Huta Siallagan: Batu Kursi Persidangan (2)
Sebuah arena persidangan yang terbuat dari batu terlihat di depan deretan Rumah Bolon yang ada di Huta Siallagan. Batu-batu yang mulai berlumut itu nampak dikelilingi oleh rantai yang menandakan kalau itulah batas paling jauh untuk pengunjung bisa mendekati arena persidangan tersebut. “Pasti inilah Batu Kursi Persidangan yang tersohor itu.” Ucap saya dalam hati.
Dari bentuk dan guratan-guratan, serta lumut yang menempel, saya tahu kalau usia batu pada arena persidangan ini pasti berkali-kali lipat usia saya sekarang. Melihat batu-batu tersebut, tiba-tiba saja saya membayangkan kalau di sana ada beberapa tokoh imajiner dari masa lalu yang sedang bersidang. Si pesakitan terlihat duduk termenung di kursi yang ada paling dekat dengan meja.
Asyik membayangkan suatu peristiwa persidangan sedang terjadi, tiba-tiba sebuah pukulan tidak begitu kuat pada pundakku yang diiringi sebuah suara dengan cepat membuat tokoh-tokoh imajiner tadi menghilang entah kemana. “Inilah Batu Kursi Persidangan, sebuah situs megalitikum yang digunakan oleh orang Batak jaman dahulu di Huta Siallagan untuk bersidang. Batu-batu kursi tersebutlah tempat duduk bagi para aktor di persidangan.” Suara dari keturunan ke-17 Raja Siallagan mengagetkanku.
Di samping Rumah Bolon, Batu Kursi Persidangan merupakan magnet utama yang menarik banyak wisatawan untuk datang ke Huta Siallagan ini. Rasa Penasaran akan cerita dibalik tulisan “Stone Chair Siallagan” berwarna biru yang terpampang jelas pada sebuah plang putih sesaat sebelum mencapai kampung inilah yang membuat tempat ini tidak pernah sepi dari kunjungan.
“Mau tahu kau bagaimana persidangan jaman dahulu kala di Huta Siallagan ini?” Tanyanya. Tidak ingin melepaskan kesempatan baik ini, dengan segera saya menganggukkan kepala yang menandakan saya ingin mendengarkan jawaban atas pertanyaannya tersebut.
“Baiklah, saya akan mencoba menjelaskan tentang Batu Kursi Persidangan .” Tuturnya
Urutan Duduk
Sebelum memasuki jenis hukuman apa saja yang disidangkan di tempat ini dan bagaimana proses persidangan berlangsung, keturunan Raja Siallagan yang ke-17 menjelaskan terlebih dahulu posisi duduk dari setiap aktor dalam persidangan.
Berikut ini adalah posisi duduknya:
- Kursi Raja
- Tempat duduk bagi raja-raja dari tempat lain yang biasanya adalah adik-adik raja.
- Tempat bagi dukun kerajaan.
- Tempat Algojo
- Kursi Pesakitan (Terdakwa)
- Penasehat Korban
- Penasehat Terdakwa
- Penasehat Raja
Jika dilihat komposisinya, persidangan ini mirip atau sudah menyerupai model persidangan di pengadilan masa kini. Ada penasehat (jaman sekarang namanya pengacara), ada penonton, ada raja yang bertugas sebagai hakim. Mungkin yang membedakan hanyalah adanya dukun pada persidangan di Huta Siallagan, selain itu sisanya sama.
Nah, dari posisi duduk tersebut pun sudah muncul pertanyaan yaitu kenapa hanya ada 1 penasehat raja dan apa tugasnya? Tugas dari penasehat raja ternyata sebagai pengambil keputusan. Apabila dari hasil rapat atau musyawarah antara penasehat terdakwa dan penasehat korban tidak ada titik temu, maka keputusan ada di tangan penasehat raja.
Sudah mulai terbuka sedikit kan mengapa orang Batak banyak yang akrab dengan dunia hukum?
Jenis Hukuman
Ada 3 jenis hukuman yang ada dalam persidangan di Huta Siallagan ini:
Hukuman Denda
Hukuman denda adalah hukuman yang akan diberikan bagi terdakwa yang ketahuan mencuri. Raja masih bisa memaafkan dan membebaskannya dengan 1 syarat yaitu si pencuri bisa mengganti 4x dari benda yang dicurinya. Sebagai contoh, apabila si pencuri mencuri seekor kerbau, maka dia bisa bebas asalkan dia menggantinya dengan 4 ekor kerbau.
Lantas apa hukuman yang ia dapatkan jika tidak bisa mengganti sebesar 4x dari nilai benda yang diambilnya? Pencuri tersebut haruslah menjadi budak raja.
Hukuman Penjara
Hukuman penjara akan diberikan kepada pelaku yang melakukan pembunuhan, pemerkosaan, perkelahian namun tidak ada hubungannya dengan kerajaan. Misalnya, ada seorang anak yang membunuh ayahnya sendiri. Selama ayah dari anak ini tidak ada hubungan dengan kerajaan maka sanksi hukuman penjara akan dijatuhkan kepada anak tersebut.
Lamanya hukuman penjara yang akan diterima oleh terdakwa tergantung dari hasil pembicaraan antara penasehat raja, penasehat terdakwa dan penasehat korban. Mereka akan melihat dan menimbang nilai-nilai yang ada pada hukum adat Batak. Keputusan akhir akan diberitahukan kepada raja dan raja hanya akan mengesahkan.
Hukuman Mati
Hukuman mati alias hukuman pancung merupakan jenis hukuman yang terakhir dan merupakan hukuman yang paling berat. Siapa saja yang bisa mendapatkan hukuman mati ini?
