Pak Onesimus VS Para Peneliti di Tolitoli
Duh, rasanya tidak ada habisnya menceritakan kisah Pak Onesimus. Usai bertemu dengan Mawar, saya berbincang dengan Pak One di sebuah Lopo-lopo yang ada di Pantai Mali. Dari perbincangan itulah saya mendapatkan banyak cerita dan pelajaran. Mulai dari hubungan Pak One dan Mawar , serta salah satunya yang ingin saya ceritakan kali ini adalah kisah bagaimana Pak One membuat kagum para peneliti di Tolitoli, Sulawesi Tengah. Saat melakukan perjalanan, saya memang lebih suka mendengar cerita-cerita dari orang lokal setempat dibanding hanya berburu pemandangan saja.
Oh ya, untuk yang belum tahu mengenai siapa itu Pak Onesimus dan Mawar, saya akan coba jelaskan sedikit ya. Pak Onesimus merupakan seorang ayah, nelayan, aktivis lingkungan yang bertempat tinggal di Mali, Alor. Beliau ini bersahabat dengan seekor Dugong bernama Mawar yang kini usia persahabatan mereka sudah mencapai 11 tahun dan terus berlanjut. Untuk cerita lengkapnya, silahkan klik tautan di atas ya.
Kembali ke Pak One, ketenaran hubungannya dengan Mawar sudah tersebar sampai di seluruh Indonesia. Bahkan berkat kemampuannya memanggil dan berhubungan akrab dengan dugong, ia kerap diundang dalam berbagai seminar atau workshop untuk memaparkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dugong seperti kebiasaan, perilaku makan, habitat, cara memanggil dan yang pasti adalah kemungkinan untuk wisata renang bersama Dugong.
https://www.instagram.com/p/Bof_t1xAZnB/?taken-by=dgoreinnamah
Pada bulan Januari (Pak Onesimus tidak menyebutkan tahunnya, namun masih berkisar antara 2014-2018), ia mempresentasikan sebuah materi mengenai dugong selama 2 hari dalam sebuah seminar yang berlangsung di Bogor. Tak lama berselang, hasil presentasi tersebut pun langsung ia paparkan juga di depan Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti, beserta beberapa peneliti dari suatu badan milik pemerintah di Jakarta.
- Baca juga: Itinerary Jelajah Alor 7 Hari 7 Malam
Dari hasil pemaparan tersebut, Ibu Susi mengangkat topi dan memberikan topi itu tersebut kepada Pak Onesimus. Intinya Pak One bercerita kalau ilmiah dan alamiah tidak akan bisa ketemu, dan Pak One bisa memanggil keluar dugong. Mendengar cerita itu, saya sebenarnya kurang mengerti secara keseluruhan apa maksud dari Pak Onesimus, namun saya menganggap presentasi tersebut sangat bagus sampai seorang Ibu Susi mau mengangkat dan memberikan sebuah topi untuk Pak Onesimus.
Pak Onesimus kembali bercerita kalau ternyata bukan hanya itu saja penghargaan yang diberikan oleh Ibu Susi. Usai presentasi, Ibu Susi meminta bawahannya untuk mengajak Pak One ke Monas dan melihat Jakarta dari puncaknya. Kejutan selanjutnya, Ibu Susi mengubah penginapan untuk Pak Onesimus ke Hotel bintang 4 selama ia berada di Jakarta.
Berangkat ke Tolitoli
Saat hendak kembali ke Alor usai memberikan presentasi di depan Ibu Susi, ketika itu Pak Onesimus masih berada di Kupang, ia mendapat telepon dari salah satu bawahan Ibu Susi. Ia diminta untuk membuktikan hasil presentasinya beberapa hari lalu di Tolitoli. Menurut penelitian, di Tolitoli terdapat banyak dugong dan Pak Onesimus diminta untuk memanggil mereka keluar layaknya Pak Onesimus memanggil Mawar.
Karena sudah membeli tiket kembali ke Alor dari Kupang, akhirnya Pak One meminta istrinya untuk membawakan baju ganti ke bandara. Jadi setelah Pak Onesimus tiba di Bandara Mali, ia mengambil pakaian dari istrinya lalu berangkat kembali ke Jakarta untuk pergi ke Tolitoli. Luar biasa padat bukan jadwal penerbangan Pak One? Ibu Susi ingin Pak Onesimus membuktikan omonganya pada presentasi kemarin bahwa dia bisa memanggil keluar dugong. Teori-teori tanpa ada pembuktian itu omong kosong kan?
Selama perjalanan ke Tolitoli, rasa khawatir terus mendera Pak Onesimus. Jangan sampai apa yang sudah ia presentasikan berbeda hasilnya dengan apa yang ada di lapangan. “Kalau sampai dugong tidak datang, mati saya.” Ucap Pak Onesimus dalam hati selama di pesawat menuju Tolitoli. Tak lupa ia berdoa pada Tuhan guna mengubah kekhawatirannya menjadi harapan. Satu hal yang ia yakini, Tuhan tidak akan mempermalukan anak-anakNya.
- Baca juga: Itinerary Tapale’uk Belu 4 Hari 3 Malam
Pak One juga yakin meskipun Indonesia ini terdiri dari banyak macam suku dan bahasa, tapi Bahasa Indonesia itu satu (pemersatu). Itu terus yang dia tanamkan dalam hati. Jadi dibelahan Indonesia manapun dugong itu berada, cara memanggilnya juga pasti sama yaitu menggunakan Bahasa Indonesia.
