7 Jenis Orang Ketika Membersihkan Rumah Pasca Banjir
Tahun baru 2020, Jakarta dan beberapa kota penyangganya seperti Tangerang, Bekasi dan Depok, langsung dikejutkan oleh kehadiran banjir. Daerah rumah saya yang berada di wilayah Tangerang pun tak luput dari terjangan banjir tersebut.
Masa-masa dimana tahun baru harusnya dipenuhi dengan sukacita, lantas berubah menjadi dukacita bagi mereka yang daerahnya terdampak banjir. Banjir itu datang begitu tiba-tiba, saat orang-orang sedang tak terjaga dan juga tak menyangkanya.
Banjir yang terjadi selama beberapa hari di beberapa daerah itu sekarang memang sudah surut. Warga terdampak sudah kembali ke rumahnya dan mulai membersihkan rumah masing-masing.
Nah, pasca banjir ini, saat dimana korban terdampak banjir sudah kembali dan mulai menata kembali rumahnya, saya mengamati (di daerah rumah saya) ada beberapa jenis orang ketika mereka membersihkan rumahnya.
Berikut ini adalah jenis-jenisnya:
Mengutamakan Kepentingan Sendiri
Kalau ini memang manusiawi sekali dan umumnya kebanyakan orang adalah tipe ini. Saat banjir sudah surut, yang lebih diutamakan untuk dibersihkan terlebih dahulu pasti rumah sendiri. Kalau rumah sendiri sudah beres, barulah membantu orang lain (Itu juga kalau nggak malas dan nggak capek).
Kurang Peduli
Biasanya yang model seperti ini adalah orang dengan rumah 2-3 lantai dan di lantai 1-nya itu tidak ada banyak barang. Saat banjir melanda, otomatis tidak terlalu banyak barang (berharga) terendam di lantai 1. Jadi pasca air surut, proses bersih-bersih di lantai 1 rumahnya pasti jauh lebih cepat.
Nah, ketika sudah selesai lebih cepat inilah biasanya orang-orang dengan tipe ini akan duduk di teras lantai 2 rumahya atau berjalan-jalan di gang rumahnya sambil memandang tetangganya yang rumahnya tidak bertingkat dan semua barangnya terendam. Lalu Terjadilah percakapan:
“Barang kerendam semua nih?”
“Iya, nggak ada yang selamat. Ini lagi bersihin yang bisa dibersihin aja. Bapak udah selesai?”
“Oh, sudah, nggak banyak barang yang kerendam.” *dan kemudian dilanjutkan dengan menyalakan rokok*
Ada nggak yang sudah selesai lalu ikut membantu tetangganya? Ada, tapi nggak banyak. Umumnya ya lebih milih bersantai dan bersyukur karena rumahnya sudah beres. Tetangga belum beres sih nggak peduli.
Mengutamakan Kepentingan Bersama
Orang tipe ini benar-benar mengamalkan ilmu yang didapat saat belajar PPKn dulu. Orang-orang dengan tipe ini cocok banget nih jadi pejabat. Jadi pasca banjir surut, orang tipe ini biasanya langsung membantu tetangganya. Entah itu membantu mengangkat lemari keropos untuk dibuang, membersihkan rumah tetangganya, atau mendistribusikan makanan yang ada di di posko kepada para tetangga.
Bagaimana dengan rumahnya sendiri? Tidak peduli. Kepentingan orang lain harus berada di atas kepentingan pribadi. Jadi mau lumpur di rumah pasca banjir sudah mengeras, istri/suami-nya teriak-teriak minta bantuan, yang harus diutamakan adalah tetangga di kiri dan kanannya. Orang jenis ini biasanya tidak tega melihat orang lain (lebih) susah. Tidak jarang orang dengan tipe ini rumahnya beres paling terakhir, yang mana seharusnya bisa beres lebih cepat.
Pelit
Pasca banjir, tentunya banyak barang yang terendam dan harus dibuang. Barang-barang yang hendak dibuang alias sampah itu biasanya akan diletakkan di depan rumah dan berharap petugas kebersihan akan datang untuk mengambilnya. Itu idealnya.
Namun saat banjir, hal tersebut tidak akan terjadi. Petugas kebersihan atau dinas kebersihan dari pemerintah datangnya bisa 2-3 hari kemudian. Banyak sekali alasannya seperti gang rumah tidak muat untuk mobil masuk, keterbatasan personal, dan bla..bla..bla.. . Kalian taulah kinerja pemerintah itu macam apa. Intinya, jangan berharap banyak (dengan pemerintah)
Atas inisiatif, demi mencegah bau tidak enak dari sampah menyeruak, warga blok saya pun menyewa mobil bak terbuka untuk mengangkut sampah tersebut. Semua sampah yang menggunung di depan rumah diangkat dan dimasukkan ke dalam mobil bak tersebut, untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan sampah darurat (dibaca: lapangan). Kalau sampah pasca banjir sudah tersentralisasi begini, tak ada alasan lagi bagi petugas kebersihan untuk sulit mengambilnya.
Nah, masalahnya yang disewa ini hanyalah mobil, sedangkan tenaga untuk supir dan juga menaikturunkan sampah dari depan rumah warga dan ke lapangan dilakukan secara gotong royong. Akhirnya, secara sukarela, ada beberapa warga yang mau menyumbangkan tenaganya. Apakah setiap rumah mengirimkan anggota keluarganya untuk bergotong royong? Tentu tidak. Hanya yang SADAR dan tergerak hatinya saja yang mau bekerja sama. Kalau gang rumah sudah “rapi”, kan enak dilihatnya.
