Perjumpaan dengan Malaikat di Air Terjun Oeklofo
Tulisan ini merupakan tulisan lanjutan dari perjalanan saya menuju Air Terjun Oeklofo. Kalau kalian belum membaca ceritanya, kalian bisa membacanya DI SINI.
Kalimat yang berbunyi “Jika kamu tersesat, cobalah untuk diam sejenak. Tarik nafas panjang dan coba ingat-ingat kembali secara perlahan jalur yang kamu lalui” ternyata cukup mudah untuk diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Meskipun susah, hal tersebut bukan berarti tidak bisa dilakukan. Setelah tidak bisa melihat keindahan Air Terjun Oeklofo dan 6x gagal menemukan jalan untuk kembali, saya pun mencoba diam dan tenang untuk sejenak.
Setelah saya merasa cukup tenang, meskipun tetap belum tahu cara kembali dan tak tahu cara untuk me-rolled back langkah-langkah saya, saya pun mencoba peruntungan untuk berjalan kembali ke arah yang sama, ke arah si Pohon Kemiri, namun kali ini lewat jalur yang berbeda.
10 menit berjalan dan saya pun kembali tersesat, bedanya kali ini saya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sedang duduk di bawah sebuah pohon. Kepada anak ini saya bertanya bagaimana cara agar saya bisa kembali ke lokasi tambak ikan dengan terlebih dahulu sampai di aliran sungai. Melihat muka saya yang sudah lemas, sepertinya anak ini tahu kalau saya sedang tersesat. Dia pun menawarkan bantuan untuk mengantar saya.
Tidak ingin tersesat lagi dan membuang banyak tenaga, saya pun menerima tawarannya. Dengan hati-hati ia berjalan pelan di depan saya dengan sesekali menengok ke belakang guna melihat apakah saya tertinggal atau tidak. Tak sampai 15 menit menuruni tanah yang terjal, saya akhirnya sampai di aliran sungai. “Kok cepat dan mudah ya? Sepertinya tadi saya juga melewati jalur ini tetapi kok tidak tiba di sungai seperti sekarang ya?” tanya saya dalam hati dengan penuh kebingungan.
Ketika kaki ini menyentuh air sungai yang begitu segar, saat itu pulalah saya bersyukur karena Tuhan menolong saya dengan mengirimkan malaikat berwujud seorang anak kecil. Gak tau deh saya akan seperti apa jadinya kalau tidak bertemu anak ini. Tidak seperti yang sering digambarkan dalam film dimana malaikat itu bersayap, memakai pakaian putih, bercahaya, ada lingkaran kuning di atas kepalanya dan sebagainya. Malaikat kali ini penuh kesederhanaan. Memang benar Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menjadi malaikatNya dan perpanjangan tanganNya.
Dibawa Menuju Air Terjun Oeklofo
“Kakak, memangnya kakak tadi mau kemana?” Tanyanya dengan nada yang pelan dan penuh dengan kesopanan.
“Saya mau ke Air Terjun Oeklofo, tapi karena nyasar, ya gak jadi deh mau ke sana.” Jawab saya singkat.
Usai mendengar jawaban saya, ia pun langsung berjalan melawan aliran sungai. Tidak ingin tersesat lagi, saya pun mengikuti tiap langkahnya. Tidak sedikitpun kami berbicara selama melewati aliran sungai itu. Sampai akhirnya saya pun sampai di titik awal dimana saya tersesat, titik setelah saya menuruni jalur curam dari track pohon kemiri.
Alih-alih berhenti, sang anak tersebut justru berjalan terus ke depan. Harusnya di titik dimana saya salah mengambil jalan itu, kami berbelok ke arah kanan untuk kembali ke tambak ikan, namun anak ini justru tetap berjalan tanpa berbelok dan tidak memperlambat lajunya sama sekali. “Ah, mungkin dia punya jalan potong. Dia kan orang sini, pasti dia lebih tahu dari saya,” ucap saya berusaha meyakinkan diri sendiri. Tak ada pikiran buruk yang tersirat sedikit pun kepada anak ini.
