Langit Jingga Menuju Senja di Karimunjawa
Tuhan itu baik, ya? Baik banget kalau saya bilang. Dia seringkali memberikan apa yang tidak kita minta dan tak jarang memberikan lebih dari apa yang kita minta. Itulah yang saya rasakan ketika saya berkunjung ke gugusan pulau yang ada di utara Jepara. Waktu itu, sebelum berangkat, saya hanya meminta cuaca yang cerah dan laut yang tenang agar saya bisa melihat keindahan bawah lautnya yang memesona itu. Tapi kalian tahu apa yang Tuhan tambahkan dalam doa saya itu? Ia berikan momen menuju senja di Karimunjawa yang indah banget.
Jujur, saya bukanlah penikmat momen matahari terbit atau tenggelam. Kalau memang dapat kesempatan untuk melihat salah satu atau kedua momen tersebut ketika traveling, saya bersyukur banget. Tapi kalau tidak, ya tidak apa juga. Saya bukan orang yang terlalu ngoyo untuk mengejar momen tersebut. Namun Puji Tuhan banget, saya bisa menikmati momen matahari terbenam ketika berlibur di Karimunjawa. Bukan hanya 1 kali, melainkan 2 kali dan berlangsung di dua tempat yang berbeda.
Keindahan di Ujung Gelam
Saat sedang asyik bermain di Pantai Bobby, salah satu pantai cantik yang ada di Karimunjawa dan tempat terbaik untuk menikmati sunrise, secara perlahan langit mulai berubah sendu. Menyadari hal tersebut, saya pun mengajak beberapa orang teman untuk menyudahi kebersamaan dengan Pantai Bobby dan berganti pakaian. Saya tahu kalau sebentar lagi senja akan tiba. Matahari sudah tak lagi berada di titik tertingginya dan dengan pelan namun pasti, ia mulai turun dan bersiap mengakhiri tugasnya hari itu.
Usai berganti pakaian, secara berpasang-pasangan, kami berkendara menuju Pantai Ujung Gelam dengan menggunakan si kuda besi. Guide yang mengantar saya waktu itu bilang, tempat terbaik untuk menikmati senja di Karimunjawa adalah di Pantai Ujung Gelam. Saya pun percaya saja dan mengikuti laju motornya dari belakang.
Perjalanan dari Panti Bobby menuju Pantai Ujung Gelam kurang lebih memakan waktu 20 menit. Bersamaan dengan laju motor kami, saya melihat juga beberapa rombongan bule mengarah ke tempat yang sama. Berarti benar, tempat yang akan kami tuju memang salah satu tempat terbaik untuk menikmati senja.
Jalanan di Karimunjawa sudah teraspal dengan rapi, jadi tak sulit untuk mencapai Pantai Ujung Gelam dari Pantai Bobby. Setibanya dilokasi parkir, kami langsung memarkirkan kendaraan, membayar tiket masuk dan berjalan sedikit menuju pantai. Pasir di pantai ini putih dan cukup halus. Saya pun segera melepas alas kaki setibanya di pantai.
Pemandangan pantainya pun juara. Gradasi biru laut dan beberapa perahu nelayan yang terombang-ambing di atasnya membuat mata ini tak ingin berhenti memandanginya. Beberapa warung yang tertata rapi di pinggir antai membuat saya tidak khawatir bila haus atau lapar melanda.
Tingginya pohon kelapa yang melambai-lambai dan pantainya yang bersih membuat sukacita semakin bertambah. Dan tak lama berselang, usai saya bermain di bagian utara pantai ini, dengan pasir halus dan biru airnya yang menenangkan, matahari muncul dari balik awan biru. Semburat jingga pun menyeruak dan perlahan mendominasi langit sore itu.
https://www.instagram.com/p/BxOFX0pnp6V/
Pantai Tanjung Gelam ini memiliki 2 bagian yang begitu kontras, yaitu bagian yang berpasir halus dengan pepohonannya yang banyak dan bagian kecil dengan bebatuan karang yang besar & kasar. Bagian terbaik untuk mengabadikan momen ketika matahari kembali ke peraduannya terletak di bagian yang berbatu karang tersebut. Di sanalah saya menghabiskan sore itu.
Lukisan alam terpampang dengan indahnya. Tripod pun saya tancapkan di atas pasir guna mengabadikan momen senja yang indah itu. Baru kali ini saya melihat langit yang benar-benar penuh berwarna jingga. Sesekali perahu nelayan yang baru berangkat melaut melintas di hadapan kami dan menambah indah kecantikan di depan mata. Pulau yang terlihat di kejauhan sana pun semakin melengkapi lukisan dari sang Tuhan.
Semakin lama, sang surya semakin tenggelam di balik horizon. Tak ada awan besar yang menghalanginya, hanya kecil saja. Langit yang tadinya berwarna jingga pun berubah menjadi hitam. Tanpa harus dipanggil, bulan dengan gesit menggantikan posisi matahari dan langsung ditemani oleh bintang-bintang. Dengan hadirnya kedua penguasa langit malam itu, saya pun bergegas kembali ke penginapan.
Sungguh momen yang sangat langka, sebab di Jakarta langitnya terlalu kotor untuk momen semacam ini. Senja di Ujung Gelam ini merupakan salah satu senja paling indah yang pernah saya alami.