Pertama adalah pengkhianat kerajaan. Seseorang yang membocorkan rahasia kerajaan kepada orang di luar kerajaan atau seseorang yang kedapatan membantu kerajaan lain tanpa sepengetahuan raja, maka ia akan langsung dihukum mati. Tidak peduli apakah orang tersebut anak raja, adik raja atau punya hubungan khusus dengan raja. Jika dia sudah mengkhianati raja, maka ia akan dibunuh.
Kedua adalah panglima musuh yang berhasil tertangkap ketika berperang. Ketiga atau yang terakhir adalah pria yang ketahuan selingkuh dengan salah satu istri raja. Demi mempertahankan wibawa raja, maka siapapun yang selingkuh dengan istri raja akan langsung dihukum mati.
Kenapa saya tuliskan “salah satu istri raja” ? Sebelum masuknya kekristenan yang dibawa oleh Pendeta Jerman bernama Nomenssen, raja-raja di sini masih menganut anismisme. Mereka mempunyai istri bisa sampai 2 bahkan 4. Setelah masuknya kekristenan, tiap raja hanya memiliki 1 orang istri.
Lantas bagaimana dengan nasib istri raja yang selingkuh? Apakah hukuman hanya dijatuhkan kepada si laki-laki sedangkan si wanita tidak? Sebagai hukuman karena tidak setia terhadap raja, istri raja yang ketahuan selingkuh akan dibuang ke dalam hutan dan diisolasi. Hal ini dilakukan demi menjaga kewibawaan seorang raja.
Kembali lagi kepada 3 kriteria tadi. Untuk ketiga kesalahan itu, raja sama sekali tidak bisa memberikan toleransi. Hukuman mati berupa pemancungan merupakan hukuman yang tidak bisa ditawar lagi.
Proses Pemasungan
Sebelum memasuki tahap pemancungan, terlebih dahulu si terpidana akan dipenjara dengan cara dipasung. Lokasi penjara ada di bagian kolong Rumah Bolon Raja dan selama proses pemasungan, terpidana tidak akan diberikan makan juga minum.
Pasti ada yang bertanya, “Kenapa harus melewati proses pemasungan terlebih dahulu? Kenapa tidak langsung dipancung saja?”
Ada 2 alasan mengapa tidak langsung dipancung. Alasan yang pertama adalah untuk melihat dan menghilangkan ilmu hitam yang dimiliki terpidana. Apabila selama proses pemasungan si terpidana mati, maka persoalan selesai. kematian menunjukkan terpidana tidak memiliki ilmu hitam. Namun jika dia tidak mati, tandanya dia memiliki ilmu hitam dan diharapkan ilmu hitam itu akan berkurang atau bahkan hilang selama proses pemasungan sehingga proses pemancungan akan lebih mudah dikerjakan.
Alasan kedua adalah tidak sembarangan proses pemancungan bisa dilakukan. Orang Batak dahulu juga punya Primbon layaknya orang Jawa. Jadi sebelum dilakukan pemancungan, raja akan bertanya pada dukun mengenai bulan baik dan hari baik untuk memancung terpidana.
Untuk bisa menjawab pertanyaan raja, sang dukun akan bersemedi dan berdoa di bawah pohon Hariara yang letaknya persis sebelum Batu Kursi Persidangan (kalau dari pintu masuk). Pohon Hariara merupakan pohon yang disakralkan oleh masyarakat Batak jaman dulu. Pohon ini dipercaya juga sebagai pelindung Huta. Usai bersemedi dan mendapatkan hari baik, barulah terpidana akan dieksekusi.
Alasan Penjara terletak di Kolong Rumah Bolon Raja
Ada yang tahu kenapa proses pemasungan letaknya ada di kolong rumah raja? Supaya tidak bisa kabur? Betul. Agar lebih mudah dipantau? Tidak salah. Sebagai tontonan gratisan? Bisa jadi. Tapi bukan itu jawaban diplomatisnya.
Kalau kalian membaca postingan saya sebelumnya mengenai Rumah Bolon, maka kalian akan tahu kalau yang biasa disimpan di bagian bawah (kolong) Rumah Bolon adalah hewan ternak. Jadi apa kesimpulannya? Kesimpulannya adalah si terpidana mati sudah sama derajatnya seperti binatang. Barangsiapa yang terkena hukuman mati, di mata raja dia bukan lagi manusia melainkan binatang.
Karena sudah sama seperti binatang, tubuhnya boleh dipotong dan dagingnya layak untuk dimakan. Kaitan antara pemancungan dan kanibalisme orang Batak akan coba saya bahas pada postingan selanjutnya.
****
Begitulah proses persidangan yang umumnya dilakukan di Batu Kursi Persidangan. Tidak semua kesalahan akan berakhir dengan kematian. Ada hukum-hukum adat yang berlaku guna menentukan hukuman terhadap seseorang yang dianggap bersalah.
Saya percaya kalau peristiwa atau fenomena yang terjadi pada masa kini erat kaitannya dengan peristiwa yang terjadi di masa lampau. Seperti banyaknya pengacara batak di Indonesia kini. Ternyata setelah ditelusuri, memang sejak jaman dahulu orang Batak sudah menggunakan mekanisme persidangan untuk menghakimi orang yang dianggap bersalah. Hukum-hukum adat Batak dan persidangan membuat mereka menjadi tidak asing terhadap dunia hukum.
→Berlanjut ke postingan selanjutnya Batu Kursi Eksekusi (3)
Having power and being in a position of power can really blur your judgement, and it’s not always that clear.
— Bob Marley