Pembangkangan dan Azab Express di Tahun Baru
Dalam tulisan saya DI SINI, saya menjelaskan kalau ada 1 momen dari 30 tahun saya hidup, di mana saya tidak menghabiskan tahun baru bersama dengan keluarga. Ya, peristiwa satu kali dalam seumur hidup itu terjadi di malam pergantian tahun 2019, ketika saya merasa bosan dengan ritual yang sudah saya lakukan selama saya hidup.
Saya ingin merayakan tahun baru dengan cara yang berbeda, tidak bersama dengan anggota keluarga. Namun apa yang saya rasakan justru membuat saya tidak mau mengulanginya kembali.
2019
Akhir tahun 2019, lebih tepatnya di minggu pertama bulan Desember, saya tiba-tiba dipanggil oleh salah satu senior saya di kantor. “Us, tahun baru mau SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) ke Jatim, nggak? Mereka mau ngabisin anggaran nih dan memang ada hal yang harus kita benerin juga di sana. Kalau mau, kita bertugas dari tanggal 31 Desember 2019 – 3 Januari 2020. Gimana?” Tanyanya.
Mendapat pertanyaan seperti itu, saya tidak langsung menjawab ya atau tidak. “Kasih saya waktu satu hari untuk memutuskan.” Jawab saya waktu itu kepada senior saya itu.
Pertanyaan ini sebenarnya bukan pertanyaan yang terlalu sulit jika bukan ditanyakan di akhir tahun. SPPD atau perjalanan dinas merupakan salah satu cara bagi seorang ASN untuk mendapatkan uang tambahan. Siapa yang tidak senang mendapat uang tambahan, kan? Namun yang membuatnya sulit adalah karena di akhir tahun ini saya harus selalu menghabiskan waktu bersama keluarga.
Nah, sekarang saya diminta untuk memilih apakah saya mau menghabiskan waktu bersama keluarga tapi tidak mendapat uang tambahan atau menghabiskan tahun baru dengan bekerja dan mendapatkan uang tambahan dengan resiko tidak bisa menghabiskan akhir tahun bersama keluarga.
- Baca Juga: Rp 20.000 Membawaku Keliling Indonesia?
Keesokan harinya, saya pun menepati perkataan saya. Saya memutuskan untuk menerima ajakan SPPD tersebut. “Oke, Kang. Saya ikut SPPD ke Jatim.” Ucap saya kepada senior saya yang baru saja masuk ruangan kerja dan mengeluarkan laptopnya.
Keputusan itu saya ambil karena memang saya merasa sedikit bosan kerap menghabiskan waktu pergantian tahun bersama keluarga. Saya ingin menghabiskannya kali ini dengan cara yang berbeda, dengan rekan-rekan kerja saya dan beberapa orang lain yang saya belum kenal. Dan yang pastinya karena ada uang tambahan. “Sepertinya tahun baru ini akan seru.” Pikir saya waktu itu.
Usai menjawab pertanyaan senior saya tersebut, barulah kemudian saya minta izin kepada mama untuk tidak bisa menghabiskan tahun baru bersama. Ya, saya tidak berkonsultasi terlebih dahulu kepada mama soal ini. Saya memutuskannya sendiri. Saya yakin mama akan memberi izin kepada saya kali ini karena ini alasan pekerjaan, untuk negara.
Sesuai dengan yang sudah saya perkirakan, mama pun mengizinkan saya untuk pergi dinas, tapi sepertinya dengan berat hati. “Hati-hati di sana ya.” Pesannya.
Singkat cerita, tanggal 31 Desember 2019 saya berangkat ke Surabaya dengan menggunakan pesawat terbang dan mendarat mulus di bandara Juanda sebelum matahari hendak terbenam.
2020
Malam pergantian tahun berjalan dengan luar biasa. Saya menghabiskannya bersama dengan teman-teman kantor di sekitar Tunjungan Plaza. Malam itu, saya ingat betul, riuh dengan pesta kembang api dan penuh dengan sukacita. Memang menyenangkan melakukan perayaan seperti ini di masa sebelum pandemi Covid menyerang. Saya pun tidur sekitar pukul 02.00 WIB, setelah bersenang-senang.
Tidur sekitar 7 jam lamanya, saya pun kemudian bangun dengan kondisi kepala yang agak sedikit sakit. Segera saya mengambil telepon genggam saya dan mengucapkan selamat tahun baru kepada mama lewat WhatsApp. Ketika mengirim pesan singkat itulah, saya melihat juga sebuah pesan masuk dari senior saya yang mengatakan kalau kami akan berkunjung ke kantor BPKAD Jatim setelah bada Ashar. “Ok.” Jawab saya singkat menanggapi pesan darinya.
