Aku Cinta Laut Pulau Pramuka
Belakangan ini di media sosial kita sering kali mendengar beberapa aksi penyelamatan lingkungan baik berupa pencegahan kerusakan suatu ekosistem atau penyembuhan daerah yang memang sudah terlanjur rusak. Aksi-aksi tersebut terus digalakkan oleh beberapa pihak, baik pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup, organisasi pemerhati lingkungan seperti WWF atau beberapa komunitas lainnya.
Beberapa aksi nyata yang telah mereka lakukan diantaranya adalah kampanye untuk mengurangi penggunaan plastik, penanaman 1000 pohon di suatu daerah, bersih-bersih jalur pendakian di berbagai gunung, dan masih banyak lainnya. Aksi-aksi seperti itu memang sangat perlu untuk dilakukan dan harus sering dilakukan karena seperti yang kita ketahui, bumi kita ini memang berada di ambang kehancuran dan akan makin cepat hancur apabila kita tidak berusaha untuk mencegahnya.
Penyembuhan kembali wilayah-wilayah yang rusak akibat peristiwa alam atau akibat ulah manusia baiknya tidak hanya terfokus pada daerah daratan seperti hutan dan pegunungan saja. Daerah perairan juga tidak boleh luput dari perhatian kita. Umumnya aktivitas “penyembuhan laut” yang dilakukan masih terbatas kepada penanaman Mangrove di sekitar pantai yang tujuannya untuk mencegah abrasi.
Hal tersebut memang bagus namun Daily voyagers menganggap itu masih kurang dan belum mengenai sasaran utamanya yaitu terumbu karang dan biota-biota laut lainnya. Kampanye-kampanye soal restrukturisasi ekosistem laut dan pelarangan perburuan beberapa hewan laut yang dilindungi masih sangat kurang dan seandainya adapun seolah tenggelam oleh kepentingan-kepentingan lainnya.
Mari sekarang kita lebih fokus ke Terumbu Karang. Data yang diberikan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia) pada tahun 2013 mengatakan bahwa dari hasil pengamatan di 1.135 stasiun, tercatat 5,29% kondisi terumbu karang dalam kondisi sangat baik, 27,14% dalam kondisi yang baik, 37,18% dalam kondisi cukup dan 30,4% berada dalam kondisi yang tidak baik. Coba bayangkan, negeri yang luas terumbu karangnya mencapai 2,5 juta hektar ini hanya 5,29% yang masih dalam kondisi sangat baik. Dan yang lebih parahnya lagi, kerusakan terumbu karang paling besar itu terjadi di teluk jakarta.
Pulau Pramuka, sebuah pulau yang termasuk dalam bagian gugusan kepulauan seribu dan merupakan Ibu Kota dari kepulauan seribu ini merupakan salah satu dari sekian banyak pulau di jakarta yang mengalami kerusakan terumbu karang yang cukup parah.
Kerusakan karang paling parah yang menimpa Pulau Pramuka ini berada pada jarak 5-10 meter dari bibir pantai, dimana kedalaman laut masih berkisar dari 0-4 meter. Pada wilayah tersebut dapat dengan jelas terlihat patahan-patahan karang berwarna putih yang menunjukkan kalau karang tersebut sudah mati. Kerusakan karang yang terjadi disini kebanyakan terjadi karena pengelolaan objek wisata yang kurang baik pada beberapa tahun sebelumnya.
Pengelola suatu layanan jasa traveling dan penikmat laut (dalam hal ini wisatawan) yang terdahulu berandil besar dalam kerusakan karang yang terjadi di pulau ini (sekarang pun masih ada meskipun tidak banyak). Banyak Wisatawan yang kurang paham bagaimana memperlakukan karang dengan baik seringkali seenaknya berdiri di atas karang sambil selfie atau sekedar untuk beristirahat. Banyak penyelam tidak beredukasi yang foto sambil memegang karang demi memperoleh suatu pengakuan ketika menguploadnya ke media sosial.
Nelayan yang membawa para wisatawan tersebut juga seolah tidak peduli akan aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang yang dibawanya. Mereka tidak menegur perilaku-perilaku bodoh tadi. Asal uang sudah masuk ke dalam kantong, silahkan saja melakukan sesuatu sebebas-bebasnya tanpa memikirkan dampak dari apa yang wisatawan-wisatawan tersebut lakukan. Jangkar pun mereka buang seenaknya ketika ingin berhenti tanpa peduli terhadap karang-karang yang ada di bawahnya. Daily voyagers rasa hal ini tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di beberapa pulau lainnya di luar sana.
Terlepas dari beberapa kebodohan dan kurangnya ketegasan dari pihak-pihak di masa lalu (kalau sekarang sih warga dan petugas di sana sudah mulai cukup peduli), Daily Voyagers bersama dengan Cikini Freediving pada akhir bulan Maret lalu melakukan suatu kegiatan penanaman karang di laut Pramuka.