Di tengah perjalanan, kami berjumpa dengan 3 anak yang usianya lebih muda lagi yang sedang bermain air. Anak yang menuntun saya, yang ternyata bernama Yufri, langsung mengajak mereka untuk menggunakan pakaian dan berjalan bersama kami. “Kok diantar pulang saja perlu sampai 4 orang? Macam presiden saja,” canda saya kepada Yufri dan teman-temannya.
“Lho, kita nggak pulang kak. Kita ini sedang dalam perjalanan menuju Air Terjun Oeklofo.” Jawab Yufri.
Saya langsung kaget dan melongo mendengar ucapan Yufri itu. Sebenarnya saya sudah sangat lelah karena nyasar tadi dan tidak ada keinginan lagi untuk ke air terjun, namun karena jalan kali ini beramai-ramai dan bersama anak-anak muda, saya pun (berusaha) semangat kembali.
Tidak hanya 1, tapi 3
Perjalanan semakin menyenangkan karena kini ramai sekali. Saya ditemani tidak hanya oleh Yufri, tetapi juga oleh Jorvin, Yudin dan Arki. Jalan bersama anak-anak muda, saya pun merasa muda lagi. Agak kewalahan sebenarnya mengikuti mereka karena mereka lincah sekali. Bebatuan besar yang berada di aliran sungai dengan mudahnya mereka lewati. Dengan tanpa menggunakan tangan, mereka menaiki batu-batu itu dan turun kembali dengan lompat ke air. Sungguh merasa jompo sekali saya waktu itu.
20 menit berjalan menyusuri sungai, kami pun tiba di Air Terjun Oeklofo, air terjun yan sebenarnya bisa saya dapati sejak 2 jam tadi. Namun sayangnya longsor baru saja terjadi di sekitar air terjun ini sehingga bebatuan yang jatuh menutupi aliran Air Terjun Oeklofo dan membuat debit airnya agak kecil. Itulah juga alasan mengapa banyak sekali batu-batu besar yang berserak di aliran sungai sesaat sebelum sampai di air terjun ini.
Namun peristiwa longsor itu tidak membuat air terjun ini menjadi jelek dan juga tidak membuat perasaan senang saya berkurang. Dengan cepat saya langsung mengeluarkan drone dari dalam tas dan menerbangkannya untuk mendokumentasikan tempat ini. Yang saya suka dari menerbangkan drone adalah benda ini selalu menjadi daya tarik bagi orang-orang di sekitar saya. Begitu pula dengan Yufri dan kawan-kawan, mereka langsung merapat kepada saya untuk melihat bagaimana saya menerbangkan “mainan” ini.
- Baca Juga: Itinerary Jelajah Kupang – Soe
Dari pada hanya melihat, lebih baik kalau mereka jadi model. Mereka pun saya minta untuk naik ke atas batu besar yang ada di depan air terjun dan bergaya. Sepertinya mereka sudah biasa menjadi model, tanpa ragu mereka tersenyum lebar dan memberikan gaya terbaik yang mereka punya untuk ditangkap oleh kamera saya.
Oh ya, kedalaman air terjun ini kurang lebih 2 meter. Itu penuturan dari Yufri. Saya sendiri tidak nyebur waktu itu karena capek aja kalau harus ganti baju lagi (Gak bawa baju ganti juga padahal).
Puas bermain, kami pun berjalan kembali. Senang rasanya karena akhirnya saya bisa mengunjungi air terjun ini usai nyaris gagal. Namun kejutan ternyata belum selesai, Yufri membawa saya ke jalan yang berbeda dengan jalan yang kami lalui tadi. Ternyata sebelum air terjun ini masih ada air terjun lagi. Kami pun mampir ke sana karena jaraknya hanya 5 menit dari Air Terjun Oeklofo.
Berbeda jauh dari air terjun sebelumnya, air terjun di lokasi kedua ini tidak memiliki kolam penampungan seperti yang pertama. jadi ketika air jatuh dari atas, air tersebut akan langsung mengalir ke sungai tanpa tertampung terlebih dahulu. Di lokasi kedua ini juga jalurnya lebih berlumut. Sama seperti di tempat sebelumnya, di sini kami pun hanya berfoto-foto karena hari semakin sore.
