Sawah Terasering Tegallalang: Sebuah Kombinasi Antara Alam dan Seni
“Jadi hari ini mau diantar jalan-jalan ke mana?” Tanya Putu Sanjaya, teman seperjuangan pada masa kuliah dulu yang sepertinya harus segera mengganti namanya karena mengandung kata ANJAY. Hari itu hari libur dan Bali sangat sepi di masa pandemi ini sehingga ia pun bersedia mengantar saya untuk mengeksplor daerah Bali (tentunya dengan tetap menjalankan protokol kesehatan). Sontak saya pun langsung menjawab, “Ubud. Saya mau melihat Tegallalang Rice Terrace alias sawah terasering Tegallalang yang indah itu.”
Bodoh ya saya waktu itu, mau ke Tegallalang tapi bilangnya ke Ubud. Lokasi sawah terasering Tegallalang yang tidak jauh dari Ubud sering membuat orang menyangka kalau sawah itu berada di Ubud. Padahal Tegallalang dan Ubud merupakan 2 kecamatan berbeda yang lokasinya sama-sama berada di Kabupaten Gianyar. Saya pun baru mengetahui info itu setelah kembali ke Jakarta, usai membuka Google Maps dan mengamati lokasi persis dari sawah terasering ini.
“Okay, nanti kita sunset-an di sana.” Jawab Putu S-anjay-a. Sawah Terasering Tegallalang yang menghadap ke timur memang paling cocok dikunjungi menjelang senja, saat matahari mulai condong ke ufuk barat sehingga membuat sawah tersebut tidak over exposure ketika kalian ingin mengambil gambarnya.
Perjalanan ke Sawah Terasering Tegallalang
Sekitar pukul 15:30 WITA, saya dan Putu berangkat menuju sawah terasering Tegallalang. Perjalanan ke arah utara Ubung menuju Tegallalang dengan melewati Ubud berjalan dengan lancar. Mobil yang dikemudikan Putu melaju selama 45 menit tanpa kemacetan yang berarti.
Terletak di pinggir jalan raya utama, sawah terasering Tegallalang ini dapat dengan mudah tertangkap pandangan mata. Hijaunya kawasan persawahan dengan otomatis menarik perhatian saya. Ramainya restoran yang membentang di hadapan area persawahan ini tidak bisa membendung keindahannya. Tak sabar rasanya ingin memandangnya secara langsung, tanpa dihalangi apapun, dan menghirup udara segar dari kawasan Tegallalang ini.
Untung saja hari itu Tegallalang cukup sepi. Dengan mudah kami menemukan tempat parkir untuk mobil yang kami gunakan. Bila sedang ramai, jangan harap kalian bisa menemukan tempat parkir yang kosong. Jalan utamanya yang sempit tidak memungkinkan kalian untuk parkir di bahu jalan. Seringkali para wisatawan harus parkir cukup jauh dan berjalan kaki ke lokasi ini. Parkir memang jadi salah satu masalah utama bila ingin menikmati sawah terasering Tegallalang.
Saat mesin mobil dimatikan, kami segera turun dari mobil. Mata dan hati pun langsung berkordinasi dengan cepat. Mata membidik restoran yang tersebar di depan persawahan dan hati menimbang kira-kira restoran mana yang paling baik untuk memandang sawah nan indah ini. Setelah visual dan pertimbangan didapat, hasilnya segera diproses oleh otak dan otak segera memerintahkan kaki untuk melangkah ke restoran tersebut. Di sebuah restoran 2 tingkat dengan desainnya yang sederhana akhirnya kami mengistirahatkan kaki kami dan memesan makanan & minuman untuk menemani kami menghabiskan senja.
Keunikan Sawah Terasering Tegallalang
Bali seolah tidak pernah kehabisan tempat wisata atau ide untuk menghadirkan sesuatu menjadi atraksi wisata. Seni dan kreativitas seolah sudah menyatu di dalam darah setiap warga Bali. Sudah sejak tahun 1930-an menjadi pujaan wisatawan dunia, pulau yang diapit oleh Pulau Jawa dan Pulau Lombok ini terus menjadi daerah dengan kunjungan wisatawan yang tinggi di Indonesia hingga sekarang. Keren, kan?
- Baca Juga: Yuk, Mampir ke Warung Taman Gemitir
Memang sudah sejak lama saya ingin mengunjungi sawah yang fenomenal ini, sawah memesona yang mungkin tidak bisa kalian temukan di tempat lain.. Gambarnya yang sesekali melintas di linimasa salah satu sosial media milik saya langsung menarik perhatian saya. “Ini Jenius.” Ucap saya pertama kali melihat gambar sawah terasering Tegallalang.
