Santap Siang Mewah & Laut yang Indah di Pulau Cemara Besar
Pulau Cemara Besar – Apakah makanan mewah harus selalu hadir di restoran yang ternama? Apakah makanan yang mewah itu selalu makanan yang paling mahal? Saya rasa tidak. Mewah bagi saya justru adalah kesederhanaan. Memang sih tergantung dari mana kita memandangnya, ada banyak faktor yang bisa membentuk kemewahan tersebut. Tapi yang saya mau katakan adalah kemewahan (atau mewah) itu bisa hadir dari sesuatu yang sederhana dan datang di momen yang tepat.
Seperti daging sapi contohnya. Mungkin daging sapi adalah makanan yang biasa bagi mereka yang hidup di perkotaan. Tapi cobalah datang ke daerah pesisir, daerah yang terbiasa dengan ikan sebagai makanan sehari-hari, mungkin daging sapi bisa menjadi makanan mewah untuk mereka.
Atau tidak perlu jauh-jauh, kita ambil saja contoh yang dekat. Tahu mie instan, kan? Mie instan itu kan makanan yang umum banget buat anak kos dan sebagian orang Indonesia dan bisa dikatakan bukan barang mahal. Mie instan Bisa ditemukan dengan gampang di warung-warung dan dimasak dengan mudah.
Tapi mie instan itu bisa jadi makanan yang mewah kala kita menyantapnya di gunung atau di puncak, ketika suhu atau cuaca dingin menyerang. Bahkan untuk orang Indonesia yang merantau keluar negeri sana, mie instan menjadi barang mewah yang begitu dinanti kehadirannya.
Kurang lebih seperti itulah gambaran akan kemewahan santap siang yang akan saya ceritakan kala saya menghabiskan waktu di Pulau Cemara Besar.
Siang Menjelang
Sekitar jam 10:00 WIB, usai menyelam untuk melihat keindahan Indonor Wreck, kapal batu bara yang tenggelam di perairan Karimunjawa, badan ini pun mengalami kelelahan. Banyak energi yang habis untuk turun menyelam dan kembali lagi ke permukaan. Maklum saja, penyelaman yang saya dan teman-teman lakukan adalah freediving, yaitu menyelam dengan tanpa menggunakan tabung dan kedalaman Indonor Wreck ini mulai dari 6-15 meter jika saya tidak salah.
Untuk mengembalikan tenaga yang sudah keluar entah berapa kalori itu, harus ada makanan yang masuk ke dalam tubuh ini tentunya. Tidur di atas kapal saja tidaklah cukup. “Ayo naik. Kita makan di Pulau Cemara Besar.” Ucap salah satu awal kapal. Mendengar hal itu, kami pun naik ke atas kapal dan kemudian kapal diarahkan ke pulau yang dituju.
Setelah sekitar 1 jam kapal melaju di tengah laut yang ombaknya agak kencang hari itu, mesin kapal pun dimatikan dan sauh pun dibuang. “Sudah sampai. Silakan turun dan bawa barang yang diperlukan.” Ucap salah satu ABK yang membuat saya terbangun dari tidur saya. Di depan kapal, sebuah pulau yang tidak begitu besar berbaring dengan indahnya. Pasir putih dan pepohonan begitu mendominasi pulau tersebut.
Dari tempat kapal berlabuh, kami masih harus turun dan berjalan menyusuri laut nan biru sejauh beberapa puluh meter. Kalau parkir terlalu dekat, takutnya ketika air surut, kapal akan terjebak di atas pasir. Perjalanan menuju pulau agak sulit karena badan ini terendam setinggi ±80 cm. Barulah ketika hendak tiba di pulau tersebut, ketinggian air mulai berkurang.
Terlihat 2 orang ABK di depan kami yang sibuk membawa tempat nasi dan beberapa botol air mineral untuk kami. Untungnya, dasar laut di sini hanya dipenuhi oleh pasir halus, bukan karang. Jadi kami bisa berjalan dengan santai tanpa takut kaki ini merusak keindahan bawah laut Karimunjawa.
Tepat di depan pulau tersebut, terpampang sebuah tulisan “Pulau Cemara Besar” berwarna oranye dengan tulisan Karimunjawa di atasnya.
Bakar-bakar dan Makan-makan
Dengan cepat kami masuk ke pulau yang tidak begitu besar ini. Tidak jauh dari area bertuliskan Pulau Cemara Besar tadi, terdapat beberapa pondok atau saung yang memang sengaja dibangun bagi para traveler untuk bersantai. Terlihat sudah ada beberapa orang yang terlebih dulu sampai sebelum rombongan kami tiba. Untung saja masih ada saung yang kosong. Dengan cepat Billy berlari ke sana dan meletakkan barang bawaannya di saung tersebut untuk memberi tanda kalau saung ini sudah kami “ambil”.
Berbeda dengan kami, para nahkoda yang membawa peralatan makan siang kami langsung menuju ke area bagian tengah. Di sana terdapat saung yang cukup luas dan sudah ada beberapa ABK lainnya yang juga sedang membawa tamu. Asap membumbung tinggi dari depan saung bagian tengah tadi. Rupanya para ABK lain yang sudah datang sebelumnya sedang memasak ikan.
