Travel Itinerary Jelajah Taman Nasional Way Kambas 2 Hari 1 Malam
Perjalanan menjelajahi Taman Nasional Way Kambas, terlebih khusus Pusat Latihan Gajah-nya (PLG) dan Elephant Response Unit (ERU), selama 2 hari 1 malam ini mungkin terlihat sedikit memaksakan atau terlalu terburu-buru. Namun percayalah, 2 hari 1 malam adalah waktu yang lebih dari cukup untuk menjelajah sebagian kecil area taman nasional yang berada di Provinsi Lampung ini.
Perjalanan ini merupakan salah satu perjalanan yang penuh drama. Bernamakan “Trip Cerdas Finansial” dalam sebuah grup WhatsApp, grup yang beranggotakan saya sebagai satu-satunya lelaki dan ditemani oleh 4 wanita cantik yaitu Trias, Annisa, Devi dan juga Helena, sudah memulai drama trip kali ini sejak dalam penyusunan.
Beberapa kali melakukan gonta-ganti personil seperti sebuah grup band, perubahan tanggal keberangkatan dari yang sudah disetujui sebelumnya karena ada salah seorang dari kami yang harus menghadiri acara pernikahan saudaranya, akhirnya trip yang memang sangat cerdas secara finansial ini dapat terwujud juga. Tanpa berlama-lama, berikut ini adalah rincian perjalanan yang kami lakukan saat menjelajah Taman Nasional Way Kambas:
Hari Pertama
Waktu (WIB) | Deskripsi |
---|---|
00:30 | Perjalanan ke Merak dari Alam Sutera (Tangerang) |
02:00 | Tiba di Pelabuhan Merak |
02:00 - 03:30 | Menunggu antrian masuk kapal |
04:00 - 06:00 | Perjalanan Merak - Bakauheni |
06:00 - 06:30 | Tiba di Bakauheni dan menunggu antrian keluar kapal |
06:30 - 08:00 | Perjalanan menuju ke Bandar Lampung |
08:00 - 09:00 | Sarapan di Mie Lampung 2 |
09:00 - 09:15 | Beli pempek di Pempek 123 |
09:15 - 12:00 | Perjalanan menuju Taman Nasional Way Kambas |
12:00 - 12:30 | Check in dan meletakkan barang |
12:30 - 16:30 | Istirahat |
16:30 - 18:00 | Main bersama gajah |
18:00 - 18:30 | Mandi dan rapi-rapi |
18:30 - 19:30 | Cari makan malam |
19:30 - 20:30 | Makan malam |
20:30 - 22:00 | Acara bebas |
22:00 - 23:00 | Patroli bersama mahout |
23:00 - 00:30 | Ngobrol bareng Mahout |
00:30 | Tidur |
Perjalanan dimulai dari Alam Sutera. Devi dan Annisa yang berangkat dari Jakarta dengan menggunakan mobil langsung menjemput saya, Helena dan Trias di McD Alam Sutera. Sebagai lelaki satu-satunya dalam perjalanan kali ini dan tidak bisa menyetir mobil, peran saya dalam trip ini adalah untuk menjaga wanita-wanita ini agar tidak lepas kontrol dan juga menjaga mereka dari gangguan eksternal seperti digoda oleh pria-pria kesepian di luar sana.
Dari McD Alam Sutera, mobil dipacu kencang melewati jalur tol menuju Pelabuhan Merak. Ya, perjalanan menuju Lampung, terlebih khusus Taman Nasional Way Kambas, ini dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Dengan cekatan Trias menyalip semua transformer nokturnal (dibaca: Truk dan bus bear yang beroperasi malam hari) yang ada di depan kami. Dalam waktu kurang dari 2 jam, kami sudah tiba di Pelabuhan Merak.
Saya pikir proses masuknya mobil ke dalam Kapal Feri yang akan memberangkatkan kami dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni ini akan berjalan cepat. Namun dugaan saya salah. PT ASDP memang sudah berupaya memperbaiki pelayanan di pelabuhan ini dengan menambah beberapa fasilitas seperti dermaga ekskutif, jumlah kapal yang berlayar, dan beberapa fasilitas pendukung lainnya, tapi tetap saja proses masuknya mobil ini masih sangat ribet.
