Menggapai Hati Si Dia Dalam Sebuah Pendakian
Teruntuk pria yang (sering) mendaki gunung dengan tujuan utama untuk menggapai puncaknya dan tujuan tambahan yang tak kalah penting: menggapai hati si dia. Bacalah tulisan ini dengan seksama, karena setiap kata niscaya akan membantu kamu untuk melihat senyum dari wajahnya, membuka pintu hati yang mungkin pernah tertutup akibat kecewa, menarik perhatiannya, membuat wajahmu akan terus ada dalam pikirannya, hingga akhirnya di hatinya hanya terpatri namamu saja.
Tak salah memang ketika bunga-bunga cinta itu mulai merekah saat pendakian. Karena memang sejatinya cinta bisa tumbuh di mana saja, bahkan di atas gunung dengan hawanya yang dingin sekalipun. Namun saat-saat baru tumbuh itulah menjadi masa yang riskan. Bila tidak diperlakukan dengan treatment yang tepat, bunga itu bisa mati. Tentu kamu tidak ingin bunga cinta yang kamu rawat sedari bibit dan mulai berkecambah itu mati, kan?
Untuk menjaga bunga-bunga cinta itu tetap merekah di sebuah ladang yang bernama hati, kamu perlu menyiraminya dengan perlindungan, memupuknya dengan perhatian, menyapanya dengan senyuman, dan yang paling penting adalah tidak membungkusnya dengan kepura-puraan. Biarkan sinar yang bernama kejujuran menyinarinya. Semua hal itu sudah ada di dalam dirimu dan tak bisa kamu beli di mana-mana. Pertanyaannya: Maukah kamu mengeluarkan itu dari dalam dirimu dan memberikannya kepada bunga tersebut?
Berikut ini adalah sedikit pandangan dari seorang pria yang mendapat jawaban “YA” dari seorang wanita cantik saat melakukan pendakian ke gunung tertinggi di Pulau Jawa dan akhirnya menuntun mereka berdua ke pendakian-pendakian bersama nan indah berikutnya.
Jangan Bodoh dan Berhenti Berpura-pura
Seringkali seorang pendaki pria ingin tampil dengan carrier-nya yang tinggi menjulang di pundaknya (hingga melebihi kepalanya). Ia ingin tampil gagah dengan membawa carrier yang berat. Banyak barang bawaan yang tak penting dibawa dan packing-nya pun asal-asalan. Yang penting carrier-nya tinggi dan berat. Hal tersebut terkadang dilakukan hanya untuk memberi impresi kepada pendaki lain, khususnya si dia, kalau ia adalah orang yang kuat.
Bagus kalau memang benar-benar kuat. Bagaimana jika hasilnya justru malah membuat pundaknya sakit, berujung cedera, dan menyusahkan satu rombongan? Niat yang tadinya memberi impresi kuat malah bisa berakhir dianggap bodoh oleh si dia. Bukan tak mungkin perhatian si dia menjadi hilang.
- Baca Juga: 8 Cara membahayakan Diri saat Mendaki Gunung
Ingat, mendaki itu harus kuat, bukan pura-pura kuat. Segala sesuatu yang dibungkus dengan kepura-puraan (kebohongan) hanya akan menghadirkan kebohongan berikutnya. Mau sampai kapan menambal kebohongan dengan kebohongan? Jadilah dirimu sendiri.
Kuat itu punya banyak wajah. Kuat tidak harus diasosiasikan dengan berat dalam kilogram. Bangun paling pagi untuk sholat dan mendoakannya disaat yang lain terlelap pun bisa dibilang kuat. Mau mengambil air di tempat yang mungkin agak jauh di saat dia dan teman-teman yang lain kelelahan, itu pun masuk dalam kategori orang yang kuat. Memutuskan untuk tidak muncak demi menjaga seorang teman yang sakit pun bisa menunjukkan kalau kamu pribadi yang kuat.
