Ocean Prana: Kampungnya Para Freediver (Bagian 1)
Matahari sedang berada pada titik puncaknya kala itu, rombongan freedivers-pun bersiap melakukan penyelaman dalam rangka ujian sertifikasi di Pantai Jemeluk, Amed, Bali. Mobil yang membawa kami – rombongan freediver dari Jakarta, Bandung, Makassar, dan Surabaya – berhenti tepat di depan Pantai Jemeluk. Namun bukannya mengarahkan kami ke arah pantai yang berada di sebelah kiri, sang supir justru menyuruh kami untuk berjalan ke arah kanan memasuki sebuah bangunan yang keseluruhannya hampir terbuat dari bambu.
Dengan perasaan sedikit bingung, kami pun masuk sembari membawa perlengkapan menyelam yang sudah kami keluarkan dari mobil. Tepat di depan bangunan tersebut terpampang jelas sebuah tulisan putih dengan latar belakang biru yang bertuliskan “OCEAN PRANA FREEDIVERS VILLAGE”.
Kami memasuki OCEAN PRANA, bukan melalui pintu depan melainkan lewat pintu bagian samping dan terus lanjut ke belakang. “Barang-barang yang tidak perlu dibawa ke laut ditinggal di sini saja. Kita semua sudah mulai pakai wetsuit dari sini dan akan berjalan menuju Pantai Jemeluk,” Begitulah kira-kira kalimat pembuka dari salah satu instruktur kami saat itu, Steven, yang ternyata sudah sampai terlebih dahulu dan sudah berganti pakaian.
Sesuai dengan instruksi, satu per satu kami mulai berganti pakaian. “Stev, kalau ada perlengkapan yang kurang bagaimana?” Pertanyaan salah seorang freediver tersebut langsung menghentak keheningan yang sesaat sempat terjadi. “Di data saja butuhnya apa, nanti laporan ke saya biar saya persiapkan.” Jawab Steve.
Karena ruang ganti yang terbatas dan harus antri untuk berganti pakaian, saya memutuskan untuk berkeliling OCEAN PRANA yang melabeli dirinya sebagai Freedivers Village. Saya ingin membuktikan apakah sudah cukup tepat dua kata tersebut disematkan pada OCEAN PRANA.
Ekspedisi Bangunan Utama
Bangunan utama pada OCEAN PRANA ini bisa diklasifikasikan ke dalam 4 bagian meskipun tidak ada sekat yang membatasinya, yaitu Ruang Belakang, Ruang Atas, Ruang Tengah dan Ruang Depan. Mari kita mulai ekspedisi ini:
Bagian Belakang
Berjalan perlahan, mulai dari bagian belakang saya telusuri bangunan berdinding bambu dan beralaskan semen ini. Baru satu langkah memasuki pintu, di sebelah kiri saya sudah terdapat banyak mask yang menggantung horizontal, 4 baris totalnya, lengkap dengan snorkel dan juga lanyard di baris bawahnya. Tergeletak di atas lantai, terdapat sebuah ember yang berisikan belt dan juga pemberat yang biasa freediver gunakan untuk membebani tubuhnya agar bisa sedikit tenggelam. “Wah, bagus juga ya disusun begini.” Ucap saya dalam hati.
Tidak jauh dari tempat mask, saya melihat sebuah rak tersusun menyerupai sebuah loker tanpa pintu, bentuknya agak melengkung mengikuti sudut ruangan. Rak tersebut berisi beberapa wetsuit yang terlipat rapi dan juga handuk, nampak di sebelah dan atasnya masih banyak ruang kosong yang belum terisi. “Nanti tas fin dan beberapa perlengkapan lain yang tidak dibawa diletakkan di sana ya. Kasih tau teman yang lain ya!” Suara Steven mengagetkan saya yang sedang asyik menikmati ruang bagian belakang ini.
Dari bagian sebelah kiri pintu, saya berubah haluan ke arah kanan. Di sana terdapat lemari 2 tingkat dengan 4 ruang pada masing-masing tingkatnya. Ruang di tingkat pertama pada lemari tanpa pintu ini lebih besar volumenya dibanding tingkat ke 2. Tumpukan fin menjadi pemandangan yang saya lihat pada ruang pertama di tingkat satu ini. Di sebelahnya, wetsuit, Lanyard dan perlengkapan menyelam lainnya sudah tergantung memenuhi setiap ruang lemari. Namun ada yang sedikit beda pada lemari ini, di setiap ruangnya kecuali ruang tempat fin tadi terdapat nama yang bertuliskan Yoram, Maria, dan Christian. Ternyata nama-nama tersebut merupakan instruktur freedive di Ocean Prana dan perlengkapan-perlengkapan tersebut adalah milik mereka.
