Jangan Membuat Janji dengan Ambon
Janji merupakan suatu cara, baik secara lisan atau tulisan, yang digunakan seseorang atau suatu pihak untuk menyatakan kesanggupan atau ketidaksanggupan dalam melakukan sesuatu. Janji bisa dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu janji yang yang dilakukan kepada diri sendiri dan ada janji yang dilakukan dengan orang lain (melibatkan minimal 2 pihak).
Janji yang dilakukan dengan diri sendiri contohnya adalah janji seorang wanita yang ingin diet dan mengurangi berat badannya dengan cara menjaga makan atau janji seorang lelaki pada dirinya sendiri untuk move on dari mantannya yang sudah menghianatinya.
Lewat sebuah janji suci yang diucapkan di depan altar dan di hadapan Tuhan, dua orang yang saling mencinta tidak lagi dua melainkan sudah menjadi satu. Lewat sebuah janji pula, Jerman yang dulunya terbelah menjadi 2 yaitu Republik Demokratik Jerman Timur dan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) bersatu pada tahun 1990.
Kedua jenis janji itu memiliki kesamaan, yaitu baru akan berguna apabila ditepati. Ketika janji itu tidak ditepati, maka yang datang adalah sebuah penyangkalan yang berujung dengan kekecewaan. Kalau wanita yang berjanji ingin diet tersebut melanggar janjinya, maka badan yang bagus tinggal angan. Jika salah seorang dari pasangan yang menikah selingkuh, melanggar janji untuk setia sampai maut memisahkan, maka pasangannya yang sudah menaruh harapan padanya akan sakit hati dan tak jarang berakhir dengan perpisahan.
Mitos “Janji dengan Ambon”
Saat ini memang semakin banyak orang atau pihak yang dengan mudahnya mengobral janji namun tidak ditepati. Dengan gampangnya kata-kata “janji” itu terucap namun tidak diimbangi dengan kemauan yang tetap. Tapi jangan sekali-kali mencoba membuat janji dengan Ambon dan kalian tidak menepatinya. Kalau tidak menepati, kalian sendiri nanti yang akan tanggung akibatnya.
Mitos “Jangan Membuat Janji dengan Ambon” memang masih bertahan sampai sekarang. Mitos dari jaman dahulu ini masih begitu kuat dan mengakar pada masyarakat Ambon. Entah ini mitos atau sungguhan, namun kejadian aneh kerap dialami oleh mereka yang tidak menepati janji dengan Ambon.
Apa sebenarnya yang dimaksud “janji dengan Ambon”? Agar kalian tidak bingung, Daily Voyagers akan menceritakan beberapa cerita nyata tentang orang-orang yang tidak menepati janjinya kepada Ambon dan apa yang didapatinya setelah itu.
Baca juga: Kisah Batu Suanggi Ambon
Kisah Pertama
Kisah pertama datang dari seorang anak muda Ambon yang ingin pergi merantau ke Jakarta untuk mendapat penghidupan yang layak. Orang Ambon memang dikenal sebagai perantau yang tangguh. Badan yang kuat, pekerja, watak yang keras, membuat mereka sanggup bertahan hidup di perantauan. Di Jakarta sendiri, kita bisa melihat banyak orang Ambon yang berlayar jauh dari kampung halamannya, entah itu untuk menuntut ilmu atau bekerja.
Saat hendak pergi merantau, orang tua anak tersebut mendoakan sang anak dan berpesan kepada sang anak untuk tidak lupa kembali ke Ambon. Sang anak pun berjanji kalau Natal tiba, dia akan kembali ke Ambon dan merayakan Natal bersama keluarga. Sang anak pun berangkat dengan diiringi doa dari orang tua dan sanak saudaranya.
Tak terasa, sudah hampir 8 bulan sejak keberangkatannya dari Ambon menuju Jakarta dan kalender sudah menunjukkan bulan Desember, bulan dimana umat Kristiani merayakan Natal. Namun karena kesibukannya, pemuda ini harus menunda niatnya untuk kembali ke Ambon dan berkumpul bersama keluarga untuk merayakan natal. Dia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang masih menumpuk. Natal pun berlalu tanpa ada keluarga inti disampingnya.
Beberapa hari setelah setelah tahun baru, pemuda ini mendapat sebuah kecelakaan motor. Akibat kecelakaan tersebut, kakinya pun keseleo dan harus mendapat perawatan. Pemuda ini menjadi tidak bisa bekerja selama beberapa hari karena kesulitan untuk berjalan.
Berbagai tukang urut pun sudah didatanginya untuk menyembuhkan kakinya, mulai dari pengobatan ala sinse, pijat urut legendaris asal Cimande, bahkan pijat untuk patah tulang pun sudah didatanginya namun kakinya tak kunjung sembuh. Sedikit membaik memang tapi tidak 100% sembuh, masih ada rasa sakit yang terkadang dirasakannya ketika menggerakkan kaki yang keseleo tersebut.
Di tengah sakit yang tak kunjung sembuh itu, tiba-tiba pemuda ini teringat akan janjinya untuk kembali ke Ambon pada natal lalu. Dengan niat untuk berobat tradisional di kampungnya sekaligus bertemu dengan sanak keluarga yang sudah lama ditinggalnya, pemuda ini pun memutuskan untuk kembali ke Ambon.
Setibanya di bandara Pattimura, keluarganya sudah menunggu di pintu kedatangan. Dengan perasaan cemas akan keadaan anaknya, orang tua pemuda ini menghampiri anaknya yang kelihatan masih kesulitan untuk berjalan. Dengan sedikit papahan, pemuda ini pun dibawa menuju mobil.