Di tempat kedua ini, saya dan Yufri harus berpisah dengan Jorvin, Yudin, dan Arki karena mereka harus pulang. Meskipun hanya sebentar, namun kehadiran mereka dalam perjalanan saya cukup membekas. Mereka malaikat tambahan yang Tuhan kirim untuk menemani dan mewarnai perjalanan saya. Perjalanan saya menjadi menyenangkan bersama mereka.
Setelah pamit dengan ketiga anak itu, Yufri bertanya pada saya, “Mau langsung pulang kak? Sebenarnya masih ada 1 air terjun lagi kalau kakak mau.”
Sudah terlanjur berjalan jauh, sayang rasanya kalau tidak melihat air terjun yang ketiga ini. Saya pun meminta Yufri untuk mengantar saya ke lokasi air terjun yang ketiga ini. Yufri bercerita kalau dia bisa tahu lokasi air terjun yang ketiga ini karena sering menemani ayahnya berburu.
Rute yang ketiga ini lebih susah dibanding sebelumnya. Tidak lagi melewati sungai, kali ini kami kembali melewati bukit dengan rumput-rumputnya yang tinggi. Yufri meminta maaf karena ia lupa membawa parang untuk membuka jalan agar jalan saya menjadi lebih mudah. Kembali pemuda ini menjadi pemimpin saya di perjalanan ini.
Usai melewati rintangan berupa akar-akar pohon yang cukup mengganggu dan rumput-rumput yang gatal selama 20 menit, akhirnya kami tiba di lokasi yang ketiga. Rupanya nasib air terjun Oeklofo yang ketiga ini mirip seperti yang pertama, baru saja terkena longsor. Jika tadi tertutup oleh bebatuan, tempat yang ketiga ini tertutup oleh pohon-pohon besar yang rubuh dan jatuh pada bagian kolamnya. Alhasil kami hanya sanggup menikmati keindahannya dari kejauhan.
Dan itulah perjalanan terakhir saya ke Air Terjun Oeklofo.
Yang Hilang Telah Kembali
Usai bertualang yang benar-benar bertualang, Yufri pun mengantarkan saya kembali ke rumah dimana saya memarkirkan kendaraan. Ternyata lewat jalur air terjun yang ketiga ini jaraknya lebih dekat. Gak salah deh petualangan kali ini dipimpin sama Yufri yang asli Oinlasi ini.
Yufri menolak untuk mengantar saya hingga ke rumah yang ternyata milik si bapak tua. Ia hanya mengantarkan saya hingga area tambak ikan. Sebagai ucapan terima kasih, saya memberikan sedikit yang saya bisa kepadanya, suatu hal yang sebenarnya tidak bisa menggantikan atau membayar apa yang sudah dia lakukan kepada saya. Gak ngerti deh nasib saya kalau tidak bertemu Yufri. Semoga saya punya kesempatan lagi untuk bertemu kamu nanti.
Setelah berpisah, saya pun berbalik arah menatap ke area rumah. Diana dan bapak tua rupanya sudah menunggu sambil duduk di kursi yang ada di depan rumah itu. sudah 4 jam mereka menunggu saya yang tersesat namun akhirnya berhasil kembali dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun.
Tahu kalau saya belum makan, mereka pun sudah menyediakan satu buah pepaya yang baru saja di petik oleh sang bapak langsung dari pohonnya. Benar-benar pengalaman yang berkesan dan ditutup dengan hal yang manis.
Terima kasih Oeklofo sudah memberikan pengalaman yang seru buat saya. Bersyukur sekali saya tidak menyerah saat hilang arah di atas bukit itu hingga akhirnya Tuhan menolong saya lewat malaikatnya yaitu Yufri dan kawan-kawan.
Sebagai penutup, saya ingin memberikan sebuah pesan. Jika kamu berkunjung ke suatu tempat wisata yang perlu tracking, sedang tidak ramai, dan kamu belum pernah ke sana, jangan ragu untuk meminta bantuan warga sekitar untuk mengantarmu. Keluar uang beberapa ratus ribu lebih baik ketimbang tidak bisa menemukan jalan pulang kembali.
Strength and growth come only through continuous effort and struggle.
–Napoleon Hill