Malam Mingguan Kenyang dan Nikmat di Pasar Semawis
Suara ban mobil yang kami tumpangi berdecit saat pedal rem diinjak. Secara perlahan, satu per satu dari kami keluar dari mobil dan membiarkan Chris mencari lokasi parkir seorang diri. Datang ke Pasar Semawis dengan membawa kendaraan pribadi sepertinya bukan pilihan yang tepat.
Lokasi parkirnya tidaklah besar, hanya sebuah gang panjang yang “dimatikan” dan disulap menjadi area parikir, dengan tetap membaginya bersama kendaraan yang berlalu-lalang. Ketika kami datang, gang tersebut sudah dipadati oleh puluhan atau bahkan ratusan kendaraan bermotor.
Aroma berbagai macam makanan pun langsung tercium dari lokasi kami berdiri. Lautan manusia sudah memadati Gang Warung di belakang kami, sebuah lorong panjang di kawasan pecinan Kota Semarang yang memang menjadi lokasi berdirinya Pasar Semawis. Sambil menunggu Chris, kami berempat pun hanya bisa menahan rasa lapar sambil membayangkan makanan nikmat apa saja yang kira-kira dijajakan di pasar yang hanya buka pada akhir pekan itu.
Rasa penasaran dan lapar yang hebat membuat 10 menit terasa sangat lama, padahal itulah sedikit waktu yang kami butuhkan untuk menunggu Chris kembali. Setelah ia datang, kami berlima (saya, Chris, Monika, Helena, dan Billy) pun langsung menyusuri pasar legendaris ini.
Berburu Makanan di Pasar Semawis
Pernah melihat ramainya sebuah demonstrasi, di depan gedung DPR misalnya? Mungkin keramaian di Pasar Semawis malam itu bisa dibilang seperti itu, hanya saja kali ini orang yang datang ke sana menuntut agar rasa lapar mereka terpuaskan. Saking ramainya, kami berlima yang tadinya ingin terus berjalan bersama, harus terpisah karena memang sulit untuk tetap berkumpul di tengah kerumunan manusia lapar.
Sebagai gambaran, denah Pasar Semawis itu cukup mudah. Ada 3 area utama di lorong panjang yang diapit oleh barisan ruko-ruko tua itu. Area pertama adalah area tengah yang digunakan untuk para food hunter berjalan kaki, sedangkan area kedua dan ketiga berada di kiri dan kanan area tengah, yang digunakan untuk para penjual menjajakan hidangannya. Semua area tersebut dipenuhi oleh manusia.
- Baca Juga: Santap Siang Cantik di Medja Restaurant
Saya dan Helena, yang tetap bersama, berjalan pelan menyusuri keramaian Pasar Semawis malam itu. Sungguh kami dibuat pusing oleh banyaknya penjaja makanan di sana. Ada yang menjual Tempe Mendoan, Wedang Tahu, aneka makanan laut, berbagai macam jenis gorengan, dan banyak lagi. Semuanya (terlihat) enak. Tidak hanya itu, berbagai jenis minuman, mulai dari yang penuh gula sampai yang tawar pun ada di pasar ini. Iman kami benar-benar diuji di Pasar Semawis ini.
Saat akan memutuskan untuk membeli satu makanan, saya begitu mudahnya tergiur dengan makanan berikutnya yang bisa saya lihat dari kejauhan. Alhasil, saya tidak jadi membeli makanan pertama dan beralih ke makanan kedua. Kejadian pun berulang, saat sudah ingin membeli makanan kedua, saya kembali tergiur dengan makanan yang berada di seberangnya. Akhirnya saya pun tidak jadi membeli makanan yang kedua itu dan begitu terus.
Sembari menguatkan iman agar tepat ketika mengambil keputusan mengenai makanan apa yang ingin saya santap (sambil mempertimbangkan kondisi dompet dan juga kapasitas perut), saya dan Helena memutuskan untuk berjalan sampai ke ujung Pasar Semawis dan mencatat lokasi, serta posisi dari booth makanan yang kami anggap enak.
Rupanya cara yang saya dan Helena pilih ini tepat. Terlalu cepat mengambil keputusan mengenai makanan yang ingin kalian makan akan berujung pada sebuah penyesalan nantinya, sedangkan membeli semua makanan dan hanya untuk mencicipinya, tanpa menghabiskannya, adalah sebuah penghinaan terhadap makanan dan juga kemanusiaan.
Dalam perjalanan ke ujung Pasar Semawis ini pun kami dihibur oleh banyak kejadian. Kami berdua melihat keseruan dari sebuah keluarga yang asyik menyantap makanan di meja yang disediakan di sebuah booth jualan. Ada juga atraksi dari sebuah booth makanan dimana kokinya memasak hingga apinya membumbung tinggi ke atas. Bahkan ada juga booth makanan yang penjualnya berteriak-teriak guna mencari perhatian para pembeli.