Di sebelah rak milik para instruktur, tepat di bawah tangga, saya menemukan banyak buoy yang terdiri dari 2 warna yaitu kuning dan merah. Buoy ini selain dipakai sebagai tempat untuk mengikatkan tali, juga berfungsi sebagai penanda pada saat menyelam. Dengan adanya buoy, orang di sekitar menjadi tahu kalau sedang ada penyelaman yang dilakukan, itulah mengapa warna-warna terang yang dipilih sebagai cover-nya. Tangga tadi sedikit membuat saya penasaran, ada apa di atasnya, namun saya kesampingkan perasaan tersebut dan beralih ke bagian lain di ruangan ini terlebih dahulu.
Diantara rak umum dan lemari milik para instruktur freedive tadi, sebuah tiang bambu berdiri gagah ditengahnya. Tiang ini bisa kita gunaan untuk menggantung handuk, wetsuit atau sekedar untuk meletakkan fin yang akan kita inapkan di sini agar tidak tercecer berantakan. Dibelakangnya terdapat untaian tali yang menjulur panjang. Tali -tali ini biasa digunakan oleh para freediver sebagai alat bantu untuk turun secara vertikal saat menyelam.
Begitu lengkap peralatan freediving yang ada di tempat ini dan ditempatkan pada satu ruangan. Semua bisa bebas kami pakai asalkan di data barang apa saja yang kami pinjam dari tempat ini guna mencegah hilang atau terbawanya perlengkapan tersebut.
Bagian Tengah
Kaki ini melanjutkan langkahnya menuju bagian tengah. Ruang ini diperuntukan untuk pengunjung yang ingin bersantai, ruang untuk leyeh-leyeh. Meja dan bantal malas warna-warni seperti yang ada di Pantai Double Six ada di ruangan ini. Kalau saja waktu itu saya rebah di bantal malas tersebut, sudah pasti saya terlelap hanya dengan hitungan detik. Ruangan tengah yang lega membuat angin bebas masuk dan keluar sesuka hatinya. Perpaduan bantal malas dan angin sendu yang membuat ngantuk merupakan cobaan terbesar untuk tetap sadar di ruangan ini.
Dinding ruangan tidak dibiarkan kosong, buku-buku dihadirkan untuk mempercantik dekorasi. Bukan untuk sekedar pajangan, buku tersebut juga bisa dibaca. Seperti nama tempatnya, maka buku-buku yang dihadirkan di tempat ini umumnya tentang freediving atau album foto hasil jepretan bawah laut. Sebuah poster yang cukup besar disandingkan di sebalah buku-buku tersebut. Kehadirannya semakin membuat semarak ruang tengah ini.
Di depan bantal malas atau tempat untuk membaca, saya melihat sebuah tempat bertuliskan “Equipment for Sale”. Ini merupakan tempat dimana Ocean Prana memperdagangkan barang-barangnya. Cukup banyak barang yang ditampilkan dan pastinya seputar perlengkapan freediving. Ada snorkel, jam tangan khusus menyelam, mask, nose clip, neoprene socks dan masih banyak lagi. Kalau tidak kuat menahan diri, pasti ada saja barang yang ingin dibeli, meskipun barang tersebut sudah kita punya. “Lapar mata”, begitu istilah kerennya.
Mata ini tiba-tiba saja terdistraksi oleh sesuatu yang bergerak di luar, ternyata itu adalah hammock yang menggantung dan diterpa angin. “Wah, ada lagi ruang yang lebih santai rupanya”, gumam saya dalam hati. Kaki pun tak bisa lagi ditahan lajunya untuk menuju ke hammock tersebut yang terletak di teras luar. Dua buah hammock tergantung dan bebas untuk dipakai. Didekatnya terdapat juga 2 bantal malas berwarna hijau. Lantainya pun kini lebih nyaman, bebatuan kecil yang disusun membentuk lumba-lumba menjadi pilihan sebagai dasar untuk kaki berpijak.
Siang itu agak panas dan membuat saya sedikit haus, untungnya di tempat ini disediakan minum isi ulang gratis. Sebuah dispenser diletakkan di bagian dalam, dekat dengan poster yang saya ceritakan tadi. Kalau tidak ingin mondar-mandir untuk mengambil air, kita bisa menggunakan botol yang kita miliki sendiri, tapi kalau tak bawa ya terpaksa harus menggunakan gelas yang disediakan.
