Bolehkah Menerbangkan Drone di Gunung Semeru?
Yap, itulah pertanyaan yang pertama kali terlintas dalam pikiran saya setelah meng-iya-kan ajakan seorang teman untuk melakukan pendakian Gunung Semeru. Angan-angan liar langsung berkecamuk dalam pikiran ini setelah pertanyaan itu muncul, mulai dari mengambil gambar pemandangan Ranu Kumbolo dari atas, melakukan head over shot di Oro-oro Ombo, mengambil video dengan tehnik Course Lock Shot ketika saya menggapai Mahameru, dan masih banyak angan lainnya. Bayangan tentang mengambil gambar dan video di Gunung Semeru itu langsung muncul begitu saja, padahal saya belum tahu apakah boleh atau tidak menerbangkan drone di Gunung Semeru. Namanya juga berangan-angan, mumpung gratis ya lakukan saja.
Tidak ingin terbuai dalam angan dan tidak ada kepastian, saya pun lekas memeriksa Website Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) perihal peraturan menerbangkan drone di sana. Di halaman INI, pada poin 8 bagian Pelaksanaan Pendakian, tertulis bahwa pendaki yang menggunakan peralatan drone wajib mendapatkan izin dari Balai Besar TNBTS. “Wah, ternyata boleh ya. Hanya saja memerlukan izin,” kata saya dalam hati.
Segera setelah mendapatkan angin segar melalui kalimat dalam poin 8 tersebut, saya pun meminta teman saya untuk menelpon pihak TNBTS guna menanyakan mekanisme pengajuan izin penggunaan drone di kawasan Gunung Semeru. Usai menelpon, bukan kejelasan yang teman saya dapatkan, melainkan kebingungan. Menurut teman saya, lawan bicara di ujung teleponnya waktu itu menjawab, “Wah, saya tidak tahu juga mas perihal perizinan tersebut seperti apa, harus menghubungi dan menemui siapa di Balai Besar TNBTS”. Lah, gimana toh ya, ingin mengikuti prosedur secara benar kok ya malah digantung seperti ini. Sakit rasanya.
Berbekal informasi yang kurang sempurna itu, saya tetap membawa drone saya ke Malang, lebih tepatnya ke daerah Tumpang, tempat di mana saya dan teman-teman menginap dan menyewa Jeep untuk menuju ke Gunung Semeru. Siapa tahu saja izinnya bisa dilakukan on the spot.
Berangkat ke Malang
Setibanya di Tumpang, saya langsung menuju kediaman Mas Pras, pria asli Tumpang yang mendedikasikan rumahnya sebagai salah satu basecamp untuk melakukan pendakian Gunung Semeru. Melalui Mas Pras inilah saya menyewa Jeep untuk mengangkut saya dan teman-teman dari Tumpang hingga ke Ranu Pani. Kepada Mas Pras saya ceritakanlah keluh kesah saya mengenai perizinan penggunaan drone di Gunung Semeru.
Mas Pras, yang juga seorang pilot drone, langsung menenangkan saya. Usai melihat saya sedikit tenang, dia pun langsung memberikan penjelasan kepada saya. Menurut penjelasannya, untuk mendapatkan izin menerbangkan drone, saya harus datang langsung ke Balai Besar TNBTS yang berada di Kota Malang. Tidak ada jalur online untuk mendapatkan izin ini. “Kalau tidak salah, mas-nya harus membayar biaya perizinan sebesar Rp 10.000.000 kepada Balai Besar untuk bisa menerbangkan drone di kawasan Gunung Semeru.” ujar Mas Pras.
Mendengar kata Rp 10.000.000 untuk mendapatkan izin menerbangkan drone, saya pun langsung tersedak dan lupa menanyakan apakah Rp 10.000.000 itu untuk 1 drone, untuk 1 rombongan atau bagaimana. Maklum saja, 10 juta bukanlah uang yang kecil buat saya. Saya juga tidak sempat bertanya apakah Rp 10.000.000 itu untuk keperluan shooting 1 hari, 1 periode izin pendakian, atau seperti apa.
Sembari merenung akan nominal yang besar tadi, saya percaya kalau proses untuk mendapatkan izin bukan hanya perkara soal membayar sejumlah uang semata. Pastilah ada proses lainnya yang tidak singkat dan cukup panjang. Seperti izin menerbangkan drone di wilayah Candi Borobudur contohnya, kita terlebih dahulu harus menjelaskan keperluan kita untuk bisa mendapat surat izin dari dinas pariwisata setempat, baru setelah itu meminta surat izin atau surat rekomendasi dari Polsek setempat dan juga surat dari BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya). Sesudah itu semua didapat, barulah ada pendampingan dan biaya yang harus dibayarkan.
Selesai mendapat penjelasan singkat dari Mas Pras (meskipun tidak lengkap tapi paling tidak lebih lengkap dari penjelasan TNBTS) dan juga sedikit asumsi pribadi, perasaan saya menjadi lebih lega. Saya jadi tahu kalau saya tidak bisa membawa drone untuk mendokumentasikan pendakian saya kali ini.
Ketakutan Taman Nasional
Pemberian izin mengenai penggunaan drone di kawasan Gunung Semeru memang harus dibatasi dan diawasi. Buat saya, kini drone bukanlah barang mewah dan langka yang sulit untuk didapat. Sudah banyak jenis drone yang beredar di pasaran dan banyak juga konsumen yang mampu untuk membelinya. Bayangkan kalau tidak dibatasi dan diawasi, berapa banyak pendaki yang bisa membawa dan menerbangkan drone di kawasan Gunung Semeru.
