Menikmati Tehe-Tehe di Tanah Derawan
Pasti sebagian besar voyagers di sini masih bingung mengenai tehe-tehe. Apa sih tehe-tehe itu? Sejenis tari-tarian kah? Nama suatu pulau? Nama prasasti? Nama hewan? atau nama makanan spesial dari suatu daerah? Keanekaragaman yang ada di Indonesia membuat kita sedikit sulit untuk menebak itu apa dan berasal atau terdapat di daerah mana. Kesempatan kali ini Dailyvoyagers akan membawa pikiran dan imajinasi voyagers semua untuk terbang ke pulau yang dinobatkan menjadi paru-paru dunia, Pulau Kalimantan.
Tehe-tehe merupakan makanan khas dari Derawan. Itu loh, Pulau eksotis yang berada di Kalimantan Timur yang 80% penduduknya merupakan Suku Bajau. Suku Bajau ini kesehariannya sangat akrab dengan laut, bisa dibilang salah satu suku yang paling tangguh di laut. Karena kehidupannya yang akrab dengan laut, sudah dapat ditebak dong ya di mana bahan baku utama makanan itu bisa didapat.
Terletak di dasar laut, membuat kita harus menyelam untuk mengambil Landak Laut. Landak Laut memiliki bentuk yang mirip dengan bulu babi namun lebih berwarna dan berduri pendek. Tehe-tehe atau nama lainnya yaitu Landak laut merupakan hewan yang lebih aktif di malam hari dan cenderung pasif di siang hari. Voyagers bisa menemukan mereka di sekitar batu karang di perairan dangkal yang ada di sekitar pulau Derawan.
Untuk persiapan memasaknya, yang pertama harus dilakukan adalah menghilangkan duri-duri yang menyelimuti cangkang Landak Laut. Untuk menghilangkannya voyagers hanya perlu menggosokkan Landak Laut yang satu denganlandak Laut yang lainnya. Saat semua durinya sudah terlepas, bentuk cangkang Landak Laut akan terlihat seperti buah salak.
Setelah bersih, proses selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu mencabut “gigi” dari Landak Laut. Untuk yang sudah mahir seperti masyarakat Suku Bajau, proses mencabut “gigi” ini bisa dilakukan dengan tangan kosong. Namun untuk voyagers yang mau mencobanya, nampaknya harus menggunakan bantuan sendok.
Setelah “gigi” tersebut tercabut, lubang akan terbentuk dan voyagers bisa membersihkan daging Landak Laut yang ada di dalam cangkang dari lubang tersebut untuk nantinya diisi ketan. Sebenarnya, daging Landak Laut boleh tidak dibersihkan dan bisa menjadi penyedap rasa dari ketan yang akan dimasukkan ke dalam, namun semuanya tergantung dari keinginan voyagers sendiri.
Selanjutnya kita masuk ke tahap pengolahan ketan. Beras Ketan yang sudah dicuci bersih kemudian diberi sedikit garam dan minyak, tujuannya agar ketan nantinya terasa lebih gurih dan tidak menempel pada cangkang Landak Laut. Kemudian beras ketan dimasukkan ke dalam cangkang tehe-tehe dengan ukuran setengah dari cangkang. Umumnya warga di sini memberi tanda dengan ukuran satu ruas jari dari lubang cangkang. Supaya beras tidak berhamburan saat direbus, lubang cangkang ditutup dengan daun pandan yang dipotong kecil. Selain sebagai penutup, daun pandan juga digunakan untuk memberikan aroma wangi pada tehe-tehe.
Setelah terbungkus rapi, Landak Laut sudah siap untuk dimasak. Letakkan tehe-tehe ke dalam santan yang tengah di rebus. Rebus Tehe-tehe kurang lebih selama 30-45 menit dan pastikan tehe-tehe tersebut benar-benar tenggelam. Tenggelamnya tehe-tehe ini merupakan salah satu indikator bahwa tehe-tehe sudah matang dan siap diangkat untuk disajikan.
Cara memakan tehe-tehe pun cukup unik, voyagers harus menghancurkan cangkang bagian samping atas. Barulah setelah itu voyagers bisa menikmati beras ketan yang sudah matang di dalam cangkang tersebut. Rasanya itu seperti memakan lemper namun rasa seafood. Belum ke Derawan katanya kalau belum mencicipi hidangan tehe-tehe. Umumnya tehe-tehe memang disajikan untuk tamu yang datang ke pulau ini.
Jadi apa voyagers tertarik untuk mecobanya? Yuk mari mampir ke Pulau Derawan.
Selamat Makan 🙂
Sponsored by @derawanfisheries
Food for the body is not enough. There must be food for the soul
–Dorothy Day