Daily voyagers sadar, kalau hanya terus mengeluh dan mempersalahkan masa lalu maka karang-karang yang rusak tersebut tidak akan tumbuh kembali. Kegiatan ini merupakan inisiatif dari pihak Cikini Freediving, suatu komunitas freediving yang berbasis di kolam renang Cikini. Yang mereka rasakan ketika pergi ke laut, mereka tidak boleh hanya melakukan latihan di sana (openwater) tetapi juga harus melakukan hal yang berdampak positif bagi lingkungan.
Lagi pula, apa enak ketika latihan menyelam namun tidak ada pemandangan karang yang warna-warni dan ikan-ikan yang lucu? Kalau terumbu karangnya mulai tumbuh kan bukan hanya kita saja yang senang tetapi juga ikan-ikan yang hidup di sana.
Dengan di bantu oleh warga sekitar, kami mendapat potongan-potongan karang yang siap untuk kami bawa turun untuk ditanam. Oh iya, metode yang kami gunakan kali ini adalah metode transplantasi karang. Jadi sebagian kecil dari karang yang masih hidup dipotong untuk ditanam di tempat lain.
Media yang digunakan untuk menanam ini diberi nama Substrat. Substrat merupakan sebuah kotak atau kerucut yang dibentuk menyerupai dadu dan terbuat dari coran atau semen yang di bagian atasnya terdapat pipa-pipa kecil. Pipa-pipa tersebut digunakan untuk mengikat potongan-potongan karang yang sudah disiapkan tadi.
Kenapa dibentuk menyerupai dadu? pertama, agar ketika karang sudah tumbuh nanti ikan-ikan tetap dapat bergerak melalui lubang-lubang yang seperti angka dadu tersebut dan juga dapat digunakan sebagai rumah atau tempat berlindung. Kedua, agar mudah dan terlihat indah ketika kita melakukan penataan terhadap karang-karang tersebut.
Cara menanamnya pun terbilang cukup mudah, kita hanya perlu mengikat dengan kencang potongan karang tersebut pada pipa-pipa yang ada dengan menggunakan kabel tis. Pastikan benar kalau kita sudah mengikatnya dengan kencang karena kalau longgar maka karang tidak akan tumbuh.
Meskipun metode tranplantasi ini memiliki waktu tumbuh yang cukup lambat, yaitu hanya sekitar 6 cm per bulannya, namun metode inilah yang dianggap paling efektif dan dari hasil-hasil penanaman yang dilakukan sebelumnya sudah dapat dilihat hasilnya.
Menurut alamandah.org , ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan proses transplantasi yaitu:
- Lokasi pengambilan bibit di sekitar terumbu karang yang telah rusak tidak boleh jauh dari lokasi penanaman dari kondisi terumbu karang yang kondisinya masih baik.
- Antara lokasi pengambilan bibit dengan lokasi terumbu karang yang ingin di transplantasi memiliki kondisi lingkungan (arus dan kedalaman) yang mirip.
- Pengambilan bibit dilakukan dengan memotong cabang karang induk di tempat, dan tidak melakukan pemotongan koloni karang induk yang letaknya saling berdekatan untuk menghindari kerusakan ekosistem secara mencolok.
- transportasi bibit dari lokasi pengambilan bibit dengan lokasi transplantasi tidak lebih dari satu jam.
Dan satu hal lagi yang penting, proses pengikatan karang anakan dengan pipa harus dilakukan di dalam air, tidak boleh di darat. kenapa? untuk mengurangi stress pada karang. Karang itu hewan laut juga lho jadi dia juga bisa stress dan kalau sudah stress maka mereka bisa mati.
Terakhir, pentingnya sosialisasi dan edukasi tentang terumbu karang dan ekosistem laut sangat perlu untuk dilakukan dan harus terus dilakukan. Pesan-pesan seperti contohnya karang tidak boleh dipegang apalagi diinjak, penyu tidak boleh diburu atau kampanye Save Shark yang sering digalakkan Riani Djangkaru itu perlu didukung.
Kita yang mengerti dan paham soal ini tidak boleh hanya berdiam diri dan mudah menyerah karena pesan-pesan tersebut seringkali tidak dihiraukan. Ada sebuah kalimat indah yang berkata, “Karena Cinta tak mengenal lelah, Karena cinta tak mengenal kata menyerah”. Ayo Cintai dan sayangi laut kita, Jangan takut untuk menegur mereka yang berbuat salah. Sebab, tanpa sosialisasi, teguran dan edukasi, maka sia-sialah upaya penyelamatan yang kita lakukan karena kembali lagi pengerusakan yang sama akan terulang.
God will make a way where there seems to be no way.
He will split the sea if He has to