Erin: Gajah Imut nan Kuat di Way Kambas
Halo kakak-kakak *sambil melambaikan belalai*. Perkenalkan, namaku Erin. Aku merupakan bayi gajah berusia sekitar 4 tahun. Aku baru 2 tahun pindah ke rumah baruku di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas ini. Dulunya sih aku tinggal di tengah hutan Way Kambas, namun karena suatu hal (yang akan aku ceritakan nanti), aku jadi harus pindah ke sini.
Ngomong-ngomong, coba deh kakak-kakak liat foto aku. Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dari diri Erin? Apa? Tidak? Coba deh kakak-kakak perhatikan lagi. Pasti kalian akan menemukan sesuatu yang kurang pas. Coba fokus pada bagian belalai Erin. Ya, belalai Erin tidaklah sempurna. Erin mungkin lebih terlihat seperti tapir ketimbang gajah. Belalai Erin yang hanya sepanjang ini bukan dikarenakan pertumbuhannya yang tidak normal, tapi karena Erin terkena sebuah musibah. Sebuah musibah yang (mungkin) merenggut masa depanku.
Jadi waktu itu, sekitar tahun 2016, aku sedang berjalan-jalan untuk mencari makan bersama rombonganku. Sebagai seekor gajah kecil yang riang gembira, aku pun berlari ke sana kemari sesuka hatiku. Aku berusaha menikmati rumahku (hutan) yang luas ini. Sesekali aku berhenti untuk mencabut dedaunan dari pohonnya atau mencabut rumput dari tanah untuk bisa kulahap. Aku melakukan semuanya itu dengan belalaiku yang waktu itu masih normal.
Namun kegembiraanku waktu itu tiba-tiba saja harus terhenti. Saat sedang mencari makan di suatu sudut dari rumahku, secara tidak sengaja aku terkena jerat yang dipasang oleh pemburu. Mungkin tujuan pemburu itu ingin menangkap temanku, si rusa, dengan jeratnya, tapi tak disangka akulah yang terkena jerat itu. Aku pun langsung berteriak dan meringis kesakitan waktu jerat itu mengenai belalaiku.
Ditengah rasa panik dan rasa sakit yang menyerangku, aku tetap berusaha untuk lolos dari jerat itu. Namun semakin keras aku berusaha untuk lepas, jerat itu semakin kencang mencengkeram belalaiku. Sampai akhirnya tiba pada suatu momen dimana jerat itu memutuskan sebagian belalaiku. Darah segar pun mengucur deras dari potongan belalai yang masih menempel dengan kepalaku.
Aku mengerang hebat saat peristiwa itu terjadi. Aku lemas, aku sedih dan aku menangis. Seekor gajah pun bisa menangis lho, bukan hanya manusia saja. Aku membayangkan bagaimana kedepannya aku harus hidup tanpa belalai, bagian terpenting dari tubuhku. Aku membayangkan kalau nanti aku tak mampu lagi menggenggam sesuatu dengan mudahnya. Bagian tubuhku yang paling aku banggakan sudah diambil dari diriku.
Beberapa saat setelah kejadian tersebut terjadi, untungnya Elephant Response Unit (ERU) segera datang dan menyelamatkanku yang kala itu sudah terkulai lemas. Kalau mereka tidak datang, mungkin aku tidak bisa bercerita seperti ini kepada kakak-kakak. Aku tidak tahu bagaimana cara mereka bisa menemukan keberadaanku, yang aku tahu adalah aku sangat bersyukur atas kehadiran mereka yang begitu sigap. Mereka pun segera membawaku dan memberikan pertolongan pertama sebelum aku dilarikan ke Rumah Sakit Gajah.
