Sekali Berlari, 5 Curug di Bogor Terlampaui (Bagian 1)
CURUG – Langit di minggu pagi itu masih menghitam, kabut putih yang keluar dari panasnya lampu jalan yang menyala masih dapat terlihat dengan jelas, burung-burung dan ayam yang merdu pun belum terdengar suaranya, tapi sekelompok pemuda sudah sudah siap untuk beraktivitas.
Tantangan pertama pun berhasil mereka taklukkan, yaitu bangun lebih pagi dari sang penguasa langit, matahari. Sekitar pukul 05:00 WIB, rombongan pemuda dari Alam Sutera, Tangerang, yang terbagi dalam beberapa kendaraan sudah berkumpul dan lantas melaju cepat membelah kesunyian pagi menuju Sentul. Mereka sudah siap untuk melakukan sebuah misi yang mungkin terlihat sepele, yaitu menyehatkan diri.
Setelah selama kurang lebih 1 jam lamanya keempat roda dari setiap kendaraan bergesekkan dengan aspal jalan dan juga bebatuan kasar, akhirnya mobil-mobil yang mengangkut rombongan pemuda itu tiba di Desa Cibadak, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Udara segar kas pegunungan langsung terasa saat pintu mobil dibuka. Tak hanya itu, pemandangan sawah dan perbukitan yang hijau semakin menambah sukacita dan membuat semangat pagi itu semakin menyeruak. Tak ketinggalan, dari atas tahtanya, sang mentari mengucapkan selamat datang dan memeluk rombongan pemuda dengan sinarnya yang hangat.
Dari tempat mobil diparkirkan, lebih tepatnya di seberang sebuah persawahan nan indah, para pemuda ini bersiap-siap untuk memulai kegiatan utama pagi itu yaitu berlari. Ya, jauh-jauh mereka datang dari Alam Sutera melewati Sentul dan berakhir di Cibadak ini hanya untuk berlari sejauh 15 km.
Namun lari kali ini bukan lari di jalur beraspal, melainkan trail run alias berlari dengan gunung dan atau perbukitan sebagai medannya. Ditambah lagi, para pemuda tersebut ingin menghadiahi lari mereka dengan menyambangi beberapa curug. Bukan hadiah yang terlalu mewah memang, tapi setidaknya lari di pegunungan yang mereka lakukan akan meninggalkan kesan dan memberikan sebuah pengalaman tak terlupakan.
Menuju Check Point
Perjalanan pertama dimulai dengan menuju check point. Untuk menuju check point tersebut, para pemuda ini harus berlari sejauh 2 km. Kalau berlari di jalur aspal yang lurus mungkin lari ini bisa dibilang mudah, tapi lari 2 km ini harus dilakukan dengan melewati jalur mix antara semen, tanah berbatu dan tak jarang berlumpur dengan sudut elevasi yang semakin meninggi di setiap meternya.
Beberapa ratus meter pertama, para pemuda ini masih berlari melewati pemukiman warga. Anak kecil dan beberapa orang tua masih ramai menyapa mereka dengan senyumnya. Namun pemandangan warga dengan rumahnya yang berbaris-baris di antara sawah segera digantikan dengan ramainya pepohonan dan rerumputan di kiri kanan jalan, tatkala pemuda ini melewati jembatan sederhana yang berdiri di atas sungai kecil.
Tak ada “keributan” membuat suara detak jantung mereka terdengar jelas kala berusaha berlari menanjak. Selain suara jantung dan kelelahan yang keluar dari mulut, suara lain yang bisa mereka dengar hanyalah suara angin yang sesekali berbisik kepada pepohonan. Karena masih di awal, laju para pemuda ini masih terlihat cepat dan bersemangat.
Tak butuh waktu lama, akhirnya check point yang dituju berhasil mereka gapai. Check Point tersebut hanyalah sebuah pondok kecil nan sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu sebagai fondasinya, letaknya persis di depan sebuah pertigaan jalan. Kalau orang-orang bilang, posisi pondok ini berbentuk tusuk sate, sebuah posisi yang dianggap oleh orang Cina sebagai lokasi yang kurang baik.
- Baca Juga: Trail Run Perdana, Sentul – Desa Cisadon
Karena diberi 2 pilihan, mau lurus ke arah depan dari pondok atau berbelok ke arah kanan dari pondok sebagai rutenya, rombongan pemuda itu memilih untuk berlari ke arah depan terlebih dahulu. Jika sudah puas menikmati jalur dan curug di ujung jalur tersebut, barulah mereka kembali ke check point ini untuk selanjutnya meneruskan lari mereka menuju ke persimpangan atau jalur berikutnya.