Menegur Senja di Menjangan Kecil
Saya pikir senja di Ujung Gelam yang saya nikmati di hari sebelumnya merupakan satu-satunya senja yang akan saya rasakan selama saya berada di gugusan Pulau Karimunjawa. Rupanya tidak. Di hari kedua keberadaan saya di Karimunjawa, Tuhan kembali mengejutkan saya lewat nikmat-Nya berupa senja di Karimunjawa, hanya saja kali ini di tempat dan suasana yang berbeda.
Sepulangnya saya dari menyelam dan melakukan island hopping, kapal yang saya tumpangi tidak langsung kembali ke pulau utama, melainkan mampir dulu ke Pulau Menjangan Kecil. Pulau ini terletak persis di depan dermaga tempat kami berangkat pagi tadi, jadi bisa dikatakan tidak jauh dari pulau utama, Karimunjawa.
Di Pulau Menjangan Kecil ini, terdapat satu area yang menarik banyak minat wisatawan untuk berfoto, yaitu berupa sebuah kolam buatan dimana terdapat hiu-hiu kecil yang berenang di dalamnya. Para pengunjung yang datang ke pulau ini bisa turun ke dalam kolam tersebut untuk foto bersama hiu-hiu tersebut.
Tapi bukan itu yang membuat saya mampir ke sini. Bermain bersama hiu tidak terlalu menarik perhatian saya. Kolam buatan itu bagi saya adalah salah satu bentuk penyiksaan pada hiu. Kolam buatan itu tak ubahnya sebuah penjara bagi para hiu. Parahnya lagi, hiu-hiu yang terpenjara itu “dipaksa” berfoto. Apakah harus dengan berfoto seperti itu agar eksis di sosial media?
Usai kapal yang saya tumpangi parkir di dermaga, dekat sekali dengan penjara hiu tersebut, saya dan teman-teman langsung berlalu dari tempat itu dan menuju ke arah lain. Kami pun tidak tahu mau kemana karena itu kali pertama kami menginjakkan kaki di pulau itu. Awak kapal tidak ikut mendampingi kami. Ia lebih memilih untuk beristirahat di atas kapal. Kami pun diberi kebebasan untuk menjelajahi pulau ini.
Dengan liarnya kaki ini melangkah ke sisi yang berlawanan dengan dermaga tadi. Di bibir pantainya, terdapat beberapa saung yang bisa digunakan pengunjung untuk bersantai dan terdapat juga dermaga lainnya untuk kapal bisa merapat. Tanpa membuang waktu, saya dan beberapa orang teman pun langsung mengisi saung yang kosong itu.
Tepat di depan saung kami, matahari yang mulai turun dari singgasananya terlihat jelas. “Wah, tempat sunset bagus ini.” ucapku dalam hati. Kami pun duduk di sana sambil bersenda gurau. Selang beberapa waktu, saya, Billy dan Chris pun berolahraga sambil menunggu golden moment terjadi. Kami melakukan beberapa gerakan seperti Hanging Knee Raises, Full Plank, Pistol Squats, dan masih banyak lagi. Tak ingin hanya duduk saja, Helena dan Monika pun sibuk mengabadikan momen di pulau ini dengan kameranya.
Sekitar pukul 17:40 WIB, fenomena langit berubah jingga kembali terjadi. Meskipun sudah beberapa kali melihat momen seperti ini, saya tidak pernah bosan memandanginya, bahkan beberapa kali tercengang dibuatnya. Duduk terdiam memandangi matahari yang berdiri tipis di atas horizon sembari dipeluk oleh angin yang berhembus merupakan cara terbaik yang saya tahu untuk menikmati senja. Bersyukur masih bisa diberi kesempatan menikmatinya.
Jika saya lihat, rasanya bukan hanya kami yang bersyukur kala senja itu tiba. Banyak mahluk lain yang juga bersukacita, seperti burung-burung yang terbang beriringan kembali ke sarangnya. Senja hadir salah satunya sebagai pengingat bagi beberapa manusia kalau sebentar lagi adalah waktunya untuk beristirahat, berkumpul di rumah bersama keluarga dan mempersiapkan diri untuk hari berikutnya.
Hari kedua ini kami tidak benar-benar menikmati matahari terbenam hingga tuntas. Kami harus kembali ke pulau utama sebelum malam tiba, takutnya ombak besar datang dan kami tidak bisa kembali. Tidak melihatnya secara tuntas bukan berarti saya kehilangan keindahannya. Justru saya bersyukur karena saya jadi bisa melengkapi momen itu dengan imajinasi saya yang lebih liar.
Terima kasih, sang surya. Saya tahu ketika senja itu datang, kamu tidak benar-benar pamit untuk beristirahat. Kamu hanya berpamitan kepada kami untuk berjumpa dengan mahluk-mahluk lain di sisi yang lainya, yang rindu akan belaian sinar kasihmu. Selamat kembali bertugas.
*****
Itu tadi pengalaman dan berkat Tuhan yang luar biasa berupa momen menuju senja di Karimunjawa. Tak ada kata lain yang bisa terucap kecuali bersyukur. Semoga kedepannya, banyak momen seperti ini lagi yang bisa saya rasakan, di tempat dan zona waktu yang berbeda 🙂
If you are in a beautiful place where you can enjoy sunrise and sunset, then you are living like a lord.
–Nathan Phillips