Memasuki area pelabuhan, kami pun bingung harus ke arah mana karena penunjuk arahnya tidak begitu jelas. Hal itu diperburuk dengan ketidakhadiran petugas di tempatnya. Beberapa saat sebelum masuk ke dalam kapal, antrian mobil mengular. Terlihat beberapa orang yang bukan petugas mulai sibuk mengatur antrian kendaraan yang akan masuk. Bukan petugas kok ngatur-ngatur? Mereka ini siapa? Bottleneck pun akhirnya terjadi dan kami harus menunggu selama kurang lebih 1 jam 30 menit, waktu yang apabila dikonversi untuk workout bisa membakar beberapa ratus kalori.
Singkat cerita, akhirnya kami bisa masuk dan memarkirkan kendaraan. Saya lupa waktu itu naik kapal apa, karena kondisinya begitu gelap tengah malam itu. Namun yang jelas kami bukan naik Kapal Api Torabika, apalagi yang duo susu. Memasuki area (yang katanya) VIP, kami pun langsung memutuskan untuk beristirahat. Ruangan (yang katanya) VIP itu terbagi menjadi 2 bagian, yaitu area dengan kursi dan area lesehan. Karena area lesehan sudah penuh, kami hanya punya opsi untuk tidur di kursi, dengan posisi tidur seadanya.
Waktu yang bisa kami gunakan untuk memejamkan mata hanya 2 jam, masih jauh dari rekomendasi dokter yang menganjurkan untuk tidur selama 7-9 jam. Setelah itu kapal pun bersandar di Pelabuhan bakauheni sebagai titik akhir dan para penumpang diminta untuk turun. Puji Tuhan, proses keluar mobil ini jauh lebih cepat dibandingkan masuknya. Kami hanya perlu mengantri selama ±10 menit.
Tanpa pikir panjang, karena perut pun sudah lapar, mobil langsung di-gas menuju ke Bandar Lampung. Perjalanan menuju kota Bandar Lampung ini hanya memakan waktu 1 jam 30 menit. Jalur Bakauheni – Bandar Lampung ini sudah sangat mulus jauh lebih mulus dibandingkan jalan cinta kamu dan dia. Terima kasih Pak Jokowi dan jajarannya yang sudah berusaha meningkatkan kualitas infrastruktur di Indonesia 🙂
Sampai di Lampung, saya langsung memutuskan untuk sarapan di Mie Lampung 2. Kenapa saya yang memutuskan? Karena kalau bertanya pada para wanita, maka jawabannya adalah “TERSERAH”. Tak ingin terjebak dalam jawaban tersebut, maka keputusan cepat langsung dibuat.
Mie Lampung 2 ini terletak di Jl. Raden Intan No.99/3, Enggal, Kec. Tj. Karang Pusat, Kota Bandar Lampung dan sudah buka sejak jam 07:30 WIB. Kalau kalian mampir ke sini, saran saya yang wajib kalian coba adalah menu ayam rebusnya yang sehat dan enak banget. Ayam rebus ini disajikan dengan cara dipotong kecil-kecil di atas piring. Dagingnya empuk dan mudah untuk dikunyah. Kalau kalian rasa Ayam Rebus ini masih kurang, maka kalian bisa memesan mie ayam, bihun ayam, kwetiaw ayam dan atau nasi tim.
Selesai memenuhi perut ini dengan makanan yang cukup bergizi, kami pun lantas memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Pempek 123. Untuk makan lagi? Tentu tidak. Kali ini kami membeli Pempek untuk nantinya dimakan di Way Kambas. Way Kambas itu kan hutan (taman nasional), jadi ketika sore menjelang, pasti tidak ada lagi penjual makanan di sana dan seandainya masih ada yang buka pun, kami tidak memiliki banyak pilihan makanan untuk kami pilih.
Perut kenyang, bahan makanan pun sudah aman, kami lanjut bertolak ke tujuan utama, yaitu Taman Nasional Way Kambas. Jalan menuju Taman Nasional Way Kambas ini pun sudah teraspal dengan rapi. Dengan bantuan dari Google Maps, kami mengarahkan kendaraan menuju Taman Nasional Way Kambas dengan gerbang masuknya yang berada di Margahayu.
Seperti yang sudah saya ceritakan tadi, semua pengemudi yang mengendarai mobil secara gilir ganti pada perjalanan kali ini adalah wanita. Meskipun wanita, yang biasanya diidentikkan dengan mahluk yang lemah, tapi kemampuan mengendarai mobil yang mereka miliki tak boleh diragukan. Dalam darah mereka (Annisa, Devi, dan Trias) mengalir darah supir-supir bus atau truk AKAP yang mampu mengendalikan mobil secara “luar biasa”, bahkan dalam keadaan mata yang terpejam sekalipun.