Berlari ke Curug Mariuk
Usai mencapai check point, tujuan berikutnya adalah berlari menuju Curug Mariuk. Sebelum mulai berlari, terlebih dahulu para pemuda ini harus membayar biaya masuk sekitar Rp 10.000/orang kepada petugas yang sudah berjaga di sebuah pos jaga berwarna hijau, tepat di seberang pondok tua dan sederhana tadi. Ketika proses pembayaran selasai, rombongan pemuda itu pun diizinkan untuk berlari ke dalam.
Suasana lari menuju Curug Mariuk ini sedikit lebih hijau. Perbukitan yang berada di kejauhan sisi kanan jalan terlihat berdiri dengan cukup gagah. Sebuah pemandangan yang tidak akan pernah bisa dilihat di Jakarta. Panas kala itu pun belum terlalu membakar kulit.
Rute larinya sangat seru. Kekuatan lutut mereka benar-benar diuji karena jalurnya naik turun bak roller coaster. Sesekali para pemuda itu harus berjalan kaki karena jalur naiknya terlalu tinggi dan juga untuk menurunkan heart rate mereka. Pohon-pohon yang berdiri tegap dan sesekali berdansa karena diterpa angin menjadi penyemangat di setiap langkah yang mereka ambil. Dari atas, matahari tak pernah melepaskan pandangannya dari para pemuda ini.
Setelah berlari sejauh 500 meter, para pemuda tersebut tiba di sebuah area luas dimana terdapat warung dan sebuah gardu pandang. Sebenarnya kendaraan bisa masuk hingga titik ini, tapi karena pemuda ini adalah para pemuda yang tangguh, mereka memilih untuk memarkirkan kendaraan di titik yang lebih rendah dan berlari menuju titik ini. Sebelum melanjutkan berlari, beberapa dari pemuda ini naik ke gardu pandang sederhana untuk melihat perbukitan dari titik yang lebih tinggi dan membiarkan tubuh mereka dibelai liar oleh sang angin dan mata mereka dimanjakan oleh pesona alam.
Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Tanjakan hebat sudah menanti di depan mata. Ketika berhasil melalui tanjakan itu, para pemuda ini disambut oleh terowongan alami dari pohon bambu di kiri kanan jalur yang batangnya saling berpegangan di bagian atas. Udara yang tadinya panas pun seketika berubah menjadi adem kala melewati lorong tersebut.
Sebelum tiba di titik peristirahatan berikutnya, dimana terdapat sebuah gardu pandang (lagi) yang kali ini letaknya di atas pepohonan, rombongan ini dikejutkan oleh seorang pemuda yang terlihat memanggul beberapa buah nangka yang sudah matang. Jika rombongan pemuda tersebut hanya berlari sambil memanggul tas berisi air beberapa liter, nah akamsi ini bawaannya lebih dari 30 kg lho 🙂
Selama beberapa menit para pemuda ini beristirahat di bawah pepohonan besar. Mereka terlihat saling mengobrol untuk membuat diri yang mulai kelelahan itu lebih santai. Beberapa dari mereka ada yang naik ke atas gardu pandang dan menikmati pemandangan yang ada di sekitarnya. Hutan hijau membentang luas di depan mata. Puji Tuhan cuaca hari itu cerah sehingga tak menyulitkan perjalanan para pemuda itu. Terdapat sebuah warung dan toilet di tempat isitrahat kali ini, tapi sayangnya keduanya belum buka.
Berisitirahat memang bagus, tapi kalau terlalu lama, badan akan menjadi dingin. Pemuda ini pun lantas kembali bergerak. Rute selanjutnya, jalan lebih menurun dan semakin menyempit. Pepohonan berukuran sedang dan besar pun lebih mendominasi sehingga kali ini tak banyak pemandangan yang bisa memanjakan mata. Bebatuan yang menyembul dari tanah pun semakin banyak dan kalau tidak berhati-hati saat berlari, maka para pemuda ini bisa tergelincir.
Langkah cepat pun mereka ambil, dengan tetap berhati-hati tentunya. Setelah berlari beberapa menit, mereka pun berjumpa dengan sebuah warung yang letaknya tidak jauh dari aliran air yang melaju di antara celah-celah bebatuan. Kembali para pemuda ini beristirahat dan mencuci muka sebentar untuk menyegarkan tubuh.
