Kisah Srigunting Jambul Mengenal Keunikan Kupang
Pada suatu siang yang panasnya begitu menyengat di Kupang, Nusa Tenggara Timur, terlihat seekor burung Srigunting Jambul sedang asyik melenggang indah di atas awan putih yang memesona. Srigunting Jambul ini baru 1 minggu pindah dari kota asalnya yang berada di Bogor, Jawa Barat.
Kepindahan ini dilakukan karena ia mendengar kalau Kupang memiliki keindahan alam yang luar biasa. Desas desus itu pun akhirnya ia buktikan sendiri dan ia merasa tempat indah ini cocok bagi tubuh mungilnya yang molek dan memukau. Selama 1 minggu kepindahannya, Srigunting Jambul sudah merasakan nikmatnya menghabiskan senja di Pantai Lasiana, jernihnya air di Goa Kristal dan serunya mandi di Air Terjun Oenesu.
Meskipun sudah merasakan keindahan alamnya, namun masih ada yang mengganjal di hati Srigunting Jambul. Ia ingin tahu lebih banyak tentang Kupang. Ia mau lebih mengenal budaya, adat istiadat, kuliner dan hal unik lainnya dari Kupang. Kalau hanya untuk menikmati keindahan alam, ia dapat membuktikannya sendiri. Dengan mudah Srigunting Jambul dapat terbang dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun tidak dengan adat dan budaya, ia butuh teman yang bisa mendampinginya dan memberikan penjelasan padanya.
Di tengah kegalauannya, ia melihat seekor Komodo yang baru saja beristirahat usai makan siang. Dengan segera ia menukik tajam untuk menghampirinya. Dalam waktu beberapa detik saja, ia sudah berada di hadapan Komodo dan sebuah percakapan pun terjadi:
“Hai Komodo, perkenalkan aku Srigunting Jambul. Aku baru saja pindah ke daerah ini 1 minggu lalu. Maukah kamu membantuku?” Tanya Srigunting Jambul.
“Hai Srigunting Jambul. Apa yang bisa aku bantu?” Komodo menjawabnya dengan pertanyaan.
“Aku ingin lebih mengenal daerah ini. Bisakah kamu menemaniku berkeliling dan memperkenalkan adat istiadat, budaya, serta hal unik lainnya dari tempat ini?” Mohon si Srigunting Jambul.
“Oh, tentu saja. Kamu meminta pada orang yang tepat. Naiklah ke punggungku dan aku akan memperlihatkanmu banyak hal yang belum banyak orang lain ketahui dari Kupang ini.” Sahut Komodo.
Usai percakapan singkat tersebut, mereka berdua pun mulai berjalan bersama untuk mengenal Kupang lebih dalam.
Cium Hidung
“Kamu lihat 2 nenek di ujung sana?” Tanya Komodo pada Srigunting Jambul. Mereka berdua sedang melakukan tradisi Cium Hidung. Orang di sini menyebutnya dengan istilah Henge’do. Cium Hidung merupakan sebuah tradisi yang digunakan untuk menyambut seseorang. Kalau umumnya orang lain akan saling berjabat tangan atau berpelukan ketika menyambut seseorang, lain halnya dengan di Kupang. Cium hidung inilah yang akan terjadi.
Cium Hidung memiliki arti yang mendalam. Ketika seseorang melakukannya, maka orang tersebut sudah menganggap orang di depannya adalah saudaranya, bagian dari keluarganya. Tidak peduli siapapun orang itu, apapun agamanya, sukunya, jenis kelaminnya atau status sosialnya.
Mungkin banyak yang bertanya kenapa harus cium hidung? Kenapa bukan cium tangan misalnya? Karena hidung merupakan alat pernasapan. Dari sanalah udara masuk dan hadirlah kehidupan. Cium Hidung merupakan sebuah tradisi yang menghidupkan, menghidupkan rasa persaudaraan dan tenggang rasa.
