Perjalanan ke Mali Mencari Mawar
“Halo, nanti tepat jam 08:30 WITA saya tunggu di Mali ya. Kita akan berangkat tepat pada jam tersebut.” itulah jawaban dari lawan bicara saya via telepon, Pak Onesimus, ketika saya tanyakan kapan saya bisa bertemu dengan Mawar. Segera setelah saya, Billy, dan Chris mengantarkan Monika ke bandara untuk kembali ke Jakarta, kami bertiga pun langsung menuju Mali, lokasi pertemuan antara kami dengan Pak One, panggilan akrab Pak Onesimus.
Karena lokasi Mali dan bandara itu bersebelahan, Nick, driver yang membawa kami, tidak begitu terburu-buru sebab waktu pun masih menunjukkan pukul 08:00 WITA. Oh ya, sebelumnya saya ingin memperkenalkan siapa itu Mawar. Mawar merupakan Dugong jantan berusia 18 tahun dengan berat 309 kg yang merupakan “anak” dari Pak One. Jadi ia bukanlah nama samaran dari korban perilaku kriminal atau bunga ya. Dan Mali sendiri merupakan nama sebuah pantai di Alor, jadi ia bukanlah negara Mali yang ada di Afrika sana ataupun nama teman dari Haji Bolot.
Kembali lagi ke inti cerita, setibanya di Mali, kapal sudah siap dan Pak One sudah berada di atasnya. Kami yang berada di pinggir pantai pun dijemput oleh 2 anak buah Pak One yang kemudian menuntun kami ke kapal. Alat dokumentasi sudah siap dan kami pun naik ke atas kapal tradisional tersebut. Saya dan Chris duduk di paling depan dan Billy duduk di bagian belakang kapal. Pak One menyambut kami dengan senyumnya yang hangat.
“Sudah siap? Kalau sudah siap kita langsung berangkat.” tegas Pak One. Mesin kapal pun mulai dinyalakan dan suaranya mulai meraung-raung. “Kamu orang pertama dan terakhir hari ini karena saya mau merapikan kapal.” Ucap Pak One kepada saya ketika kapal perlahan-lahan mulai berjalan.
“Wah, luar biasa berkat Tuhan.” kata saya dalam hati. 2 hari sebelumnya, kami batal bertemu dengan Mawar sebab angin mendadak berhembus kencang di Pantai Mali. Hal tersebut membuat ombak berayun kencang dan kapal pun tidak berani untuk berjalan. Keinginan melihat sang dugong pun harus ditunda sebab tidak mungkin kami melawan alam. Namun kali ini alam berpihak pada kami dan siap mengantar kami bertemu dengannya.
Perjumpaan dengan Mawar
10 menit berjalan, kapal pun berhenti di tengah laut, tepat di sebelah Pulau Sikka. Kondisi ombak pagi itu begitu tenang, ayunannya tidak membuat kami mual. Pak One tiba-tiba berbicara, “War.. Mawar, One datang. Keluar dong war, One bawa tamu ini.”
Rupanya itu adalah kalimat yang digunakan Pak One untuk memanggil Mawar. Tidak ada mantra spesial untuk memanggil hewan laut yang gemuk dan menggemaskan itu. Sesaat setelah mengucapkan kalimat itu, Pak One memberi tahu kami kalau Mawar sudah mendengar panggilannya dan akan segera datang. Kami pun bingung karena tidak ada tanda-tanda dari Mawar, namun kami percaya saja kepada Pak One.
- Baca juga: Itinerary Jelajah Alor 7 Hari 7 Malam
Dari kejauhan, tiba-tiba saja muncul sebuah ekor bak tangan manusia yang melambai ke arah kami. “Itu si Mawar. Dia memberi tanda kepada kita di sini. Tunggu saja” tukas Pak One. Alat dokumentasi seperti GoPro, smartphone, dan kamera pun kami persiapkan. Kami tidak ingin kehilangan momen langka ini.