Jika perjalanan Tangerang – Merak yang mengemudi adalah Trias, Bakauheni – Bandar Lampung adalah Devi, maka perjalanan Bandar Lampung – Way Kambas ini dikemudikan oleh Annisa. Luar biasa memang pergantian yang mereka lakukan. Hal ini memang harus kami lakukan untuk memberikan kesempatan yang lain untuk bisa tidur sejenak *cuma tidur 2 jam*. Tak terasa, saking ngebut-nya, dalam 2 jam 45 menit kami pun tiba di lokasi utama.
Setibanya di Taman Nasional Way Kambas, lebih tepatnya di Pusat Latihan Gajah, kami langsung disambut oleh Mas Een, salah satu Mahout (pawang gajah) di PLG Way Kambas. Dia lalu memberikan kami kunci dan mempersilakan kami masuk ke dalam Mahout Guest House. Mahout Guest House merupakan sebuah penginapan yang terletak persis di sebelah kandang gajah dan terletak di depan kolam untuk gajah mandi. Kami memesan 2 kamar saat itu dan langsung beristirahat. Hanya tidur 2 jam dan harus bergantian tidur di mobil saat perjalanan membuat waktu tidur kami sangat kurang.
Sebelum masuk ke kamar, kami sempat duduk sebentar di rerumputan yang ada di depan Mahout Guest House. Dari sana kami melihat para gajah yang sedang sibuk makan. Kami pun melihat bagaimana cara para Mahout membawa gajah yang mereka bawa untuk mandi langsung di kolam. Sudah pernah melihat gajah mandi di kolam, belum?
Rupanya memang kami sangat lelah. Usai melihat sebentar tingkah laku para gajah dan masuk ke kamar, kami semua tertidur hingga 4 jam. Saat terbangun, hari pun sudah sore. Matahari tak lagi bersinar terlalu garang. Dengan cepat kami pun langsung mandi dan bersiap untuk bermain bersama para gajah di kandangnya. Oh ya, untuk bisa bermain bersama para gajah, kita harus didampingi oleh para mahout ya. Sebab mereka lah yang sudah mengenal gajah-gajah di sana dan akan menjaga kita selama berinteraksi dengan gajah.
Sore ini kami bukan ditemani oleh Mas Een, melainkan Mas Adi. Sebelum masuk ke dalam kandang gajah, kami dibawa oleh Mas Adi untuk bertemu gajah yang ia pegang bernama Johny di belakang penginapan kami. Gajah tersebut baru ditarik kembali oleh Mas Adi setelah seharian dilepas di hutan. Oleh Mas Adi, kami diberi kesempatan untuk memberikan ia makan dan vitamin. Seperti halnya manusia, gajah pun membutuhkan vitamin biar tetap sehat dan kuat.
Usai memberi Johny makan, kami pun mampir ke kandang gajah. Di PLG Taman Nasional Way Kambas ini terdapat 2 kandang. Kandang yang paling besar itu berisi gajah-gajah dewasa. Sedangkan kandang gajah yang kedua, yang berada di sebelah dari kolam pemandian gajah dan sedikit lebih kecil, ditujukan untuk gajah betina beserta para anak gajah yang masih tergantung kepada induknya atau dianggap belum waktunya untuk dibiarkan sendiri.
Jangan membayangkan kandang gajah di Taman Nasional Way Kambas ini tertutup ya. Kandang gajah di sini terbuka lebar dan sangat luas. TIdak ada tembok pembatas di sisi-sisinya. Untuk mencegah gajah keluar masuk seenaknya, diberikanlah parit pembatas yang cukup dalam dan juga pintu masuk yang dijaga.
Kami mengunjungi kandang yang paling besar terlebih dahulu. Di sini, kami berkesempatan untuk memandikan gajah. Gajah tersebut dibawa ke area mandi (bukan kolam), lalu gajah tersebut kami siram dengan menggunakan selang air dan kemudian kami menggosok badannya. Usai memandikan gajah inilah baru kami melanjutkan ke kandang yang kedua dan bermain bersama anak-anak gajah.