Yang ditakutkan adalah tidak semua pilot drone bertanggung jawab. Pihak Taman Nasional tidak ingin nantinya drone digunakan untuk pemetaan wilayah tanpa izin. Drone diterbangkan untuk mencari spot-spot bagus yang masih alami, lalu perlahan-lahan banyak manusia yang datang dan menggeser kehidupan satwa yang ada di sana. Wilayah pendakian semakin melebar dan zona untuk hewan semakin sempit. Kemungkinan terganggunya ekosistem yang sudah ada pun semakin besar. Pihak Taman Nasional tidak ingin hal tersebut terjadi.
Saya rasa ketakutan tersebut adalah hal yang lumrah. Ada kalanya tempat yang bagus akan menjadi lebih bagus bila tidak terekspose dan jauh dari sentuhan tangan manusia. Menurut saya, wajar saja bila biaya tinggi dikenakan pada suatu wilayah penting untuk bisa menerbangkan drone, toh Kawasan Gunung Semeru bukanlah kawasan pertama yang mengenakan biaya cukup tinggi untuk menerbangkan drone kan?
Terbang Sembunyi-sembunyi
“Ribet banget sih pakai izin segala” atau “Bawa drone ukuran kecil saja seperti Ma*ic, lalu terbangin diam-diam. Pasti tidak bakal ketahuan,” mungkin ada yang berpikir seperti itu. Ya boleh saja sih punya pikiran seperti itu, tapi rasanya sulit untuk melakukan hal tersebut. Kenapa sulit?
Pertama, area untuk menerbangkan drone di wilayah Semeru sudah bisa diprediksi. Kemungkinan drone hanya bisa diterbangkan dari Ranu Kumbolo, Oro-oro Ombo, Cemoro Kandang, Jambangan, Kalimati dan Puncak Semeru. Hanya di daerah tersebutlah terdapat tanah yang lapang untuk bisa menerbangkan drone.
Kedua, suara berisik dari drone akan mengundang perhatian. Wilayah yang saya sebutkan tadi merupakan wilayah yang cukup tenang, jadi bila drone diterbangkan, sudah pasti suaranya akan menggema dan terdengar. Di daerah-daerah tersebut pasti terdapat (beberapa) ranger yang bertugas dan dengan sigap akan menghampiri kalian yang sedang menerbangkan drone & menanyakan izinnya. Apabila tidak ada izin, siap-siap saja mendapatkan hukuman.
Ada sebuah cerita mengenai seorang pendaki yang kedapatan secara ilegal menerbangkan drone di wilayah Gunung Semeru. Suatu hari, seorang ranger mendengar suara berisik yang berasal dari sebuah drone yang sedang terbang. Setelah berkoordinasi dengan ranger lainnya dan mengikuti arah suara dari drone yang berisik tadi, didapatilah sang pilot drone yang menerbangkannya. Ketika ditanya mengenai izin menerbangkan drone, sang pilot tidak bisa menunjukkannya. Yang lebih parahnya lagi, ternyata dia pun melakukan pendakian tanpa memiliki Simaksi.
Dengan tegas sang ranger langsung mengambil memory card yang ada di drone tersebut, menyita KTP dari sang pilot dan memintanya untuk langsung kembali ke Ranu Pani (tidak boleh melanjutkan pendakian). Pilot tersebut bisa mengambil memory card dan KTP-nya di sana (Pos Jaga yang ada Ranu Pani). Mungkin karena saking ketakutannya, sampai sekarang pilot tersebut belum juga mengambil KTP-nya dan sudah pasti sanksi blacklist tidak boleh memasuki kawasan Gunung Semeru sudah diterimanya. Sayang banget kan karena ulah kecil jadi tidak bisa memasuki kawasan Gunung Semeru untuk sekian waktu.
*****
Nah, itu tadi sedikit penjelasan mengenai menerbangkan drone di kawasan Gunung Semeru. Jadi boleh atau tidak menerbangkan drone di sana? Jawabannya BOLEH, hanya saja dengan seizin Balai Besar TNBTS. Lakukanlah semua prosedurnya dengan benar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Oh ya, ketika kamu menerbangkan drone secara ilegal di Gunung Semeru, hukuman/teguran tidak hanya menimpa kamu saja. Ada Domino Effect yang juga akan menimpa porter dan juga driver Jeep. Bila saat melakukan pendakian dan kamu menerbangkan drone secara ilegal dengan didampingi oleh porter, maka porter tersebut akan mendapat teguran karena dianggap lalai tidak memberitahukan perihal izin penerbangan drone. Kamu pun akan ditanya mengenai siapa driver Jeep yang membawa kamu dan sang driver pun akan mendapatkan teguran karena dianggap tidak memberikan penjelasan.
Pesan saya, dimanapun kamu ingin menerbangkan drone, tidak hanya di Gunung Semeru, cari tahu dulu mengenai regulasi setempat. Pastikan kamu menerbangkannya dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Jangan sampai karena kesalahan kamu, lalu pilot drone yang lain jadi tidak bisa menerbangkan armadanya di daerah tersebut.
Ada yang punya pengalaman mengurus perizinan untuk menerbangkan drone di Gunung Semeru? Kalau ada, coba berbagi di kolom komentar ya 🙂
Success is all about persistence and doing the right thing for the long term.
— Bruce Rauner