Tak lama berselang, ia sudah menampakkan hidungnya dengan 2 lubangnya yang besar di sebelah kapal kami. Layaknya seorang anak yang baru selesai sekolah dan berjumpa dengan orang tuanya, Mawar pun menghampiri Pak One dan mencium tangannya. Benar-benar mencium tangan dan dilanjutkan dengan beberapa tepukan ke kepala Mawar oleh Pak One.
“Begitulah Mawar, setiap kali saya datang, saya harus menyentuhnya.” Jelas Pak One. Itulah persahabatan antara pria berusia 58 tahun dengan seekor Dugong berusia 18 tahun. Hubungan unik 2 dunia ini sudah berlangsung selama 11 tahun yang berarti Pak One sudah mulai merawat dugong ini mulai dari usianya 7 tahun.
Awal perjumpaan Pak One dengan Mawar dan bagaimana kedekatan emosional 2 makhluk ini terjalin harmonis akan saya bahas pada postingan berbeda karena kisahnya sungguh menarik. Usai mendapat sentuhan dari Pak One, Mawar bergerak menjauh darinya dan mulai mengitari kapal. Kami yang ada di atas kapal pun masih termangu melihat dugong tersebut. kami masih tidak percaya kalau hewan ini siap bermain dengan kami.
Tarian Mawar
Dugong ini hewan yang pemalu, ia tidak bisa langsung akrab dengan manusia lain. Hanya Pak One saja dia bisa merasa nyaman. Cukup lama Mawar memutari kapal tradisional dengan mesin buatan Cina yang kami tumpangi. “Dia sedang berusaha mengenali tamu yang datang. Dia bisa tahu apa niat dari pengunjung yang datang, kalau niatnya buruk, dia bisa pergi menjauh.” jelas Pak One kepada kami yang terlihat bingung kenapa Mawar hanya berputar dan agak jauh dari kapal.
“Mawar juga hewan yang mudah tersinggung. Kalau para pengunjung tertawa di atas kapal atau saling berbisik, dia bisa mendengar dan menganggap kalau dialah yang sedang dibicarakan.” tambah Pak One. Wah, unik juga ya hewan yang satu ini. Setelah yakin, perlahan-lahan ia mulai mendekati kapal.
https://www.instagram.com/p/BoLQsejA4Gx/?taken-by=dgoreinnamah
Saya yang sudah siap dengan GoPro + stick-nya pun segera membenamkannya ke dalam laut untuk mengabadikan si Mawar. Bak seorang artis yang bergaya di depan kamera tanpa ragu, begitulah dugong ini melenggok-lenggok di depan kamera saya. Dengan tiada takut ia mendekati kamera beberapa kali.
Menyadari kami terbagi di dua sisi, depan dan belakang, secara bergantian ia berpindah posisi untuk menghibur kami. Hewan ini sungguh lucu dan menggemaskan. Atas izin Pak one, kami memegangnya yang sesekali naik ke permukaan. Kulitnya keras dan agak kasar.
Kami tahu kami sudah bertemu dengan Mawar dan kami tahu pula alasan kenapa kami tidak perlu turun untuk menyelam. Namun karena penasaran dan ingin mendengar jawaban langsung dari Pak One, saya pun bertanya kenapa pengunjung tidak boleh turun dan berenang bersama Mawar.
Dengan sabar Pak One menjelaskan kepada kami, “Untuk apalagi pengunjung atau kalian ini turun? Saya kan sudah bawa Mawar sedekat ini. Kalian bahkan bisa menyentuhnya dan untuk merekamnya, kalian hanya perlu mencelupkan kamera ke dalam laut. Memang apa bedanya di bawah sana dan di atas kapal? Kecuali ada penelitian yang mau dilakukan seperti dari LIPI atau WWF, baru saya perbolehkan turun. Itu pun tetap saya yang harus jadi pemandunya dan para peneliti itu harus tunduk perintah saya.”
Saya rasa omongan Pak One memang benar. Ada kalanya kita harus cukup puas akan sesuatu dan jangan berusaha untuk lebih. Ada 2 nyawa yang harus dijaga Pak One ketika membawa tamu bertemu Mawar, nyawa tamu dan nyawa si Mawar. Kemungkinan besar Mawar memang akan senang apabila ada yang bisa bermain bersamanya di laut. Namun bagaimana kalau dugong ini lupa jika yang bermain bersamanya adalah manusia dan ia membawanya turun lalu kehabisan oksigen? Cukuplah dengan hanya menikmatinya dari atas kapal.
