17:00 - 18:30 | Menikmati Sunset dan makan malam |
18:30 - 20:00 | Kembali ke Penginapan dan istirahat sebentar |
20:00 - 20:15 | Jalan kaki ke Motel Mexicola |
20:15 - 23:30 | Party di Motel Mexicola |
23:30 | Kembali ke villa dan istirahat |
Bersyukur traveling dengan orang-orang yang santai. Meskipun hari ini akan menjadi hari yang panjang, teman-teman saya tidak terlalu terburu-buru dalam memulai hari. Diawali dengan bersantai-santai di villa yang super nyaman ini, barulah pukul 10:00 WITA kami keluar dari villa tersebut.
Tujuan pertama hari itu adalah makan pagi yang sudah cukup kesiangan di Warung Babi Guling Pak Malen. Lagi-lagi kami dibuat terkejut. Setibanya di sana, warungnya sangat sepi. Hanya ada 1 kelompok lainnya selain rombongan kami. Padahal warung makan ini sudah cukup memiliki nama dan reputasi. Meja dan kursi pun banyak yang terdiam menatapi kami, tanpa ada penikmat babi yang bersenda gurau di atas mereka.
Beberapa teman yang pernah makan di warung Pak Malen ini bilang kalau daging babi di sini enak banget. Namun setelah saya mencoba, menurut saya biasa saja. Masih jauh lebih menggugah iga babi di Naughty Nuri’s kemarin. Tapi yang namanya daging babi memang tidak pernah mengecewakan. Setidak enaknya pun masih enak.
Puas menyantap daging babi Pak Malen, kami berangkat ke arah selatan sejauh ±30 KM, lebih tepatnya ke daerah Uluwatu, Pantai Suluban. Pantai Suluban menjadi pilihan sebab pantai ini belum pernah kami kunjungi dan menurut hasil penerawangan google, pantai ini memiliki pemandangan yang cantik.
Berkelak-kelok melewati jalanan Bali yang sepi, dalam waktu 30 menit kami pun tiba di Pantai Suluban. Ternyata untuk menggapai pantai ini tidaklah mudah, sebab letaknya berada jauh di bawah tebing. Dari lokasi parkir, dengan melewati anak tangga yang sudah dibuat oleh warga dan melewati terowongan batu, akhirnya kami bisa menyentuh pasir halusnya dan melihat pesona biru airnya.
Pantai Suluban ini sebenarnya adalah pantai untuk surfing. Saat kami tiba pun sedang diadakan lomba surfing internasional. Namun karena sudah terlalu lama tubuh ini tidak dibalut oleh asinnya air laut, pantai jenis apapun kami kunjungi. Tipikal air lautnya yang sedikit berombak membuat kami hanya bermain di bibir pantainya. Meskipun begitu, hal tersebut tidak menyurutkan sukacita yang kami dapatkan. Airnya sangat jernih dan seru banget bisa bermain di pantainya.
Karena memang kami datang tepat di tengah hari, tak lupa kami menghitamkan kulit dan menjemur badan ini usai puas bermain air dan foto-foto di Suluban. Pantai ini serasa milik kami. Di satu sisi kami senang karena mendapatkan ketenangan, tapi di sisi lain kami merasa kasihan juga dengan penjaja makanan dan minuman yang harus pulang (mungkin) dengan pendapatan yang tak seberapa.
Tak ingin hanya menikmati pemandangan Pantai Suluban dari sudur yang datar, kami lantas naik kembali ke atas untuk mampir sebentar di Single Fin. Single Fin merupakan beach bar yang terletak di tempat yang tak biasa, di atas tebing. Ditemani oleh alunan musik yang dimainkan oleh sang DJ dan juga segelas Zen Mojito, kami menikmati pemandangan Pantai Suluban yang spektakuler dari atas. Barisan ombak yang menari berpadu dengan matahari yang perlahan mendekati horizon.
Buat kalian yang suka menikmati sunset, Pantai Suluban ini merupakan salah satu spot terbaik untuk menikmatinya. Sambil berenang di kolam yang ada di Single Fin merupakan salah satu cara menikmati sunset yang wajib kalian coba.
Sayangnya rombongan saya waktu itu memutuskan untuk tidak menikmati sunset di Suluban. Seorang teman merekomendasikan untuk menikmati sunset sembari menyantap hidangan laut. Tidak ada tempat lain untuk menikmati kedua hal tersebut selain di Menega Cafe. Ke sanalah tujuan kami berikutnya.