Kuat tidak selalu bisa berdiri sendiri. Ia terkadang perlu didampingi oleh temannya si cermat dan atau si cerdas. Bawalah barang secukupnya. Persiapkan pundakmu untuk yang lain. Bukan tak mungkin nanti kamu harus membantu si dia untuk membawa barang bawaannya demi meringankan langkahnya. Ketika itu terjadi, gunakanlah tenaga dan tubuhmu semaksimal mungkin.
Memimpin dan Melindungi
Bagi saya adalah sebuah kekeliruan kalau kamu mencari perhatian. Yang perlu kamu lakukan adalah memberi perhatian. Perhatian dalam bentuk apa? Bisa dalam bentuk perlindungan. Wanita itu merasa nyaman kalau dia terlindungi. Bukan karena mereka makhluk yang lemah, tapi karena mereka memang layak untuk mendapatkan itu.
Misalkan dalam sebuah pendakian. Cobalah untuk tidak berjalan jauh dari si dia. Kamu bisa jalan di depan dia atau berjalan di belakang dia. Tidak harus selalu di sebelahnya, apalagi jika kamu adalah tipe pemalu dan tidak pandai mencari topik pembicaraan.
- Baca Juga: 5 Cara Merusak Gunung saat Kamu Mendaki
Berjalan di depan menandakan kalau kamu ingin memimpin dia. Jangan berjalan terlampau cepat dan sesekali menengoklah ke belakang untuk melihat kondisinya melalui wajahnya. Bila aman, teruslah berjalan. Berhentilah sebentar kalau kamu merasa dia memang perlu istirahat sebentar.
Berjalan di depannya juga dapat membantu si dia untuk menemukan tempo dan pijakan yang tepat. Terkadang seseorang itu bingung langkah seperti apa yang harus diambil ketika melewati jalur berbatu yang dialiri air, bingung langkahnya terlalu cepat atau terlalu lambat. Namun dengan kamu berdiri di depan dan menjadi pemimpin, dia tahu ada yang bisa diikuti.
Jika kamu merasa lebih nyaman dengan aliran tut wuri handayani, alias memberikan dorongan dan arahan dari belakang, maka lakukanlah. Berjalan di belakangnya membuat dia merasa ada yang menjaga. Terus memandanginya, tanpa harus menatap wajahnya, membuatmu mendapatkan tenaga ekstra, kan? Dari bahasa tubuhnya, kamu bisa melihat juga apakah dia mulai kelelahan atau tidak.
Saat dia mulai lelah, berilah semangat. Gunakanlah kalimat yang tepat. “Ayo, Semangat. Tinggal sedikit lagi. Pasti kamu kuat” akan memberikan hasil yang berbeda dengan “Masa gitu aja udah capek. Bukannya kamu kuat?”
Kalimat yang pertama (mungkin) akan membangun semangatnya, sedangkan kalimatt kedua (mungkin) akan membuatnya merasa direndahkan.
Jalanmu cepat, jalannya lambat. Namun pepatah Ubuntu, Afrika, berbunyi, “Jika kamu ingin berjalan cepat, berjalanlah sendirian. Jika ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama.”
Temani, Bahkan saat Kau Mengantuk Sekalipun
Kejadian ini biasanya berlangsung di tengah malam menjelang pagi. Hawa gunung yang dingin bisa saja tiba-tiba membuatnya kebelet buang air kecil, saat semua sedang terlelap. Jika hal itu terjadi dan ia membangunkanmu untuk minta ditemani, maka temanilah.
Hindari berkata “ah, sendiri aja sana” atau “masa gitu aja harus ditemani sih”. Hal tersebut akan menghadirkan kekecewaan di hatinya. Mungkin kamu memang sedang dalam posisi mengantuk yang hebat. Tapi ingat, segala sesuatu dapat terjadi di luar sana, di malam yang gelap, bila ia pergi sendirian. Tentunya kamu tidak ingin terjadi apa-apa dengan si dia, kan?