Sebenarnya tradisi ini berasal dari Sabu, daerah lainnya yang masih termasuk dalam wilayah administratif provinsi NTT. Namun karena Kupang merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan NTT, maka banyak orang dari daerah lainnya di NTT, termasuk Sabu, datang dan menetap di sini. Tradisi tersebut lalu dibawa, dilakukan, dan melebur bersama tradisi lainnya yang ada di Kupang. Kini cium hidung menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kupang.
Ada 2 cara dalam melakukan tradisi cium hidung. Cara yang pertama adalah dengan cukup saling menempelkan hidung dan cara yang kedua (cara yang paling sering ditemui) adalah dengan saling menggesekkannya. Untuk menggesekkan hidung, pertama-tama kita harus menempelkan hidung, baru kemudian hidung digesekkan ke arah yang berlawanan. Unik kan?
Sirih Pinang
“Sekarang kamu lihat kotak yang ada dekat nenek itu?” lanjut Komodo. Itu adalah kotak persaudaraan, kami menyebutnya Oko Mama. Bukan kotaknya yang penting tetapi isinya. Setiap kali kamu melihat orang di Kupang membawa wadah tersebut, sudah pasti isinya adalah sirih pinang.
Makan sirih pinang adalah budaya yang diwariskan sejak jaman nenek moyang dan merupakan lambang penghormatan serta persaudaraan. Pada acara formal seperti lamaran, upacara penyambutan atau pesta kematian, sirih pinang digunakan sebagai persembahan. Sedangkan pada acara non formal, kehadiran sirih pinang dapat mencairkan suasana. Dimana ada 2 atau 3 orang Kupang berkumpul, sirih pinang pasti hadir di tengah-tengah mereka. Tidak ada batasan untuk mengkonsumsi sirih pinang. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua boleh makan sirih pinang.
Ada 3 elemen penting dalam makan sirih pinang dan setiap elemennya memiliki arti filosofis. Yang pertama adalah sirih. Sirih memiliki arti saling membutuhkan. Tanaman sirih harus merambat atau bersandar pada tanaman lain ketika ingin bertumbuh. Begitu pula manusia, tidak ada manusia yang bisa tumbuh seorang diri. Yang kedua adalah Pinang. Pohonnya yang tinggi menjulang melambangkan sebuah kesuksesan. Ketiga ialah kapur. Warna putih pada kapur merupakan simbol dari hati yang bersih.
Cara makan sirih pinang ini sungguh mudah. Pertama kita kunyah terlebih dahulu buah pinang. Selang beberapa saat, masukan daun sirih ke dalam mulut yang disusul dengan kapur. Kunyah dan rasakan sensasinya. Pertemuan antara sirih, pinang dan kapur akan memberikan rasa sepat, panas, pahit dan sedikit manis. Efek dari mengunyah pinang akan membuat liur menjadi berwarna merah. Jangan heran kalau dipinggir jalan melihat noda merah yang terkadang cukup banyak. Itu bukan darah melainkan air liur yang dibuang usai makan pinang.
Dengan mengkonsumsi sirih pinang kita bisa menghilangkan bau mulut, mengurangi iritasi pada gusi dan yang terakhir adalah menguatkan gigi. Jangan heran kalau bertemu nenek atau Ba’i (sebutan untuk kakek) di Kupang yang giginya masih bagus ya. Gigi mereka bisa kuat seperti itu karena rajin makan sirih pinang.
Kain Tenun
“Lihatkah kamu kain yang ada di leher Ba’i itu?” Tanya Komodo kembali. Itu adalah kain tenun khas NTT. Bagi masyarakat di luar NTT, mungkin kain tenun hanyalah kain pelengkap yang mereka beli untuk mempercantik citra diri. Namun bagi orang NTT (Kupang dan daerah lainnya), kain tenun merupakan identitas dan nyawa.