Kalau ditanya lebih seru yang mana, antara bermain di kandang gajah yang berisi gajah dewasa atau gajah yang masih anak-anak, tentunya saya menjawab gajah yang masih anak-anak. Seperti halnya anak-anak manusia, anak-anak gajah ini pun sukanya bermain. Mereka berlari, makan, berlari, makan dan hanya itu yang mereka kerjakan. Jika ada manusia yang berkunjung mereka pun tak sungkan untuk mengajak bermain.
Hanya kadang yang mereka lupa adalah mereka itu anak-anak gajah dengan badan yang besar. Terkadang maksud mereka menyeruduk untuk mengajak bermain, tapi sundulannya itu sangat bertenaga. Atau mereka suka sekali mundur-mundur di depan manusia sambil menggoyangkan pantatnya. Setelah agak dekat, tiba-tiba anak gajah itu akan mengangkat salah satu kaki belakang dan menendang. Kalau kalian tidak kuat, dijamin jatuh kena tendangannya. Ada-ada saja kelakukan anak gajah nan lucu di PLG.
Niat awalnya, setelah bermain dengan anak-anak gajah, kami ingin menikmati sunset. Belum banyak orang tahu kalau PLG Way Kambas ini merupakan salah satu tempat terbaik untuk menikmati sunset di Lampung. Sayangnya, sore itu awan tebal menutupi langit sehingga membuat sang penguasa langit tak terlihat wujudnya. Karena yakin tidak bisa melihat sunset, kami pun mampir ke Rumah Sakit Gajah yang letaknya ada di seberang kolam pemandian gajah.
Rumah Sakit Gajah ini adalah rumah sakit gajah terbesar yang ada di Asia Tenggara. Setiap gajah yang sakit dan atau terluka akan dibawa ke rumah sakit ini. Salah satu gajah yang pernah menghuni rumah sakit ini selama beberapa waktu adalah Erin, seekor gajah betina yang ditemukan di hutan dengan kondisi belalai yang sudah terputus akibat jerat yang dipasang pemburu.
Karena hari sudah mau malam dan penerangan agak kurang bagus di PLG Taman Nasional Way Kambas ini, kami pun beranjak kembali menuju penginapan dengan ditemani oleh Mas Adi. “Istirahat dan mandi dulu saja. Kalau nanti malam mau ikut patroli, kalian bisa ikutan. Ditunggu jam 22:00 WIB.” Ujar Mas Adi yang mengantar kami sebelum berlalu menuju ke tempat para mahout berkumpul.
Berkeliling PLG mulai dari jam 16:00 – 18:30 WIB rupanya menghabiskan cukup banyak tenaga. Kami pun memutuskan untuk mencari makan. FYI, Pempek yang dibeli di Bandar Lampung sudah ludes kami santap sebelum main ke kandang gajah. Celakanya, malam hari itu tidak ada lagi penjual makanan di Way Kambas. Kami lupa untuk membeli makanan sore tadi.
Tak tega melihat kami kelaparan, salah seorang Mahout pun memanggil temannya dan memintanya agar mengantar saya keluar Taman Nasional Way Kambas dengan menggunakan truk untuk mencari makan. Mengapa harus ditemani, kan kami membawa mobil? Karena malam hari adalah waktunya bagi para gajah liar beraktivitas. Gajah merupakan hewan nokturnal. Hanya saja, perilaku gajah yang baru beraktivitas malam hari ini diubah di PLG Way Kambas. Itulah mengapa kami bisa bermain dengan para gajah di sore hari (dan sampai lupa beli makan).
Tak ingin kami berjumpa dengan gajah liar saat melalui jalur mobil dan tak tahu apa yang harus diperbuat, saya diantar pulang pergi oleh 2 orang. Yang berangkat mencari makan ini hanya saya ya. Para wanita menunggu di Mahout Guest House sambil julid.
Perjalanan membeli makan ini memakan waktu hampir 1 jam, tapi semua makanan yang terdiri dari nasi, sayur dan ayam bakar ini langsung bersih dalam waktu 10 menit setelah tiba. Sesudah perut terisi, Trias, Devi dan Annisa memutuskan untuk langsung beristirahat. Sedangkan saya dan Helena memutuskan untuk ikut patroli bersama para Mahout.