Sambil menunggu dijemput pada waktu yang sudah ditetapkan, saya memilih untuk membunuh waktu dengan menonton Netflix. Menganut aliran tidak sarapan membuat saya semakin yakin untuk tidak keluar kamar. Sampai pada titik ini, tidak ada keanehan sama sekali yang terjadi pada tubuh ini.
- Baca Juga: 5 Cara Merusak Gunung Saat Kamu Mendaki
Tepat pukul 15.00 WIB, senior saya menghampiri saya di kamar. Dengan dijemput oleh supir yang sudah disediakan dari BPKAD Jatim, kami berangkat menuju kantornya yang berjarak kurang lebih hanya 10 menit.
Setibanya di kantor BPKAD Jatim, saya langsung disambut oleh salah satu kepala bagiannya. Kami langsung diajak ke ruang rapat untuk berdiskusi bersama beberapa anggota lainnya yang ternyata sudah menunggu di dalam ruang rapat tersebut.
Saat hendak memulai diskusi inilah keanehan mulai muncul. Sakit kepala yang awalnya saya pikir hanya oleh-oleh pasca perayaan tahun baru semalam, tiba-tiba saja menjadi lebih hebat sakitnya. Seluruh badan pun menjadi panas dan lemas. Tenaga yang saya miliki seperti dihisap sesuatu yang membuat saya menjadi sulit bergerak. Wajah saya pun memucat.
Melihat ada yang aneh, salah seorang wanita dari pihak BPKAD Jatim pun bertanya, “Mas-nya nggak apa-apa?”
Mau mencoba untuk berpura-pura kuat pun tidak ada gunanya, sebab tampilan wajah saya menunjukkan hal yang sebaliknya. Bahkan untuk menjawab pun saya tak bisa. Melihat hal tersebut, wanita yang saya perkirakan seumuran dengan mama saya ini segera membawa saya ke rumah sakit. Dengan diantar oleh seorang supir, saya langsung dilarikan ke ICU. Ya, tahun baru saya tutup dengan bermalam di rumah sakit.
Penderitaan Belum Berakhir
Keeseokan harinya, saya diizinkan untuk pulang. Dokter hanya bilang kalau saya kelelahan. Saya pun merasa tidak enak dengan pihak BPKAD Jatim. Saya yang seharusnya datang untuk berdiskusi dan melakukan setup server, malah berakhir dengan dirawat di rumah sakit.
Hari terakhir di Surabaya untuk bekerja ini pun segera saya manfaatkan dengan langsung menuju kantor BPKAD Jatim lagi. Teman-teman saya dan beberapa orang lainnya pun menyambut saya dengan senyuman. “Udah sehat, us? Ada-ada aja nih ya insiden di tahun baru.” Celetuk salah seorang rekan kerja saya.
Saya hanya menanggapinya dengan “iya, nih” dan kemudian saya langsung bergabung bersama mereka untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.
Singkat cerita, pekerjaan di Jawa Timur itu pun selesai. Namun di malam harinya, tanggal 2 Januari 2020, tepat 1 hari sebelum saya harus kembali ke rumah, tiba-tiba adik saya memberi kabar kepada saya lewat pesan WhatsApp.
“Bung, maaf ya aku nggak sempat nyelametin motornya. Motor aku juga tenggelam. Ini aku dan mama lagi ngungsi di rumahnya ibu X.” Tulis adik saya lewat pesan singkat itu.
Rupanya di Jabodetabek terjadi hujan yang lebat sejak tahun baru. Hal tersebut menyebabkan banyak daerah terendam banjir, termasuk area rumah saya. Di komplek rumah saya sendiri, banjir itu datang di waktu dini hari karena tanggul penahan airnya jebol.
Sambil masih tidak percaya kalau saya yang baru tertimpa masalah ini harus menghadapi masalah lainnya di rumah, saya mengetikkan pesan kepada adik saya, “Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting kamu sama mama aman sekarang.”
Setibanya di rumah, saya awalnya hanya bisa meratapi motor kesayangan saya berselimut lumpur. Namun akhirnya, bersama tetangga yang lain, saya akhirnya bisa tertawa ketika mendapatkan cobaan tambahan di tahun yang baru ini.
*****
Andai saja waktu itu saya lebih mengutamakan keluarga dibandingkan dengan pekerjaan, mungkin saja saya bisa menyelamatkan motor ini dan beberapa barang lainnya. Saya pun tak perlu keluar uang untuk berobat ke rumah sakit.
Inilah momen di mana orang Betawi bilang “mau untung malah buntung”. Mau mendapatkan uang tambahan, malah mengeluarkan uang tambahan yang melebihi dari pendapatan uang tambahan tadi. Cara Tuhan memang selalu unik 🙂
I saw that
–GOD