Begitu tiba di parkirannya, beberapa mobil sudah terlihat berbaris rapi. Pengunjung lainnya sudah tiba lebih dulu dari rombongan kami. Dengan segera, kami melangkah masuk ke dalam Menega Cafe dan memilih untuk duduk di area belakang restoran, area outdoor yang berbatasan langsung dengan Pantai Jimbaran. Meja kayu yang berhiaskan kain putih dan hitam di atasnya sudah tersusun apik. Kami memilih duduk di tempat yang mendekati bibir pantai.
Saya membiarkan teman-teman yang sudah pernah ke sini untuk memilih menu makanan yang akan kami santap, sedangkan saya memutuskan untuk asyik bermain di pinggir pantainya. Garis pantainya yang membentang cukup panjang, dengan pasir coklat dan ayunan ombaknya yang tidak begitu kencang, terlalu sayang kalau hanya untuk dilihat. Saya lantas mendekat ke airnya, membaur bersama pengunjung lainnya, dan menyapa matahari di kejauhan yang mulai condong ke ufuk barat.
Wajah-wajah bahagia nampak dari mereka yang datang ke Pantai Jimbaran dengan membawa anak-anaknya, membawa kekasihnya, membawa hewan-hewan peliharannya, atau membawa mainannya (layang-layang, kamera, drone). Berlatarkan langit yang mulai berubah oranye, setiap orang larut dalam kegiatannya masing-masing.
Sedang asyik membidik kamera ke arah matahari yang sudah siap untuk tertidur, saya dikagetkan oleh panggilan dari seorang teman yang sudah dari tadi duduk di meja yang kami pesan. Pesanan rupanya sudah datang. Ada ikan kakap merah, rombongan udang, ikan cue, ikan tongkol, dan masih banyak lagi. Hidangan yang baru diletakkan di atas meja selama kurang dari 5 menit itu pun segera ludes, berpindah ke piring kami masing-masing.
Senyap segera menaungi meja kami. Semua sibuk mengunyah hidangan masing-masing. Dari segi rasa, mungkin makanan di Menega Cafe ini biasa saja. Namun dari segi view, tempat ini luar biasa. Makan seafood sembari ditemani matahari yang siap terbenam dan langit yang kemudian berubah lembayung merupakan sebuah pengalaman yang harus kamu coba.
Perut dan batin suda terpuaskan, kami pun kembali ke penginapan untuk mandi dan istirahat sebentar. Perjalanan di Bali masih panjang. Masih ada waktu sekitar 5,5 jam sebelum hari berganti. Dan belum sempurna rasanya bila ke Bali, tapi tidak menikmati kehidupan malam di Bali.
Istirahat di penginapan hanyalah sebuah klise. Sampai di penginapan, kami yang malas untuk mandi pun memilih untuk ngobrol ketimbang rebahan di kasur yang empuk. Satu per satu pun bergantian untuk mandi dan merapikan diri. Gaya paling necis ditunjukkan sebab malam itu kami akan ke Motel Mexicola, salah satu restoran dan tempat paling asyik untuk merasakan kehidupan malam di Bali.
Berhubung lokasi Motel Mexicola dekat dari penginapan, kami pun memutuskan untuk berjalan kaki. Tak sampai 5 menit, kami pun tiba di sana dan langsung mengantri untuk masuk ke dalam. Meskipun sedang ada wabah corona, rasanya sulit untuk tidak berjoget dan minum-minum selama di Bali. Pihak Motel Mexicola pun memberlakukan protokol yang agak berbeda sebelum pengunjung ingin masuk.
Suhu badan kami diperiksa, dicarikan table yang kosong, setelah itu semua kamera telepon genggam kami ditempel stiker agar tidak bisa mengambil gambar di dalam. Agak dilema memang tidak bisa foto-foto di dalam dan mengunggahnya di media sosial. Namun dari dari pada tidak bisa menikmati kehidupan malam di Bali, tak ada salahnya kami tidak sibuk dengan telepon genggam selama di dalam. Toh yang penting itu party-nya, bukan unggahan di sosial medianya.
Selama kurang lebih 4 jam, kami asyik berjoget dengan diiringi musik oleh DJ. Sumpah, Motel Mexicola yang biasanya penuh sesak, hingga tidak bisa berjalan, saat itu sepi. Banyak space kosong yang terlihat. Untungnya hal itu tidak mengurangi keseruan pengunjung yang datang malam itu. Kami semua larut dalam alunan musik yang dimainkan.