Patroli ini cukup seru karena dilakukan malam hari dan berjalan kaki. Untuk penerangannya, kami dipersenjatai dengan headlamp atau senter tangan. Kami berjalan dari satu kandang ke kandang yang lain guna memastikan para gajah sudah terikat kakiknya oleh rantai. Mereka dirantai malam hari agar tidak kabur saat para mahout ini tertidur. Selain memastikan gajah dan kandangnya dalam kondisi baik, kami pun menutup pintu masuk ke area PLG ini.
Yang seru dari patroli malam hari ini adalah nuansanya. Tak jarang saat sedang berjalan kaki ini kami bertemu dengan babi hutan dan juga rusa liar. Setelah menutup pintu masuk, kami pun berkumbul di sebuah pondok yang ada di sebelah kandang gajah besar untuk memantau para gajah. Di sini saya duduk sambil mengobrol dengan para Mahout. Obrolan saya dengan para mahout bisa kalian baca DI SINI.
Karena hari sudah malam dan besok paginya kami masih memiliki beberapa agenda, saya dan Helena pun pamit untuk istirahat. Sebelum istirahat, ada perasaan puas yang menghampiri saya. Bukan perasaan puas karena bermain dengan para gajah, tapi bisa mendapat pengetahuan dari para mahout yang sangat terbuka. Selain itu, akhirnya sekarang saya tidak penasaran lagi mengenai bagaimana cara gajah tidur, sebab saya sudah melihat langsung di PLG Taman Nasional Way Kambas ini.
Hari Kedua
Waktu (WIB) | Deskripsi |
---|---|
06:00 - 08:00 | Bangun pagi, mandi, beres-beres, main sebentar dengan gajah |
08:00 - 08:15 | Perjalanan ke rumah Mas Nandar |
08:15 - 09:00 | Sarapan di rumah Mas Nandar |
09:00 - 09:45 | Perjalanan menuju ERU |
09:45 - 11:15 | Main di ERU |
11:15 - 12:00 | Perjalanan kembali ke Mahout Guest House |
12:00 - 13:00 | Mandi, rapi-rapi, istirahat, check out |
13:00 - 15:15 | Perjalanan ke Bandar Lampung |
15:15 - 16:15 | Makan siang di Nasi Bakar New LG |
16:15 - 16:30 | Perjalanan ke Keripik Pisang Ashka Jaya |
16:30 - 17:00 | Belanja keripik pisang |
17:00 - 18:30 | Perjalanan ke Pelabuhan Bakauheni |
18:30 - 19:30 | Menunggu antrian masuk kapal |
19:30 - 22:00 | Perjalanan dari Pelabuhan Bakauheni ke Merak |
22:00 - 22:30 | Menunggu giliran keluar mobil |
22:30 - 00:00 | Perjalanan dari Merak menuju McD Alam Sutera |
00:00 | Kembali ke rumah masing-masing |
Pagi ini kami bangun cukup pagi. Saat keluar dari penginapan, kami dikejutkan oleh para gajah yang terlihat sudah beraktifitas. Rupanya mereka bangun lebih cepat dan bekerja lebih dahulu daripada kami. Kami pun mampir sebentar ke kandang mereka guna menyapa dan mengucapkan selamat pagi. Tak lupa kami berterima kasih karena sudah memberi contoh yang baik untuk bersemangat di pagi hari. Kalau orang tua dulu bilang, bangun siang itu nantinya rejekinya dipatok ayam.
Selesai bermain sebentar bersama gajah, kami pun mandi dan bergegas untuk menuju rumah Mas Nandar. Siapa itu Mas Nandar? Mas Nandar merupakan salah satu warga dari Desa Labuhan Ratu Tujuh, Dusun Margahayu, Kabupaten Lampung Timur, sebuah desa penyangga alias desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Way Kambas. Dari Mas Nandar inilah kami akan belajar dan mendengarkan cerita tentang bagaimana masyarakat hidup berdampingan dengan para gajah liar yang ada di hutan Way Kambas.
Apakah hanya mendengarkan cerita saja? Tentu tidak. Bersama Mas Nandar, kami akan diajak untuk menjelajah hutan Way Kambas dan mengunjungi ERU (Elephant Response Unit), salah satu unit yang dibuat untuk mengharmoniskan hubungan antara gajah dan warga sekitar.
Jarak antara PLG dan rumah Mas Nandar ini tidak jauh, hanya memakan waktu 15 menit saja. Sampai rumah Mas Nandar, kami langsung disambut oleh Mas Nandar dan diberikan sarapan sehat yang diletakkan di atas meja kayu di depan rumahnya. Tidak ada pengalaman makan yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan sarapan di rumah warga yang bersisian langsung dengan hutan Way Kambas.