Tak mau ketinggalan, ABK kami pun melakukan hal yang sama. Dari ice box yang dibawanya, ia mengeluarkan beberapa ikan. Ikan-ikan tersebut masih segar, sepertinya baru ditangkap sebelum kami berangkat dari dermaga di Karimunjawa, atau mungkin saat kami sibuk menyelam dan mengabadikan momen di Indonor Wreck. Ikan tersebut lalu diolesi minyak dan lantas diletakkan di atas barisan ranting kayu dengan bara api yang sudah menyala di bawahnya.
Saya begitu menikmati momen ini, meskipun hanya mengabadikan lewat kamera dan tidak membantu mereka. Setelah dikipas agar bara api tetap menyala, secara perlahan ikan dibolak-balik agar matangnya merata. Tak lama berselang, warnanya pun berubah. Dari yang tadinya berwarna putih atau biru, menjadi kuning kehitaman. Setelah dianggap matang, ikan lantas diangkat dan diletakkan ke atas piring, barulah kemudian proses bakar ikan diulang dengan ikan-ikan baru yang sudah diolesi minyak.
Kenikmatan semakin bertambah karena di sini ada warung. Kurang bahagia bagaimana lagi coba di atas Pulau Cemara Besar ini ada warung. Dan yang membuat kami lebih bahagia lagi adalah harga makanan dan minuman di warung ini tidak mahal. Dahsyatnya lagi, warung ini menjual kelapa muda. Kombinasi ikan bakar dan kelapa muda di tengah siang hari yang panas dan dalam kondisi haus dan lapar adalah berkat Tuhan yang luar biasa dan merupakan bentuk kemewahan bagi saya. Tanpa rragu kami memesan kelapa muda tersebut.
Usai semua ikan dibakar dan kelapa muda tersaji, saya, Billy, Chris, Monik, dan Helena, serta para ABK menyantap bersama sajian tersebut di atas saung. Suasana makan siang semakin sempurna karena saung kami menghadap ke laut yang indah dan saat itu angin berhembus pelan membelai kami yang sedang sibuk mengunyah. Tidak hanya itu, sembari makan, kami pun saling bercerita ngalor ngidul tentang banyak hal. Banyak cerita yang absurd memang, tapi entah kenapa sangat menyenangkan.
Sampai sekarang pu saya masih bisa membayangkan keseruan mencabut daging ikan dari tubuhnya yang garing banget itu, lalu mencocol-nya dengan sambal racikan yang rasanya lecker. Memori menyeruput air kelapa yang kemudian dilanjutkan dengan mengorek-ngorek bagian dalamnya untuk mengambil dagingnya pun masih melekat dengan jelas.
Inilah makan siang mewah, makan siang yang dihabiskan bersama orang-orang terkasih dengan suasana dan pemandangan yang luar biasa. Mungkin lauknya biasa saja atau bahkan cenderung sederhana, hanya ikan dan sambal kecap, tapi momennya lah yang membuat makan siang ini menjadi mewah. Momen pernuh kebersamaan, sukacita dan canda tawa.
Karena mewah tidak melulu soal harga, tapi juga soal rasa. Ingin rasanya kembali mengulang momen kemewahan santap siang di Pulau Cemara Besar ini yang tidak bisa dibeli dengan uang (sepeser pun).
Main Air
Setelah makan langsung jalan lagi? Oh, tentu tidak. Menu yang kami makan begitu berlimpah sehingga perut kami benar-benar penuh. Dibutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk kami berdiam dan membiarkan makanan ini diolah oleh organ-organ bagian dalam tubuh ini.
Setelah mampu bergerak, kami tak ingin melewatkan kesempatan bermain di sekitar pulau ini. Sumpah, laut di sekitar pulau ini cantik jernih banget dan perairannya pun tidak dalam. Sayang banget kalau tidak mencicipinya. Gradasi air lautnya itu seolah memiliki kuasa yang seolah berkata, “Ayo ke sini. Ayo berenang.”
Dan momen berenang ini menjadi penutup dari rangkaian kegiatan kami di Pulau Cemara Besar ini. Terima kasih Pulau Cemara besar untuk segala keindahan dan kemewahan yang ditawarkan. Semoga masih ada waktu untuk kembali ke sini dan semoga engkau tetap terjaga.
https://www.instagram.com/p/BxLnkBgHTe9/
Sedikit tentang Pulau Cemara Besar
Konon katanya, Pulau Cemara Besar ini milik Ibu Susi, Menteri Kelautan kita. Bukan kepemilikan resmi dengan disertai sertifikat kepemilikan tanah lho ya. Jadi ketika ke Karminjawa, Ibu Susi mampir ke Pulau Cemara Besar ini. Dulunya pulau ini tidak terawat, lalu Bu Susi mengurus pulau ini. Ia membersihkan, membangun saung, kamar mandi dan membuat Pulau Cemara Besar ini menjadi “hidup”.
Untuk tetap menjaga keasrian dan kebersihan pulau ini, maka ditempatkanlah seseorang untuk menjaga pulau ini siang hari. Orang tersebut adalah yang membuka warung dan menjual kelapa muda ini. Mungkin Bu Susi berpesan jika mereka mau merawat pulau ini, maka mereka boleh tinggal dan berusaha di atas pulau ini.
Akhirnya sekarang ini Pulau Cemara Besar menjadi salah satu tempat favorit untuk makan siang saat melakukan island hopping di Karimunjawa. Dan setiap kali Bu Susi ke Karimunjawa, ia pasti mampir ke pulau ini.
Food, to me, is always about cooking and eating with those you love and care for.
–David Chang