Perpisahan dengan Mawar
Usai bermain bersama Mawar selama 30 menit, kami pun merasa cukup dan meminta Pak One untuk mengantar kami kembali ke Pantai Mali. Mesin yang sedang beristirahat un kami bangunkan untuk bekerja kembali dan membawa kami. Saat hendak kembali, ada sedikit kejadian yang cukup membuat saya sedih.
Tiba-tiba saja Mawar menabrak-nabrakkan badannya ke kapal yang kami tumpangi ketika mesin kapal dinyalakan. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali. Bahkan ketika kapal mulai melaju, dugong ini tetap mengikuti kami dan menabrak-nabrakkan badannya ke kapal. “War, One antar tamu pulang dulu ya. Nant baru kita main lagi ya.” ucap Pak One kepada anaknya itu. Usai mendapat penjelasan itu, ia pun segara menghentikan perbuatannya itu dengan bergerak menjauhi kapal. Tak lupa ia pun kembali mengarahkan ekornya ke atas sebagai lambaian perpisahan.
“Dia kecewa karena kenapa saya tidak turun. Biasanya, setiap kali saya mengunjunginya, saya selalu turun untuk bermain bersamanya. Itulah yang membuat dia tidak ingin saya cepat-cepat kembali.” kata Pak One kepada kami. Hal tersebut membuat hati saya terenyuh. Betapa dekatnya hubungan mereka seperti seolah anak dan ayah yang tidak memiliki batasan.
Menutup perjalanan, saya pun bertanya kepada Pak One kenapa Dugong tersebut diberi nama Mawar. Pak One menjelaskan kalau ia dulu tidak tahu apa jenis kelamin dugong ini. Spontan saja, saat pertama kali bertemu, Pak One langsung memberi nama dia Mawar. Setelah beberapa tahun, barulah ketahuan jenis kelaminnya jantan. Nama itu sudah terlanjur melekat dan saya rasa tidak ada salahnya juga diberi nama itu.
Ya memang tidak ada salahnya. Saya rasa nama itu cukup maskulin untuk seekor jantan sekalipun. Toh, mantan playmaker Chicago Bulls yang kini bermain di Minessota Timberwolves pun bernama Derrick Rose dan tidak mengurangi sisi maskulinnya sama sekali. Seiring selesainya jawaban Pak One itu, kapal yang kami tumpangi pun tiba kembali di Pantai Mali.
Terima kasih Pak One sudah memberikan pengalaman tak terlupakan dalam hidup saya dan memberi pelajaran berharga kalau bersahabat itu bisa dengan siapa saja, bahkan dengan hewan laut yang kelihatannya mustahil. Terima kasih Mawar sudah mau berbaik hati bermain bersama kami dan menunjukkan cinta yang luar biasa kepada Pak One.
Sehat terus ya, war. Semoga ada kesempatan untuk kita dapat berjumpa kembali.
Catatan
- Biaya untuk melihat Mawar adalah Rp 200.000/orang ditambah biaya konservasi laut sebesar Rp 50.000/kelompok. Harga tersebut bukanlah harga yang mahal sebab dari uang tersebut, Pak One juga membaginya untuk warga sekitar, para janda, dan juga orang-orang yang memang butuh bantuan.
- Kapal tradisional Pak One bisa menampung hingg 8 orang.
- Usia Dugong bisa mencapai 70 tahun dan bobotnya bisa mencapai 1 ton.
- Untuk bertemu dengan mawar, kalian harus membuat janji terlebih dahulu dengan menelpon Pak One. Nomornya bisa kalian lihat DI SINI.
- Kalau Pak One bilang tidak bisa bertemu dengan Mawar, itu tandanya memang tidak bisa. Jangan memaksakan kehendak.
- Pak One tidak melayani tamu pada hari minggu dari pukul 06:00 – 12:00 WITA karena ia harus pergi ke gereja.
Dream carefully, because dreams come true
–Unknown