Saat sarapan sudah selesai, kami pun langsung berjalan menuju ERU dengan terlebih dahulu melewati hutan Way Kambas. ERU ini letaknya ada di tengah hutan ya, jadi kami harus berjalan kaki selama kurang lebih 45 menit melewati jalur tanah yang akan sangat licin bila hujan menerjang. Selama perjalanan menuju ERU, kalian tidak akan bosan sebab pemandangan hutan Way Kambas ini begitu memesona. Ada hutan karet, sungai, perkebunan warga di sisi seberang sungai, pokoknya bagus dan alami banget.
Selama perjalanan menuju ERU, Mas Nandar pun tak henti-hentinya bercerita mengenai Way Kambas, mulai dari jenis pohon yang ada di hutan ini, pengalaman kecilnya bersama gajah, bagaimana konflik gajah dan warga, dan kalian pun bebas bertanya tentang apapun seputar Taman Nasional Way Kambas yang ingin kalian tahu. Untuk seorang guide, Mas Nandar ini service-nya oke banget lho.
- Baca Juga: Tanya Jawab Seputar perjalanan ke Way Kambas
Berjalan sambil “didongengi” itu nggak terasa capek dan jauh lho. Tau-tau kami sudah sampai saja di ERU. Penuh kehangatan dan senyuman, para petugas ERU pun menyambut kami dan mempersilakan kami duduk di dalam mess mereka. Bersama para petugas sekaligus mahout inilah saya mendapatkan banyak insight tentang ERU dari perbincangan yang kami lakukan.
Sedikit gambaran, ERU ini terbentuk belum lama (belum ada 10 tahun). Kalau saya tidak salah, ada 4 ERU yang sudah terbentuk di Way Kambas ini, tapi saya cuma ingat 3 yaitu ERU Bungur, ERU Tegal Yoso dan yang saya kunjungi ini ERU Margahayu (yang terakhir ERU Harjosari). Sejak dibentuknya ERU, konflik antara gajah dengan warga menurun drastis. Selain itu, ERU dibentuk guna melakukan patroli untuk menjaga kawanan gajah dari aktivitas perburuan liar. Tupoksi ERU nanti saya tulis di postingan terpisah deh biar lebih detil.
Puas berbincang-bincang, kami pun diajak untuk bertemu dengan Helly dan Amel. Mereka adalah 2 gajah (dewasa dan anak-anak) yang diajak untuk berinteraksi dengan kami. Sebagai kegiatan awal, kami pun dipersilakan untuk memandikan mereka. Seru lho bisa pegang-pegang kulit gajah lalu menggosoknya. Kulitnya tebel banget dan saya nggak tahu deh apakah para gajah ini terasa waktu digosok kulitnya dengan sikat.
Setelah memandikan mereka, kami memberi makan dan berfoto dengan kedua gajah ini. Sumpah, mereka ini friendly banget dan asyik diajak bergaya. Bahkan si Helly, gajah yang dewasa, tidak terlihat keberatan saat beberapa dari kami memeluk kakinya. Sungguh pengalaman yang luar biasa bermain di ERU ini. Edukasinya dapat dan fun-nya pun dapat.
Tak terasa, ternyata hari sudah semakin siang. Kunjungan di ERU pun kami akhiri dan bertolak kembali menuju rumah Mas Nandar untuk kemudian kembali ke Mahout Guest House di PLG Way Kambas. Oh iya, untuk mengunjungi ERU Margahayau ini harus melalui Mas Nandar ya, jadi kalian tidak bisa langsung ke ERU tanpa membuat janji terlebih dahulu. Mengunjungi ERU ini pun ada biayanya. RInciannya nanti saya tulis di postingan terpisah ya.