Bagian Depan
Di Bagian depan ini kita bisa melihat meja resespsionis. Seorang wanita Perancis dengan senyumnya yang hangat menyapa saya yang sedang berkeliling Ocean Prana. Dari perutnya yang besar, saya yakin ia sedang hamil 5-6 bulan. “Welcome to Ocean Prana. Can I Help you?” tanyanya dalam Bahasa Inggris. “No, I’m just walking around while waiting for my friends change their clothes.” jawab saya dengan kemampuan bahasa Inggris yang seadanya. “You’re Steven’s student, right? Have some fun for your dive today”, doanya menyertaiku.
Berseberangan dengan meja resepsionis, terdapat sebuah mini kafe. Bukan tequila, bukan pula scotch yang diperjualbelikan di sini, melainkan minuman sehat. Dengan bertajuk Organic Cafe, ada 3 jenis minuman sehat yang bisa dicoba di sini yaitu healthy and fresh juices, Chocolate and Coffee, dan Organic tead & herbal infusion. Karena ini tempatnya para freediver, maka minuman yang disajikan harus pula menyehatkan.
Ada yang menarik dari pintu masuk bagian depan ini. Sebuah papan hitam dengan tulisan putih langsung akan terlihat kala memasuki Ocean Prana. Karena tadi saya masuk lewat bagian samping, maka papan ini luput dari pandangan. Papan itu bertuliskan jadwal Yoga yang dilakukan setiap hari pukul 18:30 WITA lengkap dengan siapa Guru yang akan mengajar.
Di luar jam tersebut bahkan kita bisa mengatur sendiri jadwal untuk melakukan yoga, namun dengan request terlebih dahulu pastinya. Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah dimana aktivitas Yoga ini bisa dilakukan? Tidak ada ruangan yang tepat untuk aktivitas ini menurut saya, semua sudah penuh dengan tugasnya masing-masing. Rasa penasaran tersebut mendorong saya bertanya pada Marine, nama wanita Perancis yang menyapa saya tadi. Dengan tanpa berbicara, hanya dengan gerakan tangan, dia menunjuk ke arah tangga. Rupanya ruang di atas diperuntukkan untuk melakukan Yoga tersebut.
Bagian Atas
Kembali lagi ke bagian belakang, kali ini saya naik ke bagian atas, tempat dimana Yoga biasa dilakukan. Karena hari itu masih siang, maka ruang tersebut difungsikan untuk aktivitas lain. Mike, instruktur kami yang lainnnya, saat itu sedang melakukan sesi teori untuk beberapa murid yang baru mengambil bagian dalam ujian sertifikasi ini.
Kembali lagi ke Yoga. Yoga dan freediving memang saling berkaitan. Dalam Yoga diajarkan cara bagaimana menenangkan diri dan juga yoga pernapasan. Yoga juga terbukti mampu untuk memperkuat tubuh, meningkatkan daya fokus dan fleksibilitas, serta membangun stabilitas fisik dan mental. Elemen-elemen ini sangat dibutuhkan dalam freediving, jadi apabila kalian mempelajari freediving dan juga mengambil kelas yoga maka kamu sudah melakukan langkah yang tepat.
Untuk melakukan Yoga meditasi dan yoga pernapasan, diperlukan tempat yang tenang dan ruang bagian atas ini adalah ruang yang cocok. Atmosfernya cukup bagus dan tempatnya cukup luas, mampu menampung lebih dari 5 orang.
Sudah sangat layak rasanya tempat ini disebut sebagai freedivers village. Semua yang dibutuhkan oleh para freediver tersedia di sini mulai dari alat menyelam, tempat untuk beristirahat, minuman sehat dan Yoga. Akhirnya ada juga yang memiliki inisiatif untuk membangun tempat yang nyaman bagi para freediver. Meskipun belum ada restoran alias tempat makan, namun kita tidak perlu khawatir. Restoran seafood tersedia di seberang Ocean Prana ini.
Sedang asyik-asyiknya saya terhanyut dalam lamunan akan lengkapnya tempat ini, sebuah suara tiba-tiba membuyarkannya. “Us, semua udah pake wetsuit nih. Mau ikut menyelam atau tidak?” Teriakan Steven dari bawah terdengar sampai bagian atas dimana saya berdiri. Dengan cepat saya berlari turun dan mengganti pakaian. Kaos yang menempel di badan ini kini berubah menjadi pakaian menyelam. Sambil membawa semua keperluan yang dibutuhkan, kami berjalan ke Pantai Jemeluk yang letaknya persis di depan Ocean Prana. Aktivitas penyelaman pun segera dimulai.
Setelah menyelam kurang lebih 2 jam …………. (Cerita bersambung ke sini ya).
The bestway to observe a fish is to become a fish
— Jacques Cousteau