Dalam perjalanan menuju rumah, pemuda ini menceritakan yang dialaminya kepada kedua orang tuanya. Asyik bercerita membuat mereka tidak sadar kalau mobil sudah tiba di depan rumahnya. Ketika ingin turun dari mobil, pemuda ini merasakan suatu keanehan, kakinya tidak lagi sakit. Dengan mudahnya ia turun dan berlari masuk ke dalam rumahnya yang berada di Ambon.
Ternyata obat dari sakit yang dialaminya selama ini bukanlah beristirahat dan mendapat pijatan manjur dari ahli pijat. Cukup menepati janjinya untuk kembali ke Ambon yang pernah diikrarkannya dulu, kini sakitnya pun sudah hilang. Aneh kan?
Kisah Kedua
Kisah “jangan membuat janji dengan Ambon” berikutnya datang dari sepasang suami istri yang baru saja menikah. Sang suami berasal dari Hutumuri, Ambon sedangkan sang istri berasal dari tanah jawa. Pernikahan mereka tidak dilakukan di Ambon melainkan di Pulau Jawa, lebih tepatnya di Jakarta.
Memasuki usia 2 tahun pernikahan, pasangan ini belum juga dikaruniakan seorang keturunan, padahal sang suami sangat mendambakan seorang anak laki-laki untuk melengkapi keluarga barunya ini. Anak laki-laki bagi orang Ambon (dan juga orang timur lainnya) merupakan sebuah kebanggaan, karena lewat anak tersebutlah tonggak estafet marga akan diteruskan.
3 tahun berlalu dan mereka masih juga belum memiliki keturunan. 4 tahun bahkan sampai 5 tahun usia pernikahan mereka berjalan, belum juga ada anggota keluarga baru yang hadir di tengah-tengah mereka. Sama seperti pemuda ambon yang diceritakan di kisah pertama, pasangan suami istri ini pun sudah melakukan berbagai cara untuk bisa mendapatkan keturunan.
Pemeriksaan dan konsultasi ke dokter sudah dilakukan, hasil menunjukkan kalau kualitas sperma sang suami dan kondisi rahim dari sang istri dinyatakan bagus. Kalau kondisi keduanya bagus, lantas kenapa tidak bisa mendapatkan keturunan? kira-kira seperti itulah pertanyaan yang ada di benak sang suami. Setelah cara medis dianggap kurang memberikan bantuan, cara non-medis pun mereka tempuh. Keduanya mencoba pengobatan tradisional. Tapi apa yang didapat? tidak ada. Mereka tidak kunjung mendapatkan anak juga.
10 tahun berjalan, pasangan ini masih diberikan cobaan. Tanda-tanda untuk mendapatkan keturunan belum juga terlihat. Olahraga sudah rutin dilakukan dan asupan nutrisi yang baik sudah terus dikonsumsi. Di tengah polemik yang sedang dihadapinya ini, sang suami ingat kalau dulu dia pernah berjanji akan kembali ke Ambon setelah menikah dan membawa serta sang istri ke sana.
Sang suami yang kelahiran Ambon ini tahu sekali mengenai mitos “janji dengan Ambon”. Segera setelah mengingat janji tersebut, dia memberitahukan kepada istrinya kalau dia belum menepati janji tersebut. Tanpa berlama-lama, tiket pesawat tujuan Ambon langsung dipesan oleh pasangan tersebut.
Setibanya di Ambon, sang suami mengajak sang istri untuk berkeliling kampung halamannya di Hutumuri, Leitimur Selatan. Mereka menghabiskan waktu beberapa hari di sana untuk beristirahat sembari sang suami memperkenalkan sang istri kepada keluarga di sana.
Singkat cerita, mereka pun kembali ke Jakarta. Beberapa hari setelah kepulangannya, sang istri dinyatakan hamil. 9 bulan kemudian anak pertama yang didambakan oleh pasangan tersebut pun lahir. Coba kalian tebak apa jenis kelaminnya. Ya, jenis kelaminnya laki-laki seperti apa yang diharapkan oleh sang suami.
Berita baiknya tidak hanya berhenti sampai di situ. 2 tahun berselang, sang istri kembali hamil dan melahirkan seorang anak. Kali ini bukan laki-laki tapi seorang perempuan. Kini lengkap sudah kebahagiaan keluarga tersebut karena sudah ada anak laki-laki dan perempuan di tengah mereka.
Baca juga: Pantai Ora, Pantai Elok di Ujung Utara Seram Utara
Pelajaran
Yap, begitulah kira-kira apa yang akan didapatkan kalau berani melanggar janji dengan Ambon. Ambon akan terus memintanya sampai si pembuat janji itu menepatinya. Sejauh ini, mitos ini hanya menimpa mereka yang merupakan orang keturunan Ambon. Namun sipa tahu mitos ini bisa juga menimpa mereka yang menginjakkan kaki di tanah manise ini. Itulah alasan mengapa orang-orang Ambon sering bilang bagi para pendatang “jangan janji dengan Ambon”.
Terlepas dari benar atau tidaknya mitos tersebut, dari sini kita bisa belajar kalau kita sudah berjanji maka harus ditepati. Terkadang kita lupa, meskipun tidak ada orang yang mendengarkan ketika kita berjanji, namun masih ada semesta yang mendengarkan dan menjadi saksi (yang mungkin akan menagih janji tesebut).
Jadi kalau kamu sudah janji nikahin si dia, harus ditepati ya. Jangan cuma janji-janji manis di bibir, memutar kata. Nanti si dia diambil orang lho.
Life is too short to worry about anything. You had better enjoy it because the next day promises nothing.
— Eric Davis