Setibanya di Mahout Guest House, kami langsung mandi, packing, dan bersiap untuk kembali ke kota Bandar Lampung. Sebelum pergi, kami pamit dulu kepada Mas Een yang sehari sebelumnya sudah menerima kami. Terima kasih Mas Een dan para mahout lainnya yang sudah menerima kami dan mengedukasi kami. Sehat selalu ya untuk kalian dan gajah yang kalian rawat 🙂
Jika saat masuk kami melalui gerbang Margahayu, pulangnya kami keluar melalui gerbang yang mengarah ke Pasar Tridatu. Dari sana mobil melaju langsung ke Bandar Lampung tanpa ada mampir-mampir lagi. Perjalanan panjang Way Kambas – Bandar Lampung ternyata membuat kami kelaparan. Karena sudah memasuki waktu makan siang juga, kami pun makan siang di Nasi Bakar New LG. Kalau kata para wanita sih nasi bakar di sini enak. Saya sendiri memesan kwetiaw goreng di restoran ini. Ada berbagai macam jenis nasi bakar di sini, mulai dari nasi bakar ayam, nasi bakar cumi, nasi bakar ikan, dan banyak lagi.
Dan seperti biasa, seperti pada trip-trip sebelumnya, guna menyumpal mulut teman-teman kantor agar tidak bawel karena melihat kami pulang jalan-jalan, kami pun mampir ke Keripik Pisang Askha Jaya. Ini adalah tempat menjual keripik pisang paling terkenal di Bandar Lampung. Yang spesial dari Keripik Pisang Askha Jaya ini adalah orang yang mengantar bisa mencoba setiap varian rasa yang dijual sebanyak apapun. Disediakan pula tempat untuk menunggu yang cukup nyaman. Kurang enak gimana coba, bisa duduk menunggu sambil makan keripik pisang gratis (sampai muntah).
- Baca Juga: Mahout yang Salah vs Netizen yang Mahabenar
Selesai belanja puas dengan harga yang cukup aman bagi kantong, kami pun mengarahkan kendaraan untuk kembali menuju ke Pelabuhan Bakauheni. Akhirnya, perjalanan kami di Lampung pun akan menuju akhir. Banyak pelajaran yang kami dapat selama 2 hari ini.
Bakauheni sudah memasuki malam saat kami tiba. Menurut pendapat saya, antrian masuk menuju kapal di Pelabuhan Bakauheni ini jauh lebih teratur dibandingkan dengan Pelabuhan Merak. Meskipun harus mengantri untuk masuk ke dalam kapal, tapi antriannya teratur. Waktu tunggunya pun tidak lama seperti di Pelabuhan Merak.
Perjalanan manis kali ini ditutup dengan menaiki KM Dharma Rucitra 1. Ini adalah kapal feri terbaik yang pernah saya coba, jauh lebih baik daripada kapal feri yang kami naiki saat berangkat dari Pelabuhan Merak. Di KM Dharma Rucitra ini terdapat eskalator, ruang tunggu yang rapi, kantin yang bersih, dan juga ruan untuk tidur yang bertingkat. Kalau pada perjalanan berangkat kami harus tidur dengan posisi duduk, dalam perjalanan pulang ini kami puas tidur dengan posisi rebahan.
*****
Itu tadi sedikit kisah perjalan selama 2 hari di Lampung, terlebih khusus Taman Nasional Way Kambas. Bagaimana menurut kalian? Tidak terlalu terburu-buru di setiap kegiatannya, kan?
Tambahan
- Kapal yang digunakan untuk menyeberang itu bisa berbeda-beda, jadi pengalaman pun juga bisa berbeda
- Proses pembelian tiket kapal dari dan ke Merak harus menggunakan kartu elektronik. Jadi pastikan saldo kartu elektronik kalian cukup.
- Tol di Lampung pun sudah menggunakan kartu elektronik sebagai alat pembayarannya.
- Untuk cemilan selama di Taman Nasional Way Kambas, kalian bisa membelinya di Indomaret atau Alfamart. Tersedia banyak gerai sepanjang perjalanan kalian menuju Way Kambas.
- Di dalam Way Kambas, penjual makanan hanya ada hingga sore. Jadi pastikan kalian sudah membeli makanan sebelum malam datang.
- Signal internet selama di PLG Taman Nasional Way Kambas cukup baik. Saya menggunakan operator merah.
- Ada 2 opsi penginapan yang bisa kalian pilih jika ingin berkunjung ke Taman nasional Way Kambas. Penginapan yang pertama adalah Mahout Guest House dan yang kedua adalah Rumah Mas Nandar.
- Rincian biaya yang kami habiskan selama melakukan perjalanan ini bisa kalian baca DI SINI.
Kontak
- Sunandar → 081274251354 (Telp & WA).
- Mahout Guest House → Silakan hubungi kami lewat email.
The use of traveling is to regulate imagination with reality, and instead of thinking of how things may be, see them as they are.
– Samuel Johnson