Meskipun ramai dan berjubel, bahkan sebagian besar pengunjung tidak mendapatkan tempat untuk duduk dan menyantap hidangan yang mereka beli, tidak ada yang bersedih, semua bersukacita di tempat ini. Lampu-lampu yang dipasang di sepanjang jalan dan menerangi mereka itulah yang menjadi saksi bisunya 🙂
Memutuskan Makanan yang ingin Disantap
Akhirnya jalan santai yang saya dan Helena lakukan sejauh ±250 meter mencapai garis akhir. Hal itu ditandai dengan adanya gapura bertuliskan ‘Pecinan Semarang’ dan tidak adanya lagi penjual makanan yang terlihat. Sekarang waktunya untuk putar balik. Lumayan lelah juga lho ternyata berjalan santai sejauh itu di tengah keramaian.
Setelah mengamati, mencatat, dan menimbang berbagai macam makanan lezat yang dijajakan di sana, kami berdua pun menjatuhkan pilihan kepada 2 jenis makanan, yaitu makanan halal dan non halal. Ya, di Pasar Semawis ini tidak hanya menjual makanan halal saja, jadi buat kawan-kawan yang muslim harus berhati-hati ya.
Langkah mantap pun segera kami ambil ke booth yang pertama, yaitu Kedai Toba (Toraja Batak) yang menjual Babi Panggang Merah dan Sate Babi khas Toraja. Batak dan Toraja ini kombinasi yang cukup menarik buat kami dan itulah alasan yang membuat kami benar-benar terseret ke booth ini.
Makanan yang dijual di Pasar Semawis ini umumnya baru akan dimasak setelah ada pesanan, jadi bukan makanan matang yang dihangatkan, dan hal itu pulalah yang dilakukan Kedai Toba ini. Sang penjual dengan cepat meletakkan daging merah di atas panggangan yang panas menyala setelah saya memesannya. Tak ketinggalan sate babi diatur berdampingan rapi dengan daging merah tersebut.
Asap yang muncul dari daging yang dipanggang beberapa kali menampar wajah saya. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa melihat makanan dimasak langsung oleh penjualnya. Tetesan minyak yang jatuh dan perubahan warna yang terjadi dari daging yang diletakkan di atas panggangan ini benar-benar membuat saya harus menahan liur saya agar tidak terjatuh. Saya semakin tak sabar untuk memakannya.
- Baca Juga: Lezatnya Babi Kuah Pasar Gede
10 menit berlalu dan penantian panjang saya pun berujung dengan akhir yang bahagia. Daging panas itu akhirnya ada di tangan kami dan siap untuk disantap bersama. Tanpa ragu, tusukan pertama saya ambil dan segera saya gigit. *kriuk* bunyi itu pun muncul saat gigitan pertama terjadi. Sumpah, ini ENAK BANGET. Buat kalian penikmat makanan non halal, kalian wajib mampir ke Kedai Toba ini. Kalian dijamin tidak akan menyesal.
Kurang dari 5 menit, 1 porsi babi panggang dan sate babi berhasil kami habiskan. Tak ada yang bersisa kecuali kecap dan sambal yang menempel di wadahnya.
Masih belum puas karena masih terdapat partisi yang kosong dalam rongga perut ini yang belum terisi, saya dan Helena pun meneruskan perjalanan ke booth yang kedua. Kali ini yang kami santap adalah makanan halal yaitu siomay. Sudah sampai di Semarang, bukannya mencoba makanan khas sini, malah mencoba siomay.
Ya, saya ini memang penikmat Siomay garis keras. Sedang jalan kemana pun, selama ada penjual siomay, pasti saya beli. Mungkin bagi orang lain tak ada yang spesial dari siomay, tapi bagi saya makanan asli Bandung itu enak banget. Untuk minum sendiri, kami hanya membeli air mineral.
Karena tak mendapat tempat duduk, saya dan Helena makan siomay itu sambil berdiri. Pelan tapi pasti, semua jenis siomay yang ada di wadah bepindah ke dalam perut. Dengan berakhirnya santapan siomay itu, berakhir pula malam minggu ceria kami di pasar yang mulanya berasal dari sebuah Pasar Imlek tahun 2005. Perut saya pun sudah full.
Melalui sebuah chat group, saya dan yang lainnya sepakat untuk berkumpul di tempat awal, di tempat dimana Chris menurunkan kami dari mobil. Kami akan kembali ke penginapan. Sambil berjalan pelan, saya pun mengucapkan sayonara pada Pasar Semawis ini.
*****
Terima kasih Pasar Semawis (Semarang untuk Wisata) untuk kulinernya yang beragam banget. Semoga dengan terus berlangsungnya kegiatan di Pasar Semawis ini, kawasan kota Tua Semarang, yang merupakan cikal bakal Kota Semarang modern, bisa tetap hidup dan tumbuh 🙂
Semarang, 4 Mei 2019 19:47 WIB
Catatan:
- Pasar Semawis sudah menerima pembayaran dengan uang elektronik.
- Mahal tidaknya harga makanan di sini itu relatif.
- Pasar Semawis berlokasi di Jl. Gg. Warung No.50, Kauman, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah dan buka setiap hari Jumat-Minggu dari pukul 18:00 – 23:00. Apabila kalian kesulitan menemukan lokasi tempat ini, bertanyalah pada Google Maps, karena ialah satu-satunya penunjuk jalan yang “benar”.
Food is the ingredient that binds us together
–Anonymous