Tari Caci: Pertarungan Masyarakat Manggarai, NTT
Pertarungan 1 lawan 1 biasanya menunjukkan sebuah kemarahan. Namun tidak halnya bagi masyarakat Manggarai, NTT. Pertarungan justru menunjukkan rasa sukacita dan syukur. Bagaimana bisa? Perasaaan sukacita itulah yang tercermin pada Tari Caci, salah satu tarian adat kebanggaan masyarakat Manggarai, NTT, di mana para penarinya saling bertarung dalam pementasannya. Sebagai salah satu seni, sah-sah saja rasanya bentuk dan cara mengekspresikannya dan dibalik cara melakukannya, pastilah ada nilai-nilai yang tertanam disetiap gerakan dan atribut yang dikenakan.
Tabuhan gendang diiringi nyanyian tradisional masyarakat Manggarai (Lando & Mbaku) menandakan sebuah pertarungan akan dimulai. Iringan musik dilakukan oleh pihak perempuan. 4 lelaki pun bersiap untuk menunjukkan aksinya dengan berbekal cambuk dan perisai. Pertarungan ini ada di dalam pertunjukkan Tari Caci, tarian tradisional dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur, sebagai rasa syukur menyambut musim panen. Namun saat ini tarian ini tidak hanya dilakukan saat menyambut musim panen saja, tetapi juga dipentaskan saat menyambut tamu yang berkunjung ke tempat ini.
Penari yang bersenjatakan cambuk disebut Paki dan berperan sebagai penyerang. Bagi masyarakat sekitar, Paki melambangkan kekuatan pria. Paki juga dilambangkan sebagai sebuah keberanian, kejantanan dan keperkasaan dan Paki ini menjadi daya tarik sendiri bagi wanita Manggarai. Cambuk yang digunakan terbuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Sedangkan penari yang memegang perisai disebut Ta’ang, menggunakan perisai yang disebut Nggiling serta busur bambu berjalin rotan atau yang biasa disebut Agang.
Ta’ang akan menangkis lecutan cambuk Paki. Masyarakat Manggarai Barat melambangkan Ta’ang sebagai sosok wanita atau ibu. untuk melindungi kepala dan wajah, para penari menggunakan penutup hiasan kepala yang disebut Panggal. Panggal terbuat dari kulit kerbau keras berlapis kain beraneka warna. Panggal melambangkan Rang, Kharisma dan kekuatan orang Manggarai.
Atribut lainnya yang digunakan para Paki dan Ta’ang adalah celana panjang berwarna putih yang dipadu dengan kain tenun khas Manggarai, Nusa Tenggara Timur dengan warna dasar hitam yang diikat sepanjang lutut. Celana putih dan kain tersebut melambangkan kepolosan, kemurahan, ketulusan hati, kesantunan dan sikap patuh orang Manggarai. Pada bagian pinggan terpasang Ndeki, berbentuk seperti kuncir kuda terbuat dari rotan dengan bulu kambing putih. Pada bagian pinggang belakang terdapat lonceng yang akan berbunyi mengikuti gerakan dari Paki dan Ta’ang.
Empat penari tersebut akan dibagi menjadi 2 kelompok. Mereka akan bergantian bertukar posisi sebagai penyerang dan penangkis. Jika cambuk mengenai bagian mata atau kepala maka pemain dinyatakan kalah dan diganti regu berikutnya. Tarian Caci harus dilakukan dengan hati-hati, bila cambukan gagal ditangkis maka pemain akan terluka. Namun masyarakat Manggarai menganggap bekas luka ini sebagai lambang maskulinitas. Karena ketegangannya, tarian ini pun banyak diminati wisatawan baik asing ataupun mancanegara.
Dalam tarian caci, penari yang bertarung haruslah berbeda kampung dan bukan kerabat sendiri. Meskipun dianggap sebagai tarian sekaligus olah raganya para lelaki, namun tidak semua lelaki bisa menarikan tarian ini. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan untuk melakukan tarian ini antara lain memiliki tubuh yang kuat, tahu bagaimana cara untuk menyerang dan bagaimana cara untuk bertahan yang baik, luwes dan dapat menyanyikan lagu daerah. Saat tarian ini berlangsung, warga kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, umumnya juga menghidangkan beberapa ekor kerbau sebagai santapan bersama.
Caci itu ada 3 makna yaitu Naring, Hiang, dan Mengkes. Naring artinya memuji, Hiang artinya menghormati dan Mengkes artinya bergembira. Jadi Tarian Caci adalah sebuah tarian yang dilakukan dengan perasaan gembira dan dilakukan untuk menghormati serta memuju Sang Tuhan. Setiap penari Caci pasti dan harus tahu akan ketiga hal tersebut. Hal lain yang diajarkan oleh tarian ini diantaranya kepahlawanan, kelincahan, keindahan, olah raga dan kemurnian hati.
Filosofi Tari Caci
Caci adalah komunikasi antara Tuhan dan manusia. “Ca” berarti satu dan “Ci” berarti uji. Jadi Tuhan menguji para pemain satu lawan satu, untuk menguji apakah mereka bersalah atau tidak. Salah satu lambang ujian ini adalah cambuk yang melambangkan kilatan petir. Kilat adalah penghakiman dari Tuhan. Namun kilat juga menghubungkan langit dan bumi. Caci adalah simbol Tuhan, kesatuan, ibu pertiwi dan bapak langit. Perisai ditangan kanan adalah lambang rahim dan ibu pertiwi. Tongkat anyaman di tangan kiri yang juga berfungsi sebagai pelindung adalah lambang langit.
Para penari haruslah menjaga ucapan, emosi, sportifitas sehingga tidak ada dendam antara penari pasca melakukan tarian ini. Caci yang memainkan peranan penting sebagai lambang seni dan budaya Manggarai, Nusa Tenggara Timur, dipahami sebagai ritual dengan makna mendalam bagi masyarakat, juga menjadi atraksi pertunjukan dan menarik. Tarian Caci dipertunjukkan pada upacara Penti (Tahun baru atas rasa syukur setelah panen), Upacara Pesso Beo (Selamatan Kampung), menyambut pengantin baru, tamu penting serta upacara lainnya.
Without tradition, art is a flock of sheep without a shepherd. Without innovation, it is a corpse.
— Winston Churchill