Bisa dikatakan aku adalah gajah yang beruntung sebab aku dikelilingi dan dirawat oleh banyak orang baik di PLG Way Kambas. Aku diberi susu, obat-obatan, makanan yang cukup dan juga perhatian. Beginilah kondisiku sekarang setelah beberapa tahun berselang. Aku gemuk lagi (aku sempat kurus lho) dan kini bisa bermain dengan gajah-gajah lain seusiaku. Meskipun agak sedikit berbeda, aku nggak pernah lo di-bully sama teman-teman gajahku yang lain karena “keanehanku” ini. Mereka masih mau main bareng aku. Mungkin mereka melihat aku bukan sebagai gajah yang cacat, melainkan gajah yang spesial. Jadinya semua pasti mau main bareng sama aku yang spesial ini 🙂
Meskipun belalaiku tinggal setengah, aku masih bisa menggunakannya kok, ya meskipun dengan usaha yg sedikit extra sih. Kalau ada kakak-kakak yang bertanya apakah belalaiku bisa tumbuh, jawabannya adalah tidak. Ya, aku harus hidup seperti ini terus di sisa hidupku. Sekarang ini, aku hanya bisa makan makanan jadi, yaitu makanan yang sudah disediakan oleh pihak PLG Way Kambas seperti dedaunan dan rumput yang sudah dipotong.
Aku tahu mungkin beberapa tahun ke depan, aku masih akan bergantung pada orang lain dalam soal makan. Tapi aku yakin, kalau aku masih bisa hidup sampai dewasa nanti, aku pasti bisa cari makan sendiri kok. Aku akan beradaptasi dengan kondisiku ini.
Badanku juga pasti akan bertambah besar dan tinggiku bisa setinggi pohon-pohon yang tinggi itu. Jadi dewasa nanti aku bisa makan langsung daunnya dari pohonnya. Aku ini cuma kehilangan belalai kok kak, bukan kehilangan semangat hidup. Lagi pula aku percaya kalau kakak-kakak akan secara bergantian mengunjungi dan memberiku makan, kan? Kehadiran kakak-kakak itu juga sumber kekuatan buat aku lho.
Oh iya, aku juga punya harapan lain selain aku bisa terus tumbuh dan menjadi gajah yang kuat. Aku berharap peristiwa ini hanya terjadi pada diriku saja dan tidak kepada saudara-saudara gajahku yang lain. Bahkan kalau bisa musibah seperti ini tidak perlu juga terjadi pada hewan lain yang ada di hutan way Kambas ini dan hutan manapun di bumi ini.
https://www.instagram.com/p/BhP7Y93lzZZ/?hl=id
Ingat ya kak, jangan lupa jenguk aku. Kalau kakak datang, pasti aku ajak bermain dan aku perkenalkan dengan teman-temanku yang lain. Bilang saja mau melihat Erin, semua pawang di Way Kambas tahu aku kok. Oh ya, kalau jenguk aku jangan lupa bawa pisang ya, kak. Pisangnya yang banyak, jangan cuma 1-2 buah. Ya, kalau bisa 1 pohonlah. Aku kalau cuma makan 1-2 pisang itu nggak kenyang. Aku gajah yang lapar terus 🙂
Ada hal terakhir yang ingin aku sampaikan sebelum kita berpisah pada cerita saya kali ini, yaitu mengenai rantai. Rantai di kakiku ini hanya dipakai pada saat-saat tertentu kok, tidak setiap saat. Kalau sedang dilepas dan waktunya dikunjungi, aku diberi rantai agar langkahku agak melambat dan langkahku terdengar ketika berjalan. Maklum, aku kalau jalan itu senyap banget dan aku suka lupa kalau badanku itu besar. Jadi kalau tidak diperlambat langkahnya, aku suka lari-lari ke arah kakak-kakak yang datang dan kakak-kakak tertabrak deh. Kalau sedang bersama pawangku, ya rantai ini tidak aku gunakan.
Sudah dulu ya kak. Maaf kalau ceritaku agak panjang. Doakan aku sehat terus ya. Terima kasih untuk donasi kakak-kakak semua ketika aku terkena musibah itu.
Sampai jumpa 🙂
The elephant can survive only if forests survive.
–Mark Shand