NTT memiliki banyak pulau dan di setiap pulau terdapat beberapa kabupaten. Di tiap Kabupaten itu sendiri terdapat beberapa suku dan tiap suku itu memiliki bahasa dan corak kain tenun yang berbeda, termasuk di Kupang. Dari corak dan warna yang ada pada kain, kita bisa tahu orang tersebut berasal dari daerah mana karena memang tiap daerah memiliki keunikannya sendiri.
Seperti contohnya ketika kita melihat kain tenun bermotif Kuda, kita bisa tahu kalau ini merupakan kain dari Sumba. Jika kita melihat kain bercorak alat musik Moko, maka kita bisa tahu kalau ini asalnya dari Alor. Bila kita melihat kain tenun bercorak garis dengan warna dominan merah & coklat , kita bisa menduga kalau orang ini berasal dari daerah Amarasi. Itulah mengapa saya menyebutnya sebagai identitas.
Bahkan di beberapa daerah, hanya dari melihat kain tenun yang digunakan, kita bisa mengetahui strata sosialnya. Ada juga kain tenun yang tidak bisa dipakai sembarang orang karena proses pembuatannya harus melakukan upacara adat dan prosesi pemanggilan arwah leluhur.
Motif, bahan, cara menenun dan besarnya ukuran kain menjadi faktor penentu dari lamanya pengerjaan dan harga kain. Semakin sulit bahan alami itu ditemukan, maka akan semakin mahal harganya. Semakin besar kain dan rumit coraknya, maka proses pembuatannya akan semakin lama. Ada lho kain tenun yang proses pembuatannya bisa sampai 6 bulan.
Bagi masyarakat NTT, kain tenun digunakan juga dalam acara-acara penting seperti upacara adat, mas kawin, penghargaan kepada tamu dan juga upacara kematian.
Oto Bemo
“Aku ingin mengajakmu mencoba makanan khas dari Kupang. Namun sebelumnya kita harus naik angkutan umum alias Oto Bemo terlebih dahulu.” Ujar Komodo. Oto Bemo di sini berbeda dengan daerah lainnya. Ini perbedaannya:
Bemo di Kupang itu lampunya banyak. Ada yang lampunya 2, 3, 4 dan bahkan ada juga yang 6. Pemasangan lampu di bagian atas bemo ini bukannya tanpa tujuan. Banyaknya lampu menunjukkan trayek bemo tersebut. Kalau di daerah lain kita hanya perlu melihat tulisan di kaca depan untuk trayeknya, di Kupang kita harus tahu jumlah lampunya. Untuk mencegah salah jurusan, pastikan kamu tahu jumlah lampu sebelum kamu naik oto bemo.
Oto Bemo di Kupang itu kalau tidak ada musiknya maka tidak ada yang mau naik. Suara dari sound system-nya pun tidak biasa, haruslah menggelegar. Bahkan ada oto bemo yang penumpangnya wajib menekan lampu bel jika ingin berhenti. Ketika lampu itu menyala maka supir akan tahu kalau ada yang mau turun. Sebab jika hanya berteriak maka suaranya tidak akan terdengar.
Oto Bemo di Kupang sangat memuliakan orang tua usia lanjut (nenek dan Ba’i). Jika tarif umum suatu perjalanan ditentukan berdasarkan jauhnya jarak, semain jauh maka semakin mahal, hal tersebut tidak berlaku bagi orang tua. Tarif mereka akan flat, jauh ataupun dekat. Enak kan jadi orang tua usia lanjut di Kupang?
Jagung Bose
“Pernah makan ini?” Tanya Komodo pada Srigunting Jambul sembari menunjuk pada hidangan yang sudah tersaji di atas meja. Pada umumnya, orang hanya tau kalau makanan yang wajib dicoba ketika tiba di Kupang adalah daging Se’i. Daging asap yang dioles dengan madu timor dan dibakar dengan menggunakan Kayu Kosambi ini memang sudah terkenal namanya di seantero Nusantara. Tapi pernahkah kamu mendengar Jagung Bose?