Bila umumnya wisata alam itu sudah ada dan masyarakat hanya membangun infrastruktur pendukungnya, sawah Tegallalang ini beda. Dengan jiwa yang kreatif dan tangan yang cekatan, masyarakat di sini membentuk alam ini menjadi sebuah wisata. Ya, dibentuk. Buatan tapi alami. Unik, kan?
Perbukitan yang ada di dirombak, dipahat, dan disulap menjadi media tanam berbentuk undakan yang menyerupai tangga. Undakan tersebut lantas dibentuk dengan tidak biasa, dibentuk secara abstrak tapi memiliki nilai seni. Lengkungan tanah indah diciptakan, sebuah pola dikreasikan, dan karya seni diwujudkan.
Guna memberi kehidupan pada padi yang ditanam pada ruang yang dibuat pada setiap undakan, dibuatlah sistem pengairan khas Bali yang bernama Subak. Tidak hanya berhenti sampai disitu, ratusan nyiur ditanam di sekitar sawah tersebut guna menambah keindahan yang ada. Padi yang tidak asing dan sudah sangat biasa bagi masyarakat Indonesia diubah menjadi sesuatu yang luar biasa.
- Baca Juga: Menyapa Buddha di Dasar Laut Ceningan
Mungkin luas sawah terasering Tegallalang ini tidak sebesar sawah yang ada di Panyaweuyan, tapi eksekusinya sangatlah baik. Di depan sawah dibangun restoran yang berbaris rapi menatap sawah tersebut.
Sensasi yang diberikan saat menatap sawah terasering Tegallalang ini pun berbeda-beda, tergantung dari musim kunjungan kalian. Bila kalian datang pada musim tanam, mata kalian dihadapkan dengan pemandangan sawah berwarna coklat. Saat sedang tumbuh, mata kalian akan dimanjakan dengan hamparan padi yang berwarna hijau. Mendekati musim panen, kombinasi padi yang menguning dan nyiur yang berwarna hijau akan memuaskan tidak hanya mata, tapi hati juga jiwa. Namun yang perlu kalian ketahui, apapun musimnya, pemandangan alamnya selalu mengagumkan.
Orang Bali memang paling tahu caranya memanfaatkan alam untuk mengisi pundi-pundi mereka. Selain bisa dipanen untuk diri sendiri, mereka tahu kalau pemandangannya, pemandangan yang menghadirkan ketenangan, bisa dijual.
Bila menikmati sawah terasering Tegallalang dengan indera pengelihatan dirasa belum cukup, kalian juga bisa menambahkan sensasi berkunjung ke sini dengan cara lainnya. Kalian bisa treking di sawah ini dan mencoba secara langsung bagaimana cara membajak sawah, menanam bibit atau memanen padi (tergantung musimnya). Dengan ditemani guide, kalian juga melihat dari dekat bagaimana cara Subak bekerja. Soal mengemas tempat wisata, Bali memang juaranya.
Menutup Hari dan Menenangkan Pikiran
Dari atas restoran, sambil menikmati smoothies dan cappucino yang dipesan, kami memandang ke arah sawah di depan kami. Terlihat beberapa wisatawan sedang asyik menikmati ayunan yang dipasang diantara 2 pohon kelapa. Atraksi swing ini memang sedang populer dan banyak wisatawan yang penasaran untuk mencobanya.
Di kejauhan, meskipun kecil, terlihat beberapa petani yang mulai meninggalkan sawah dan kembali pulang. Bersamaan dengan itu, matahari yang sudah tak lagi bersinar garang seolah menjadi kode yang sama bagi saya untuk kembali pulang.
Duduk diam sambil memandangi sawah terasering Tegallalang nan hijau ini tidak ubahnya seperti memandangi pantai dengan air lautnya yang biru, sama-sama memberikan kedamaian. Kami memang tidak turun untuk merasakan keseruan bermain di sawahnya. Namun memandanginya sudah lebih dari cukup, cukup untuk mengembalikan kewarasan yang terenggut oleh ketidaknormalan kehidupan perkotaan.
Usai memasukkan sendok terakhir dari smoothies yang berisi campuran granola dan pisang ke dalam mulut , serta menyesap 150 mililter terakhir dari capucino yang tersaji di atas cangkir, saya dan Putu pun pamit meninggalkan Tegallalang. Kini saya tak lagi penasaran. Saya sudah melihat sawah yang memikat ini secara langsung dan menjadi saksi dari salah satu karya seni masyarakat Bali. Terima kasih sudah membuat saya terlena selama beberapa puluh menit.
Lokasi
Dusun Ceking, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali.
Untuk kalian yang ingin menuju ke tempat ini dengan menggunaan kendaraan pribadi, cukup nyalakan Google Maps dan ikuti arahnya. Kalian akan diarahkan dengan tepat ke depan sawah cantik ini.
In nature there are neither rewards nor punishments; there are consequences.
–Robert Ingersoll