- Baca Juga: Kehadiranmu Mengubah Cara Travelingku
Yang dia minta hanya ditemani, sebuah tindakan yang tidak memerlukan effort yang terlalu besar. Setelah itu kamu bisa melanjutkan tidurmu kok. Wanita itu merasa nyaman ketika ada yang melindungi dan menemaninya itu salah satu bentuk perhatian kecil yang akan selalau diingat. Ia tidak akan lagi meminta tolong kepadamu jika hal yang mudah saja tidak bisa kalian lakukan.
Tindakan itu berbicara ratusan kali lebih kuat dari pada sekadar ucapan.
Masak
Bagi para pria yang bisa memasak, jangan ragu untuk memasakkan sesuatu untuk si dia, terutama saat pagi hari. Siapa yang tak senang begitu membuka mata dan menatap mentari, kemudian mendapati dirinya sudah dibuatkan sarapan?
Coba bayangkan ketika dia terbangun, membuka tenda, dan kemudian menatap indahnya Ranu Kumbolo, lantas kamu datang dengan membawa sarapan yang sudah kamu masak seraya berkata, “Selamat pagi. Selamat sarapan.”
Dia terkejut? Pasti. Menolak? Rasanya hal itu sulit untuk ditolak.
Lalu bagaimana dengan yang tidak bisa memasak? Tidak usah sedih. Wanita itu memerhatikan setiap detil yang kamu lakukan untuknya. Bila kamu tidak bisa memasak dan justru malah dimasakkan makanan oleh si dia, cucilah piring, nesting, dan juga alat masaknya sebagai bentuk terima kasih. Simple, kan?
Sembunyi-Sembunyi
Ada kalanya cara terbaik untuk melihat si dia senang adalah dengan memberi kebebasan. Biarkanlah ia menikmati waktunya sendiri jika ia memang ingin sendiri. Biarkan ia tertawa dengan teman-temannya yang lain jika memang hal itu yang ia butuhkan.
Ketika hal itu terjadi, cobalah untuk mengarahkan kameramu dari kejauhan. Bidik tepat ke wajahnya yang tampil murni, tanpa dibuat-buat. Bagi saya, foto terbaik di gunung itu terkadang yang diambil tanpa ada persiapan dari si objek. Ya terjadi begitu saja. Momenlah yang benar-benar dimanfaatkan.
Begitu waktu sharing foto bersama setelah pendakian tiba, kejutkanlah ia dengan hasil tangkapan kameramu.
Lantas bagaimana dengan yang tidak mempunyai kamera? Tenang saja, kamu masih mempunyai mata. Gambar atau peristiwa yang tertangkap oleh lensa kamera dan tersimpan di dalam memory card bisa hilang, tapi apa yang ditangkap oleh lensa mata dan tersimpan di dalam otak dan ditransfer ke hati akan abadi.
Suatu saat nanti, setelah pendakian, mungkin kamu memiliki kesempatan untuk berbicara dengannya. Ceritakanlah apa yang kamu amati selama mendaki. Buat ia terkejut dengan menceritakan detil-detil yang mungkin ia anggap kamu tidak memerhatikannya.
*****
Itu tadi sedikit sharing mengenai cara mendapatkan hati si dia dalam sebuah pendakian. Jika kamu memang ada perasaan, ya utarakan. Tunjukanlah tidak hanya lewat perkataan, tapi yang utama adalah tindakan. Semoga cintamu terus mekar bak bunga edelweis yang indah di atas sana.
Dan ketika kamu sudah berhasil mendapatkan si dia, jagalah perasaan itu baik-baik. Hal tersulit bukanlah mendapatkan, tapi mempertahankan apa yang sudah didapatkan. Ingat, di luar sana ada banyak pria lain yang sudah mengantri dan siap membahagiakan hatinya, tapi kamu yang dipilihnya.
A woman is like a tea bag – you can’t tell how strong she is until you put her in hot water.
–Eleanor Roosevelt