Berhubung sedang ada corona, tempat ini pun tutup lebih cepat. Pengunjung sudah diminta pulang sebelum waktu menunjukkan pukul 12 malam. Bersamaan dengan berakhirnya pesat di Motel Mexicola, berakhir pula kesenangan kami hari itu. Kami pun kembali ke penginapan dan benar-benar beristirahat.
Melali ke Bali Hari Ketiga
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
08:00 - 09:00 | Bangun pagi dan santai-santai di villa |
09:00 - 09:10 | Perjalanan ke Monsieur Spoon Seminyak |
09:10 - 10:30 | Sarapan di Monsieur Spoon |
10:30 - 11:00 | Kembali ke villa dan mempersiapkan barang bawaan ke tujuan berikutnya |
11:00 - 11:30 | Perjalanan ke Palmila Bali |
11:30 - 16:00 | Menghabiskan waktu di Palmila Beach Club |
16:00 - 16:30 | Perjalanan kembali ke penginapan |
16:30 - 18:30 | Beristirahat dan bersantai di penginapan |
18:30 - 18:40 | Perjalanan ke Brazilian Aussie BBQ |
18:40 - 20:30 | Makan malam di Brazilian Aussie BBQ |
20:30 - 20:40 | Perjalanan kembali ke penginapan |
20:40 | Santai dan party di penginapan |
Hari ketiga ini kami bangun agak siang. Kepala masih sedikit pusing dan hangover. Efek minum semalam rupanya masih tersisa hingga pagi ini. Kami pun memutuskan untuk mengawali pagi itu dengan makan yang ringan-ringan. Melali di hari ketiga pun diawali dengan menyantap makanan Perancis di Monsieur Spoon.
Buat kalian yang suka banget dengan croissant, kalian harus banget mampir ke Monsieur Spoon ini. Resto ini menyajikan croissant paling enak yang pernah saya makan. Sudah enak, murah pula. Selain itu, tempat makannya cozy banget. Bila ingin merasakan nuansa di pedesaan, kalian bisa makan di area belakangnya, area ourtdoor dengan latar sawah dan pepohonan. Tempatnya benar-benar recommended.
Kebutuhan perut sudah terpenuhi, kami pun kembali ke penginapan. Kali ini kami akan mengunjungi sebuah beach club sebagai tujuan kami selanjutnya. Segala macam perlengkapan pun harus kami persiapkan, mulai dari pakaian renang, sunblock, kaca mata, handuk, dan yang paling penting adalah UANG. Berkunjung ke Bali memang tidak bisa lepas dari yang namanya pantai.
Beach club yang akan kunjungi letaknya lagi-lagi ada di selatan, lebih tepatnya berada di depan Pantai Melasti. Berawal dari penginapan, mobil dipacu cepat membelah tebing-tebing yang dipangkas dan dipahat dengan rapi. Bicara soal infrastruktur untuk menunjang kunjungan wisata, Bali memang juaranya. Kerjanya cepat dan hasilnya cantik.
Dalam kurun waktu 30 menit, mobil sudah tiba di depan Palmila Beach Club. Mesin pun dimatikan dan diparkir di tempat yang sudah disediakan. Kaki melangkah melewati jembatan dengan gerbang berbentuk setengah lingkaran di atasnya yang terbuat dari bambu, sembari mata memandang ke sekeliling bangunan. Lewat dari gerbang tersebut, kami disambut oleh tembok bangunannya yang menyerupai Tembok Ratapan. Petugas sudah berjaga di depan area tembok ini, memeriksa suhu dan barang bawaan pengunjung yang hendak masuk.
Setelah semua syarat terpenuhi, saya dan teman-teman dipersilakan masuk. Pemandangan pun langsung didominasi oleh warna krem. Bar di sisi sebelah kiri, dapur di sisi sebelah kanan, kedua dinding area tersebut semua berwarna krem. Lantai yang tadinya terbuat dari semen pun berubah menjadi pasir halus yang segera mencengkram kaki ini dengan lembut. Di antara bar dan dapur, tepat di area depan saya, sudah berjajar rapi deretan “kasur malas” dengan payung-payung besar yang menaunginya. Kami pun tinggal memilih mau merebahkan diri dan berjemur di kasur yang mana.
Kerennya lagi, di depan jajaran “kasur malas” itu, terdapat kolam renang buatan yang airnya begitu jernih. Kolam itu itu menghadap langsung ke arah pantai dengan beberapa nyiur yang melambai dan view-nya yang memesona. Saya pun dengan cepat langsung melompat ke dalam kolam tersebut, merasakan dekapan airnya yang begitu dingin, kontras dengan panas matahari yang cukup kuat memanah dari langit. Hembusan angin pantai semakin menambah sukacita di Palmila Beach Club.