Singkat cerita, semua sampah sudah berhasil diangkat dan dikumpulkan. Masuklah bagian patungan untuk biaya sewa mobil ini. Tak ada yang gratis dong di dunia ini. 2 orang bapak-bapak pun berjalan dari satu rumah ke rumah lainnya sambil membawa kardus sebagai tempat sumbangan se-IKHLAS-nya.
Ada lho orang yang ketika pagar rumahnya diketuk dan namanya dipanggil, ia tidak keluar dari rumahnya. Waktu itu memang rumahnya ini sudah beres lebih cepat dari yang lainnya. Dipanggil beberapa kali, salah satu dari anggota keluarga ini tetap tidak keluar dari rumahnya. Padahal waktu menaikkan sampah dari depan rumahnya, keluarga ini paling cepat minta sampah di depan rumahnya untuk diangkut. Tapi giliran diminta bayaran, Ya gitu deh.
Lucunya, 15 menit kemudian, saat “tukang tagih” tadi sudah tidak ada, datanglah seseorang dengan kendaraan bermotor dan berhenti di depan rumahnya sambil berteriak, “Pakettttt”. Dan kalian tahu apa yang terjadi? Salah satu anggota keluarga ini keluar dong untuk mengambil paketnya. Ngeselin, nggak sih?
Padahal sumbangannya itu seikhlasnya lho dan keluarga ini bukan dari golongan yang kekurangan. Sudah pelit tenaga untuk gotong royong, pelit juga untuk patungan. Ada ya orang macam begini 🙂
Mau Berbagi
Banyak sekali masalah yang muncul saat hendak membersihkan rumah pasca banjir. Salah satu contohnya adalah kesulitan air. Pompa yang terendam membuatnya tidak bisa langsung dinyalakan, atau seandainya pompanya sudah kering, ternyata pipa ke bawah tanah terendam lumpur sehingga tidak bisa menyedot air ke atas.
Nah, disaat seperti ini, saya melihat beberapa orang baik. Sembari membersihkan rumahnya, ada lho yang mau berbagi air dengan tetangganya. Mereka tetap bisa berbagi dengan sesama, tanpa harus mengabaikan rumah mereka. Atau contoh lain, ada yang membuka kamar mandi rumahnya untuk dipakai sebagai tempat mandi umum, karena air di rumahnya deras dan kamar mandinya memang sudah bersih atau berada di lantai 2.
Itu tadi hanya contoh kecil saja. Banyak sekali hal-hal baik dalam rupa berbagi yang saya lihat kemarin. Adem banget hati ini melihat orang-orang macam begini.
Bingung Mau Mulai dari Mana
Saya melihatnya sendiri. Kejadian ini menimpa seseorang yang rumahnya (tidak tingkat) terendam sepenuhnya, hanya menyisakan atap (FYI, tinggi air banjir kemarin di daerah saya mencapai 3 meter). Bisa dibilang mungkin tidak ada yang bisa diselamatkan dari rumah itu. Dokumen penting, baju, foto, elektronik, semua terendam dan diselimuti lumpur.
Di saat yang lain sudah mulai membersihkan rumahnya, orang ini masih terdiam di depan rumahnya. Mungkin ia tidak tahu harus memulai dari mana atau mungkin banyak yang mau ia kerjakan tapi bingung mau kerjakan yang mana terlebih dahulu. Alhasil, tidak ada yang dikerjakan sama sekali.
Sibuk dengan Telepon Genggam
Kemajuan teknologi dan banyaknya sosial media untuk berbagi membuat banyak orang bisa dengan mudah mengunggah informasi dalam bentuk apapun. Nah, saat saya sedang sibuk membersihkan kursi dan meja di bagian depan rumah, saya melihat beberapa orang yang justru sibuk dengan telepon genggamnya. Ada yang sibuk merekam video, ada yang vlogging, ada juga yang asyik foto-foto.
Rumahnya bagaimana? Ya nanti dulu. Update harus jadi nomor satu. Bahkan ada yang baru bersih-bersih sedikit, sudah ambil hape-nya lagi. Pokonya orang jenis ini sangat susah untuk lepas dari hape-nya. Kalau satu tangan bisa sikat baju dan satunya bisa pegang hape, pasti sudah dilakukannya.
Saya sih positive thinking saja. Siapa tahu mereka ingin menunjukkan pada saudara kalau inilah kondisi terakhir dari lingkungan sekitarnya. Atau mungkin mereka tidak ingin capek ditanya-tanya, jadi sekali unggah maka semua orang mulai dari saudara, bos, bahkan orang yang tak dikenal pun bisa tahu kondisi terakhir mereka. Siapa tahu dari unggahannya tersebut banyak bantuan yang berdatangan, kan?
*****
Itu tadi sedikit hasil pengamatan saya pasca banjir kemarin. Tentunya penilaian ini hanyalah penilaian secara subjektif dan bisa berbeda hasilnya dengan kondisi di tempat kalian yang terdampak banjir juga. Untuk kalian yang pernah terdampak banjir, ada juga nggak tetangga kalian yang mirip seperti yang saya ceritakan di atas?
I believe that in this new world that we live in, we often have a responsibility, you know, to actually go beyond the thou shalt nots – that is, the not harming others – and say we can help others and we should be helping others.
— Peter Singer