Ketika ada aliran air segar yang mulai terlihat, pastinya letak Curug sudah tidak jauh. Benar saja, usai melanjutkan lari sekitar 200 meter, rombongan pemuda ini pun tiba di Curug pertama dari 5 curug yang rencananya akan mereka kunjungi, yaitu Curug Mariuk.
Menikmati Indahnya Curug Mariuk
Tidak tahu persis kenapa curug ini dinamakan Mariuk. Kalau pendapat saya sih nama curug ini seperti sebuah ajakan untuk menikmati curug ini, “Mari Yuk”, hanya saja namanya disesuaikan dengan kearifan lokal.
Setelah menaiki bebatuan besar, dimana terdapat jembatan bambu yang melintang di atasnya dan sebuah pondok kecil dari bambu yang dibangun di atas bongkahan batu besar, sebuah air terjun mengalir dengan cukup deras ke dalam kolam berdiameter ±5 meter dan membuat wadah itu terisi dengan air jernih dan menimbulkan efek warna biru dari bebatuan yang ada di dasarnya.
Melihatnya tanpa menyeburkan diri saja sudah membuat hati ini senang dan tenang. Namun siapa yang bisa menolak ajakan untuk berenang di kolam yang berisi air dari mata air alami, kan? Bebatuan dan tebing-tebing besar yang berdiri di kiri dan kanan curug seolah menjaga kolam ini dan membuat para pengunjung yang sedang menikmati airnya merasa aman. Sang air, melalui bantuan angin, seolah berbisik kepada kami, “Apa lagi yang kalian tunggu. Ayo segera menceburkan diri.”
Tak pakai lama, rombongan pemuda dari Alam Sutera ini pun langsung membuka alas kakinya dan meletakkan rompi yang mereka pakai untuk membawa air minum selama berlari di atas bebatuan yang ada. Satu per satu dari mereka pun segera menyeburkan diri ke dalam kolam.
Apakah airnya dingin? Tentu saja. Airnya tak hanya dingin, tapi juga menyegarkan. Beberapa dari pemuda ini nampak tak bisa menyembunyikan ekspresi wajah kedinginan mereka. Sukacita pun nampak jelas dari wajah mereka. Bagaimana tidak, perjalanan yang berat dibayar dengan sebuah curug dan kolamnya yang memesona.
Tak puas dengan hanya berenang dan berendam di dalam kolam, beberapa lelaki yang katanya gagah terlihat memanjat tebing yang berada di sebelah kanan kolam. Dari atas bebatuan besar yang ada di tebing tersebut, dengan ketinggain 3-4 meter, secara bergantian para pemuda itu melompat ke dalam kolam yang memiliki kedalaman sekitar 4-5 meter itu. Saking ketagihannya, ada yang melompat sampai beberapa kali lho.
Tak terasa, ternyata sudah 60 menit mereka bersenang-senang di Curug Mariuk, yang merupakan hadiah kecil dari lari 4 km dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dan medan yang cukup berat itu. Masih ada 11 km lagi yang harus mereka kejar guna mencapai jarak 15 km yang direncanakan hari itu dan ada 4 curug lagi yang harus mereka kunjungi. Para pemuda itu pun segera naik dan bersiap untuk melanjutkan lari mereka kembali.
Sebelum kembali menuju check point, dengan pakaian yang basah karena dipakai juga untuk nyemplung ke dalam kolam, para pemuda itu berfoto bersama di atas jembatan bambu sebagai kenang-kenangan, dengan latar pepohonan hijau dan langit yang biru.
Terima kasih Curug Mariuk untuk kesegaran yang diberikan. Rute berat pun kembali menanti para pemuda ini untuk kembali ke check point.
Bersambung ke SINI
Saran
- Bila berkunjung saat weekend, datanglah pagi-pagi sekali, sekitar jam 07:00 WIB, agar saat tiba di curug, lokasi masih kosong dan terasa seperti milik pribadi.
- Bila tidak bisa berenang, tidak disarankan untuk masuk ke dalam kolam yang ada di curug ini.
- Meskipun terdapat warung, tetap bawa makanan dan minuman sendiri ya. Jaga-jaga saja warung yang berada di sepanjang jalur menuju Curug Mariuk ini tidak buka.
Our greatest glory is not in never falling, but in rising everytime we fall
–Confucius