Sebelum pulang, saya tak ingin menyia-nyiakan kasur malas yang sudah disediakan. Di atas kasur itulah saya berbaring sembari berjemur agar kulit menjadi sedikit gelap eksotis. Guna menyemarakkan suasana siang itu, tak lupa kami memesan Pizza buatan Palmila Beach Club dan satu jugs Margarita. Sungguh meyenangkan bisa menghabiskan siang di beach club yang satu ini.
Malam harinya, kami bersiap berangkat untuk makan malam. Ya, sehabis dari Palmila Beach Club, kami langsung pulang kembali ke penginapan dan beristirahat. Makan malam kami kali ini bukan kaleng-kaleng karena kami akan menyantap anaka makanan all you can eat di Brazilian Aussie BBQ. Letaknya masih di daerah Seminyak. Lagi-lagi tak jauh dari tempat kami menginap.
Yang membuat Brazilian Aussie BBQ ini sedikit berbeda dari restoran all you can eat lainnya adalah cara penyajian dagingnya. Jika di tempat lain kalian akan mengambil dagingnya sendiri dan memasaknya sendiri juga, di sini tidak. Pelayan yang bertugas akan membawakan varian daging hangat yang baru saja dimasak dan memotongnya langsung di depan kalian. Sambil membawa daging yang masih hangat, sang pelayan akan bertanya apakah kalian mau potongan daging tersebut atau tidak. Bila mau, daging yang masih panas itu akan langsung di potong di atas piring kalian. Jika tidak, sang pelayan akan menawarkan ke meja lainnya.
Ada 3 varian daging yang ditawarkan di Brazilian Aussie BBQ ini, yaitu lamb, sapi, dan daging babi. Tempatnya pun cukup luas dan nyaman. Kalian bisa memilih apakah makan di area dalam atau area luar. Salah satu makanan di luar daging yang wajib kalian coba di sini adalah potongan nanas bakar. Jika kalian melihat ada pelayan yang membawa nanas bakar tersebut, segeralah panggil dia menuju meja kalian.
Makan malam itu menjadi kebersamaan kami yang terakhir di hari itu. Dari sana, kami langsung kembali ke penginapan untuk melakukan acara bebas, Bagi yang mau tidur, ya silakan tidur. Namun yang masih mau ngobrol sambil ditemani racikan vodka, yakult, dan zat cair lainnya, silakan ambil gelas dan bersulang 🙂
Hari Keempat
Waktu (WITA) | Deskripsi |
---|---|
07:00 - 08:30 | Bangun pagi dan santai-santai di villa |
08:30 - 08:40 | Perjalanan ke Nalu Bowls |
08:40 - 09:45 | Sarapan di Nalu Bowls |
09:45 - 10:00 | Perjalanan ke Sate Babi Bawah Pohon |
10:00 - 10:30 | Makan di Sate Babi Bawah Pohon |
10:30 - 10:35 | Perjalanan ke Warung Cahaya |
10:35 - 11:00 | Makan di Warung Cahaya |
11:00 - 11:10 | Perjalanan ke villa untuk packing |
11:10 - 11:30 | Packing |
11:30 - 12:00 | Perjalanan ke Krisna Oleh-oleh Bali |
12:00 - 12:30 | Belanja Oleh-oleh |
12:30 - 13:10 | Perjalanan ke Denpasar |
13:10 | Istirahat di penginapan seharian |
Hari ini adalah hari terakhir bagi teman-teman saya, tidak bagi saya. Mereka semua akan bertolak kembali ke Jakarta, sedangkan saya masih meneruskan petualangan selama beberapa hari ke depan. Karena ini adalah hari terakhir, kami memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk makan, makan, dan makan.
Usai bangun pagi dan membilas badan, rombongan kami terbagi menjadi 2 kelompok untuk menikmati sarapan. Kelompok pertama adalah mereka yang mendadak vegetarian dan kelompok kedua adaalah mereka yang masih bisa makan daging, tapi pagi itu mencoba untuk makan makanan sehat non daging. Kalian sudah pasti bisa menebak saya ada di mana, kan?
Bersama 3 orang yang lebih tua, saya berangkat ke Nalu Bowls. Sedangkan rombongan anak muda yang mendadak vegetarian pergi ke Kynd Restaurant. Saya rasa mereka tertarik pergi ke restoran tersebut karena warna pink yang mendominasi bangunannya, bukan karena makanan sehatnya.