Setibanya di Tolitoli, rupanya 2 hari pertama dimulai dengan workshop dan hari ketiganya baru pembuktian dilakukan oleh Pak Onesimus. Saat hari ketiga, di pinggir pantai sudah disediakan 2 kapal untuk peserta kegiatan. Kapal pertama berisi para peserta (peneliti) dari Sabang sampai Merauke, sedangkan kapal kedua dikhususkan untuk Pak Onesimus sendiri + beberapa ABK.
Berangkatlah kedua kapal tersebut ke lokasi Padang Lamon. Sesampainya di sana, Pak Onesimus meminta agar kapal yang satu lagi menjauh sekitar 100 meter dari padang Lamon. Ia ingin berkonsentrasi untuk memanggil dugong tanpa ada gangguan dari kapal lain.
Pembuktian
Saat hendak turun ke laut, hati Pak Onesimus berdegub kencang. Ia takut si dugong tidak akan keluar. Apalagi ditambah kondisi laut Tolitoli dan Alor yang cukup berbeda. Namanya manusia, meskipun sudah berdoa, wajar saja rasanya kalau tetap memiliki rasa takut. Di hadapan para penelti lulusan S1-S3, seorang Onesimus harus membuktikan semua omongannya.
Sebelum turun, ia kembali berucap, “Tuhan, jangan sampai nama Tuhan dipermalukan. Pimpin saya untuk pembuktian ini. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.” Setelah itu, ia turun ke dalam laut dan mulai snorkeling. Sudah 5 menit turun dan berusaha memanggil dugong seperti ia memanggil Mawar, namun gejala-gejala kalau dugong akan menampakkan diri masih juga belum ada. Hati Pak Onesimus kembali kacau.
- Baca juga: Sharing Asyik Trip ke Toraja
Saat tidak ada gejala-gejala menampakkan diri, Pak Onesimus diam sebentar. Menurutnya, dugong itu punya bahasa satu dan setiap orang yang akrab dengan dugong, pasti bau dugong tersebut akan menempel pada orang itu dan dugong lain akan mengenali bau tersebut. Tak lama berselang, ia menggosok-gosok karet yang ada pada snorkelnya sehingga muncul bunyi cit..cit..cit..cit, mirip seperti suara dugong. Digosok terus karet snorkel itu oleh Pak One hingga akhirnya perut Pak One merasakan sesuatu yang aneh seperti yang dia rasakan ketika Mawar akan datang.
Ternyata benar, satu dugong sedang menuju ke arahnya. Ukurannya jauh lebih besar dari Mawar. Ketika tiba, dugong tersebut mengitari Pak One selama beberapa menit dan akhirnya nemplok pada Pak Onesimus. Sama seperti Mawar yang suka mencium tangan Pak Onesimus ketika datang, dugong ini pun mencium tangan Pak One seperti layaknya yang dilakukan Mawar. Tak lama setelah itu, dia memanggil teman-temannya untuk datang. Total ada 11 ekor yang datang dan mengerubungi Pak Onesimus hingga Pak One pun tenggelam dalam lautan dugong.
Melihat peristiwa itu, kapal yang berisi para peneliti yang berada agak jauh dari Pak Onesimus pun menjadi ricuh. Mereka masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Dengan bahasa yang Pak One mengerti, ia mengajak para dugong berbicara dan bertanya apakah bisa kira-kira mereka hadir di sini dan bermain bersama para wisatawan. Mereka menjawab dengan tidak. Alasan dugong-dugong itu tidak bisa hadir di tempat ini sebab orang Tolitoli sudah pernah makan beberapa teman mereka, sudah pernah jual dan sudah pernah membunuh dugong.
Menurut Pak One, kalau sudah pernah melukai dugong, maka dugong tersebut akan memberitahu kepada dugong lainnya dan dugong tidak akan hadir di tempat itu selama 7 turunan. Sama kasusnya seperti di Pulau Pantar, Alor. Di Pantar itu jumlah Dugongnya jauh lebih banyak dari di Pantai Mali, tempat dimana Pak Onesimus tinggal. Namun karena orang-orang Pantar sudah pernah membunuh & memakan dugong, maka dugong tidak pernah mau muncul di sekitar Pulau Pantar hingga 7 turunan.
Usai mendapat jawaban tersebut, Pak One mempersilakan mereka kembali dan Pak One pun naik ke kapal dan menuju ke lokasi kapal lainnya. Saat tiba, semua orang pintar di atas kapal itu memuji kemampuan Pak One. Bisa dibilang, Pak One menjadi “orang besar” hari itu.
******
Itu tadi sedikit kisah bagaimana Pak One “melawan” para peneliti di Tolitoli. Mungkin ia tidak sekolah tinggi, mungkin ia tidak tahu bagaimana rasanya mencari ilmu di bangku sekolah tinggi, namun kecintaannya akan alam, khususnya laut, membuat ia diberkati kemampuan luar biasa untuk berkomunkiasi dengan dugong yang mungkin tidak bisa dimiliki oleh mereka yang sudah sekolah hingga bangku tertinggi sekalipun.
Love all, trust a few, do wrong to none.
–William Shakespeare