Kupang merupakan daerah dengan tanah yang keras. Tidak semua tanaman pangan bisa tumbuh di sini. Salah satu tanaman pangan yang cukup kuat adalah jagung. Itulah mengapa jagung menjadi makanan pokok bagi sebagian orang Kupang dan dari jagung inilah lahir sebuah olahan yang bernama Jagung Bose.
Bose memiliki arti dilunakkan. Ya, jagung Bose merupakan jagung yang dilunakkan. Rupanya hampir menyerupai bubur nasi, hanya saja terbuat dari jagung dengan beberapa campuran bahan lainnya. Selain untuk makanan sehari-hari, Jagung Bose juga biasa disajikan dalam upacara-upacara besar dan hari keagamaan.
Cara pembuatannya pun cukup mudah. Pertama kita hanya perlu merebus air hingga mendidih. Kalau sudah, masukkan kacang tanah atau kacang merah yang sudah terlebih dahulu direndam hingga dirasa cukup matang. Selanjutnya tuangkan jagung yang sudah ditumbuk dan diayak. Bagian terakhir, masukkan garam dan santan secukupnya. Aduk selama beberapa menit hingga semuanya menyatu. Apabila sudah cukup empuk, angkat dan Jagung Bose sudah siap untuk disantap.
Jagung Bose lebih enak disantap ketika hangat. Rasanya yang gurih dan tidak terlalu manis sangat cocok di mulut. Siapapun bisa mengkonsumsi makanan ini karena makanan khas NTT ini memang baik untuk tubuh.
“Bagaimana sudah puas kamu mengenal Kupang lebih dalam kan? Sekarang Aku harus pulang karena hari sudah mau malam.” Pamit Komodo.
“Terima kasih banyak Komodo. Sekarang aku jadi tahu lebih banyak tentang Kupang. Hati-hati di jalan ya.” Pesan Srigunting Jambul.
Mereka pun berpisah dan kembali ke rumah mereka masing-masing.
*****
“Itu tadi cerita tentang Srigunting Jambul yang ingin mengenal Kupang. Sekarang kamu tidur ya, nak. Besok kan kamu harus sekolah.” Pinta si Ibu.
“Wah, ternyata banyak hal unik ya bu dari Kupang. Libur sekolah nanti kita jadi ke Kupang menyusul ayah kan?” Tanya sang anak.
“Tentu jadi dong. Ini ibu baru saja mau beli tiket pesawat Garuda Indonesia tujuan Kupang.” Jawab si ibu sembari memegang smartphone-nya.
“Beli tiket pesawatnya di Skyscanner saja bu. Selain tampilannya yang user-friendly, melalui aplikasi Skyscanner kita bisa melihat harga termurah yang ditawarkan oleh berbagai situs penjual tiket pesawat. Prosesnya mudah dan tidak ribet” Kata si anak.
“Oh, begitu ya. Kalau begitu ibu instal dulu aplikasinya lalu beli tiket pesawatnya ya.” Ujar sang Ibu.
*5 menit kemudian*
“Tiket pesawat Garuda sudah ibu beli ya sayang. Ternyata benar apa yang kamu katakan. Prosesnya mudah dan tidak ribet. Buat orang tua seperti ibu yang baru memakainya pertama kali, cara menggunakan aplikasinya terbilang sangat mudah. tulisannya jelas dan alurnya rapi. Sekarang kita hanya perlu bersabar hingga waktu keberangkatannya tiba”
“Asyik. Aku nanti mau mengunjungi banyak tempat di sana dan mau mencoba semua kuliner di sana.”
“Boleh sayang. Ibu akan temani kamu kemana pun kamu mau. Ibu juga sudah menyediakan itinerary yang pas untuk kita.”
“Terima kasih ya bu. Kalau begitu aku tidur duluan ya. Selamat malam, bu”
“Sama-sama sayang. Selamat malam”
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh ID Corners dan Skyscanner