Hanya sekitar 10 menit dari penginapan, karena masih berada di daerah Seminyak juga, akhirnya saya berempat pun tiba di Nalu Bowls yang sangat sepi pagi itu. Letak Nalu Bowls ini ada di sebelah Lapangan Banteng Seminyak. Jalan untuk menuju ke restoran ini cukup kecil dan tidak ada lokasi parkirnya. Jadi buat kalian yang ingin datang ke sini dengan menggunakan mobil, saya sarankan untuk pikir-pikir lagi, sebab lokasi parkir mobilnya agak jauh.
Menempati lokasi di lantai 2, dengan deretan meja kayu, sofa-sofa yang nyaman, dan tanaman-tanaman hijau yang menghiasi seluruh ruangan, saya pun memilih untuk duduk di kursi panjang, tepat berseberangan dengan lapangan bola. Rupanya ketiga orang yang bersama saya kali ini sudah sering mengunjungi tempat ini ketika mereka ke Bali. Ketika menu datang, tanpa melihat lagi, mereka sudah tau apa yang mau dipesan.
‘Mavericks 1.” Ucap teman saya keras dan disusul dengan pesanan 1 shelter big burger dan salat dengan telurnya yang setengah matang.
Masih dibuat bingung dengan daftar menu yang ada di Nalu Bowls, saya pun mengambil napas panjang sebentar. Setelah yakin, saya pun memesan J-Bay. Yakin hanya karena nama dan tampilan gambarnya yang bagus.
Bagi kalian yang belum tahu Nalu Bowls, ini merupakan resto sederhana yang menyajikan smoothies sebagai makanan utamanya. Disajikan di atas mangkok kayu dan diisi dengan buah-buahan segar, Nalu Bowls ini sukses membuat saya ingin kembali lagi ke sini. Suasana tempatnya asyik, udaranya cukup adem, dan yang paling penting rasa smoothies-nya itu enak banget.
“Rombongan pemakan daging kok mampir ke Nalu Bowls?” Mungkin ada dari kalian yang bertanya seperti itu. Nalu Bowls ini hanyalah hidangan pembuka. Dari Nalu Bowls, kami berpindah ke Sate Bawah Pohon yang keberadaannya tidak lagi di bawah pohon. Di Sate Bawah Pohon ini, kami memesan sekitar 100an tusuk sate babi. Sebagian untuk kami makan dan sebagian lagi untuk kami bawa ke penginapan, untuk diberikan kepada teman-teman yang mendadak vegetarian tadi lalu kembali murtad dengan cepat.
Sate Babi Bawah Pohon yang biasanya harus mengantri panjang untuk memesannya, kemarin itu kondisinya lengang sekali. Memang dahsyat sekali terjangan Covid-19 bagi pariwisata di Bali ini.
Berhubung sedang di daerah Kuta juga, dari Sate Babi Bawah Pohon, kami masih mampir lagi ke Warung Cahaya. Ada apa memang di Warung Cahaya? Jawabannya adalah daging babi lagi. Tapi di warung cahaya ini Daging Babi dicampur dengan nasi dan dipadukan dengan sambal matah khas Bali. Maafkan perut kami yang tidak ada kenyangnya ini ya. Mumpung sudah di Bali, sayang sekali kalau tidak mencicipi aneka kuliner babinya. Barulah dari Warung Cahaya ini kami kembali ke penginapan.
Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 12:00 WITA dan teman-teman harus bersiap untuk mengemas barang. Ada rasa sedih sebenarnya karena liburan bersama mereka harus berakhir. Tapi begitulah kehidupan, harus ada perpisahan yang terkadang tak diharapkan. Tak ingin berpisah begitu cepat, saya pun masih ikut mengantarkan mereka ke bandara menggunakan mobil yang kami sewa.
Bukan jalan-jalan namanya kalau pulang tidak membawa oleh-oleh untuk mereka yang julid di luar sana selama kami liburan. Kami pun mampir sebentar ke Krisna, sebuah sentra oleh-oleh Bali yang searah dengan bandara. Tak kurang dari 30 menit berbelanja oleh-oleh, beberapa kardus pun menambah daftar barang bawaan yang harus dibawa ke Jakarta. Dengan perasaan sedih bercampur senang, saya melepas kepulangan mereka ke Jakarta di Bandara Ngurah Rai Bali.
Itulah cerita bagian pertama edisi melali ke Bali. Dari bandara, saya melanjutkan petualangan di Bali seorang diri selama kurang lebih satu minggu. Nantikan lanjutan keseruan ceritanya DI SINI.
Go, fly, roam, travel, voyage, explore, journey, discover, adventure.
–Unknown